22. Video Call

1.3K 78 3
                                    

"Bang! Temenin Syasya beli martabak dong! Plissss" Deisya menyatukan tangannya mencoba membujuk Zico yang sedang main game online diponselnya agar menemaninya membeli martabak. Sekarang jam telah menunjukkan jam 8, dia tak berani pergi keluar sendirian. Jadilah dia disini, membujuk bos besar yang lagi males-malesan padahal udah kelas XII SMA. Udah mau lulus masih aja main game.

"Lo ganggu aja deh. Pergi aja sendiri! Bisa bawa mobilkan?" jawab Zico enteng. Deisya memanyunkan bibirnya, biasanya cara ini mempan membujuk Zico.

"Abang! Plisss!" rengeknya dengan suara yang diimut-imutkan. Dan......... Gotcha! Berhasil ma pren!

"Ishh, jijik ah! Ayo abang temenin" Deisya berlonjak senang dan segera berlari kekamarnya untuk mengambil uang 50 ribu dalam dompet. Kebiasaan Deisya, males bawa dompet kemana-mana.

"Yok Bang!" serunya ke Zico yang baru daja keluar dari kamar. Kaki yang tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang itu melangkah dengan cepat menuruni anak tangga.

"Bunda, Syasya pergi beli martabak bentar ya ama Bang Zico. Bunda mau nitip ga?" dia menghampiri sang Bunda yang lagi duduk santai diruang keluarga dengan televisi yang sedang menayangkan sinetron Indonesia.

"Eh iya deh, Bunda lagi kepengen makan Bakso, kamu tau dimana kan?"

"Tau dong Bun. Udah langganan mah disitu, sipp deh. Syasya pergi dulu Bunda, Assalamu'alaikum" Syasya pun menyalami sang Bunda, diikuti oleh Zico. Sekarang Deisya sedang menscroll layar ponsel pintarnya, membuka salah satu aplikasi dan muncullah foto-foto aplooad-an teman-temannya dan juga artis yang diikutinya. Melihat semua itu membuat Deisya bosan, dipandangnya jalanan padat didepan. Suasana kota memang membosankan.

"Lesu amat lo! Udah putus sama pacar lo itu?" celetukkan Zico membuat telapak tangan Deisya melayang menghampiri bagian lengannya yang tak terlapisi baju. Lengan bajunya hanya menutupi setengah lengan bagian atas, dan tamparan Deisya tepat mengenai bagian yang tak terlapisi.

"Aduh! Sakit woi. Gua nanya malah ditampol, jadi beneran putus ya" Zico mengusap bekas tamparan dahsyatnya Deisya. Mobil sekarang berhenti lantaran didepan lampu merah mendapat giliran.

"Ngasal ngomong aja lu Bang! Gua ga putus kok sama Lando" sungut Deisya, tangan bersedekap sambil memandang kedepan.

"Trus ngapain lo bengong aja. Udah kaya orang yang ga punya harapan hidup lagi lo!" mobil kembali melaju.

"Bacot lo!" Zico pun tak mau mengeluarkan suara lagi, males cari ribut sama sang adik. Tak selang beberapa menit, mobil itu menepi disebuah kedai kecil yang menyajikan menu martabak. Deisya langsung keluar meninggalkan Zico yang hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah sang adik. Deisya terus melangkah sampai suatu pemandangan membuat langkahnya terhenti. Didalam kedai itu, dua sejoli sedang bercanda akrab sambil duduk dibangku panjang menunggu pesanan mereka siap. Dua sejoli itu Arlando dan juga Lia. Memang dia memberi izin ke Lia untuk mendekati Arlando selama seminggu ini tapi sebagian hatinya tak rela membiarkan mereka berdekatan. Bagaimana pun Lia itu cinta pertama Arlando, bisa jadi dia kembali menyukai Lia. Tapi janji tetaplah janji. Dia harus bisa bertahan melihat kedekatan mereka yang mungkin saja bertambah akrab dan kembali lagi bersahabat. Ya bersahabat! Mereka hanyalah sahabat kecil, tak lebih dari itu. Deisya mencoba menyemangati hatinya yang terasa panas.

"Loh! Ngapain lo ngalangin didepan pintu gini sih, minggir lo sana" Zico mencoba mendorong tubuh mungil Deisya, tapi dengan sekuat tenaga Deisya bisa menahannya. Ditariknya tangan Zico kembali kemobil dan masuk kedalamnya dengan cepat. Nafasnya terengah-rengah karena dia juga berlari, semoga mereka berdua tak menyadari keberadaan Deisya.

"Lo kenapa sih Dek! Tadi lo bilang kepengen makan martabak, lah sekarang lo malah seret gua kembali ke mobil" heran Zico. Tingkah Deisya menurutnya sangat aneh.

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang