Chapter 5

8.5K 193 0
                                    

🎇Happy Reading🎇

***

"Aku mohon.. jangan! Lepaskan aku.. please.."

Dalam kondisi masih memejamkan mata. Azka mendengar suara lemah yang tepat berada disampingnya. Ia terbangun dan melihat istrinya mengigau.

Semalam Alice ketiduran dalam pelukan Azka. Sampai air matanya mengering, Azka tak tega membangunkannya. Ia lantas menggendongnya sampai di kamar dan merebahkannya dengan sangat hati-hati.

Azka segera duduk dan membangunkan Alice.

"Bangun, sayang!" Azka mengguncang pelan tubuh Alice, baju yang dikenakan Alice basah. Keringat membanjiri tubuhnya.

Alice perlahan-lahan membuka matanya. "Aku takut.." Azka menggenggam tangan Alice. Mencoba menenangkan istrinya. Tangannya bergetar dan berkeringat. Bagian bawah mata Alice berwarna hitam menandakan ia sangat lelah. Lelah untuk menangis.

"Apa yang kau takutkan? Aku disini, kau istirahat dulu. Aku akan buatkan sarapan." Azka tersenyum dan mencium tangan Alice.

Alice menggangguk pelan.

***

Azka tengah sibuk di dapur. Ia sedang mengoles roti tawar dengan selai kacang dan coklat.  Azka membuat dua porsi sarapan, tentu saja untuk Alice dan dirinya sendiri. Tak lupa ia juga menuangkan dua gelas susu.

Setelah selesai membuat sarapan, Azka menempatkan roti dan susunya di nampan. Ia segera membawa ke kamar.

"Alice..."

Alice mendongakkan wajahnya ke arah suara yang memanggilnya.

Azka duduk di tepi tempat tidur.

"Maaf, sayang, hanya ada ini saja." Ujarnya setelah menaruh sarapannya di nakas.

Kedua sudut bibir Alice tertarik ke atas. Ia mengambil piring yang sudah berisi roti tersebut, menyisakan dua gelas susu di nakas. "Tidak apa-apa, thank's sayang. Ini lebih dari cukup, aku sudah merepotkanmu. Kau pasti lelah, bukan?" Alice menyeka keringat di kening Azka.

Azka menyunggingkan senyumannya. Ia menatap Alice, "Sama- sama, sayang. Anggap saja ini untuk menebus kesalahanku kemarin untukmu. Mungkin ini tidak seberapa, tapi aku akan berusaha membuat kau bahagia, Alice. Kita lupakan masa lalu." Azka menggenggam tangan istrinya, berusaha untuk meyakinkan.

Tak terasa bulir-bulir bening itu kembali menetes ke pipi Alice. Tapi bukan tangis kesedihan, melainkan tangis bahagia yang meliputi hatinya. Luka yang dulu menganga di hatinya, kini sedikit demi sedikit tertutup. Ia tak menyangka Azka berkata demikian.

"Kenapa kau menangis? Apa ucapanku barusan salah? Aku min-"

Alice dengan cepat menggelengkan kepalanya. Ia mengusap air matanya. "Tidak Azka, kau tidak salah. Aku menangis karena aku bahagia, bahkan sangat bahagia."

"Sudah jangan menangis lagi, aku tak suka melihatmu menangis, hm." Azka tersenyum dan mengusap kembali air mata Alice.

"Oh iya, kita sarapan sekarang." Lanjutnya.

Alice mengangguk dan mengambil susu di nakas. Ia meneguknya sedikit sebelum menyantap rotinya.

"Ayo buka mulutmu?" Azka menyodorkan roti ke Alice dan ikut membuka mulutnya layaknya seorang ibu tengah menyuapi anaknya.

Alice tersenyum geli melihat tingkah suaminya. Ia membuka mulutnya dan menggigit roti tersebut. Azka juga ikut menggigit roti bekas gigitan Alice.

Azka mengamati Alice mengunyah dan tanpa sadar sudut bibir Alice terhias oleh selai coklat.

"Sayang, sudut bibirmu di kiri ada coklatnya," ucap Azka, jarinya menunjukkan.

Baru saja Alice ingin mengusapnya tapi buru-buru Azka memegang tangannya. "Biar aku saja, hm."

Azka mendekat dan lebih dekat lagi, hingga Alice dapat merasakan hembusan nafas Azka. Jantung Alice berdebar tak karuan, nafasnya berburu. Azka melumat sudut bibir Alice yang terdapat selai coklat tersebut, Alice terkejut dan membulatkan matanya. Awalnya hanya lumatan kecil selai coklat tapi saat ini bibir Azka tengah nakal, ia beralih mengulum bibir kecil Alice. Alice terperanjat dan tangannya berkeringat mencengkeram sprei.

Alice memejamkan matanya saat lumatan itu menjadi ciuman panas. Perlahan Alice membuka mulutnya dan itu lebih mudah bagi Azka untuk memainkan lidahnya di rongga mulut Alice. Tangan Azka menyusup ke belakang kepala Alice, seolah menekan dan memperdalam ciumannya.

Alice tersengal-sengal, Azka menyudahi pergulatan bibirnya saat dirasa Alice kekurangan oksigen. Alice belum bisa menyimbangi ciuman suaminya. Azka memberi waktu untuk  Alice menarik nafas sedalam-dalamanya sebelum melanjutkan lumatan tersebut. Setelah merasa cukup, Azka tak sabar dan kembali mencium istrinya. Tapi kali ini tangan Azka perlahan membuka tali piyama Alice, ia sangat beruntung karena istrinya tidak memakai penutup dada. Jadi ia merasa mudah untuk meraba payudara Alice.

"Hmmph.. aachh...hmph.." Alice mendesah saat tengah berciuman, Azka meremas payudara Alice dan mencubit ujung merah mudanya dengan gemas.

Azka melepas ciumannya dan Azka yang sedari tadi sudah bertelanjang dada merapatkan tubuhnya hingga payudara Alice menempel di dada bidangnya. Ia mengecup leher Alice dan meninggalkan tanda kepemilikannya. Pelukan yang begitu hangat hingga Azka sudah tidak dapat menahannya lagi.

Dibalik celana tidurnya sudah menegang, ia ingin segera menyatukan ke milik Alice.

Azka mendorong tubuh Alice, ia menindih tubuh istrinya yang hanya menyisakan celana dalamnya. Azka membungkuk dan menangkup kedua pipi Alice. "Aku akan melakukannya, sayang. Dan ini tanpa ada rasa kecewa sedikit pun tapi rasa bahagia. I love you so much, I'll promise not to make you sad again." Azka tersenyum, tak sadar sudut mata Alice mengeluarkan bulir bening dan segera Azka mengecupnya hingga bulir tersebut tidak jadi turun. Azka menggelengkan kepalanya dan Alice mengangguk, mengerti jika ia tak boleh menangis lagi. Azka mengecup kening Alice, lama... sangat lama...

Dan akhirnya ke bibir, mengulumnya sebentar. Turun dan mengecup leher jenjang Alice, aroma rose menyeruak masuk ke indera penciuman Azka. Ia kembali meremas gundukan daging kenyal dan memainkan ujungnya dengan cubitan kecil.

"Azh..ka.. achh..." desahan itu berhasil lolos dari mulut Alice. Nafasnya memburu menahan gairah yang menggebu-gebu. Azka menghisapnya pelan hingga akhirnya ia tak sabar dan menguatkan hisapannya. Dan itu membuat Alice menggelinjang, ia meremas rambut Azka.

"Henh..tikanh.. aaachhh..." Alice kembali mendesah.

Azka merenggangkan tubuhnya. Tetap dalam posisi ia menindih istrinya.

"Are you ready, honey?"

Tbc.

Jangan lupa vote dan comment-nya ya:)

Thank's



Because Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang