Chapter 17

4.3K 107 5
                                    

Happy Reading❇

***

Ting...tong...

Ting...tong...

"Iya.. tunggu sebentar..."

Kriett...

"Permisi... selamat sore..." ucap seorang gadis dengan suara lembut dan ramah.

"Selamat sore... maaf Nona siapa ya?"

"Oh.. saya sahabat Alice. Alice-nya ada?"

"Ada, Non.. silahkan masuk. Sebentar saya panggilkan, Nona dan Tuan duduk dulu." Ucap Maria tak kalah ramah.

Saat Maria mulai menaiki anak tangga, tiba-tiba suara lembut memanggilnya dari arah kamar yang barusan akan ditujunya.

"Bibi lagi bicara dengan siapa?" Alice bertanya sambil menuruni anak tangga satu-persatu hingga telah sampai dibawah.

"Katanya mereka sahabat Nona.." ucap Maria menunjuk ke ruang tamu.

"Baiklah.. aku akan ke sana. Bibi tolong buatkan minum ya?" Pinta Alice tersenyum.

"Iya Nona.." Maria lantas ke dapur.

Alice berjalan menuju ruang tamu, posisi mereka saat ini membelakangi Alice.

"Ehm.. " Alice berdeham dan seketika mereka menoleh.

"Metta?" Alice sangat senang bertemu sahabatnya. Ia tak menyangka Metta akan ke sini.

Metta berdiri dan langsung memeluk Alice, Alice juga memeluk erat sahabatnya. Alice belum menyadari jika di sebelah Metta adalah pria yang dibenci dan ditakutinya.

"Dia sahabatmu?" Tiba-tiba suara berat itu mulai memecah nostalgia mereka.

Alice dan Metta lantas mengurai pelukannya. Jantung Alice berdebar kencang mendengar suara itu.

"Kau?" Alice menatap Mattew benci namun ia langsung menepisnya dan mulai bersikap biasa lagi.

"Maaf, ini minumannya.. silahkan.." Maria meletakkan minuman tersebut.

"Oh.. i..iya Bi.. terimakasih.." Maria lantas kembali ke dapur.

Metta mengerutkan keningnya, bingung melihat kekasih dan sahabatnya. "Kalian sudah saling kenal?"

"Sudah.. bahkan sangat kenal, sayang.." ucap Mattew menatap lekat-lekat bola mata Alice dengan senyum yang tak dapat diartikan oleh Metta. Alice yang ditatap seperti itu risih, ia langsung mengedarkan pandangan ke arah lain.

"Kenapa kau tak mengatakannya?" Tanya Metta sambil mengelus lengan Mattew.

"Aku dan suaminya adalah rekan bisnis. Bukan hanya rekan bisnis lagi, Azka adalah temanku. Sebelum ke Thailand, aku di undang Azka untuk makan malam di sini. Dan kau tahu, masakan Alice sungguh lezat." Ujar Mattew sesekali melirik ke arah Alice.

"Waow... sungguh, Al?? Benar apa yang dikatakan Mamamu, kalau kau pintar memasak sekarang. Aku juga ingin mencobanya, tapi sepertinya aku hanya sebentar di Indonesia." Metta merengek dan memperlihatkan wajahnya yang masam.

"Sifatmu tak berubah, Ta.. kau masih suka merengek.." Alice mengacak rambut Metta, gemas. "Aku sampai lupa, silahkan diminum dulu."

Mereka berbincang sambil diiringi tawa. Merasa tak dihiraukan, Mattew hanya memainkan ponselnya sambil melirik ke arah mereka yang sedang asyik mengobrol.

"Membosankan.." batin Mattew dalam hati. Ia menghembuskan nafasnya lantas mengangkat tangannya, ia melihat arloji yang sudah menunjukan pukul enam sore.

"Sayang, besok pagi kau berangkat ke Thailand. Kau juga harus beristirahat." Ucap Mattew di sela-sela obrolan mereka.

Mereka sontak menoleh dan berhenti berbicara.

"Tapi..huft... baiklah.. padahal masih banyak yang ingin aku ceritakan padamu, Al.." ujung bibir Metta melengkung ke bawah.

"Bisa lain kali, Ta. Aku akan sering menghubungimu." Ucap Alice layaknya seorang kakak.

Metta tersenyum dan mengangguk. "Al.. di mana kamar mandimu?"

"Dekat dapur, Ta. Bibi Maria ada di sana." Alice menunjuk arah dapur, Metta buru-buru ke arah tersebut.

"Kau masih saja terlihat seksi, Al.. ups.. cantik maksudku.." Mattew berdiri dan memasukkan ponselnya di saku celana bahannya.

"Jaga ucapanmu!" Alice menatap tajam Mattew sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah Mattew.

Penampilan Alice saat ini sungguh menggoda Mattew, ia mengenakan dress di atas lutut. Dengan tali kecil di bahunya, hingga kulit mulus nan putih terekspos sempurna di mata Mattew. Rambut panjangnya dibiarkan digerai.

"Aku pria yang sangat beruntung bisa menikmatimu pertama kali. Dan kau tahu, aku ingin mencobanya lagi.. dan lagi..." Mattew menampilkan senyum licik dan mesumnya sambil terus mendekat ke arah Alice.

"Kau brengsek, Matt! Aku tidak menyangka sahabatku bisa menerima pria sepertimu! Dan jangan harap kau bisa menyentuhku lagi. Aku sangat membencimu!" Kedua mata Alice mulai memanas, ia berusaha memelankan suaranya agar tidak terdengar oleh Maria dan Metta.

"Kalau saja aku tahu, aku akan bertemu denganmu lagi. Aku akan membuatmu hamil, tapi..." Mattew mengantungkan ucapannya.

"Tapi apa??!" Tanya Alice memicingkan matanya.

"Aku begitu bodoh, aku mencampur obat anti hamil di minumanmu. Itu sebabnya kau tidak hamil, padahal aku menyemburkan benihku ke dalam rahimmu. Tapi aku menyesal, jika kau hamil. Aku akan memilikimu seutuhnya." Ujar Mattew mengelus pipi Alice. Tapi segera ditepis kasar oleh Alice.

Alice tersenyum sinis,"Walaupun aku hamil, aku akan menggugurkannya. Aku tidak sudi hamil apalagi memiliki anak dengan pria brengsek sepertimu!"

Mattew mulai geram dengan perkataan Alice. Mattew mencengkram kedua lengan Alice dan menatapnya.

"Lepaskan, bodoh.. apa yang kau lakukan?! Lepaskan brengsek!!" Alice terkejut dan berontak.

"SHUT UP AND LISTEN ME!!" Mattew berkata dengan suara yang tedengar menakutkan hingga Alice berhenti berontak.

"Kau sangat sombong, Al! Aku akan merebutmu dari Azka, jika dengan cara kejam sekali pun aku bisa mendapatkanmu atau aku bisa saja membunuh Azka. Aku tak segan-segan akan melakukannya. Ingat baik-baik, Al!!" Mattew mengancamnya, kedua mata Alice sudah meneteskan air mata. Ia mulai terisak. Ia sangat takut dengan ancaman Mattew.

Kedua tangannya tetap erat mencengkram lengan Alice. Perlahan Mattew mendekatkan wajahnya ke wajah Alice. Sehingga nafas mereka beradu. Ketika Mattew ingin mencium bibir Alice, tiba-tiba...

Tbc.

Maaf kegantung ya..
Moga bisa lebih cepat update-nya.

Cek typo.
Thank's😊

Because Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang