Chapter 27

3.4K 124 6
                                    

❇Happy Reading❇

***

Waktu makan siang tiba, Mattew bergegas keluar dari ruangannya menuju lift. Kebetulan pintu lift sedang terbuka, ia langsung masuk dan menekan tombol menuju lobi.

Sesampainya di lobi, Mattew menuju ke arah parkiran. Ia berlari dan segera masuk ke dalam mobilnya. Mattew sangat cemas dan khawatir pada Metta, selama tiga hari semenjak pertengkaran itu, ia begitu sulit menghubungi Metta. Ponsel Metta tidak aktif dan sudah beberapa kali Mattew ke apartemen Metta tapi hasilnya nihil. Tapi kali ini, ia kembali ke sana dan akan menunggunya lebih lama lagi di apartemen Metta.

***

Setibanya di apartemen tepatnya pada pintu kamar Metta. Mattew mengeluarkan duplikat kartu kunci kamar Metta. Ia dekatkan lalu ketuk-ketukan kunci pada sensor yang ada dekat gagang pintu kamar. Kemudian terlihat sekilas lampu sensor hijau menyala dan terdengar gesekan sesuatu yang terbuka. Pintu kamar Metta berhasil terbuka. Lantas Mattew memutar gagang pintu untuk memasuki kamar itu.

Mattew menutup kembali pintu tersebut dan berjalan menuju sofa, ia menghempaskan tubuhnya.

Waktu makan siangnya pun hampir habis tapi ia tetap menunggu Metta. Entah ia harus menunggu semalan.

Saat akan memejamkan matanya, Mattew mendengar langkah kaki menuju kamar ini disertai tawa canda. Ia mendengar tawa Metta dan Mattew juga mendengar suara seorang pria.

Mattew membenarkan posisinya, ia duduk membelakangi pintu.

Kriett..

Metta masuk dan terkejut melihat Mattew berada di apartemennya.

"Dari mana saja kau?" Suara berat dan terkesan datar menyapa kedatangan Metta tanpa menoleh ke arahnya.

Metta berdecih, "Apa pedulimu?" Ia mengabaikan pertanyaan Mattew.

"Kau ternyata benar-benar wanita jalang, Metta. Kau membawa seoarang pria ke apartemenmu, hah!! Teriak Mattew, ia mulai geram. Mattew tahu, Metta masuk ke apartemennya tidak sendiri, melainkan mengajak seorang pria. Kemudiam Mattew berbalik tapi seketika emosinya hilang melihat kening Metta terlilit perban serta luka dan memar dibagian tubuhnya.

Mattew menghampiri Metta, "Apa yang terjadi padamu?" Suara Mattew melunak. Saat tangannya terangkat ingin menyentuh wajah Metta, Metta segera menepis kasar tangan Mattew.

"Don't touch me! Aku bukan siapa-siapa lagi dikehidupanmu dan itu bukan menjadi urusanmu lagi. Mengerti?!" Bentak Metta dengan nada suara yang meninggi.

Tristan merasa tidak enak melihat perdebatan mereka, ia memutuskan untuk meninggalkan apartemen Metta. "Metta, sebaiknya aku pergi.."

"Tidak, kau tetap di sini, Tris..!" Perintah Metta dengan suara bergetar.

Dada Mattew terasa sesak mendengar lontaran menyakitkan dari bibir Metta, ia tak menyangka, pertengkaran itu membuat Metta sangat membencinya.

"Lepaskan aku! Lepaskan, brengsek!!" Sekuat tenaga Metta meronta, ia mendorong dan memukul dada Mattew agar pelukannya terlepas.

Saat ini Mattew memeluk Metta, ia tak peduli jika Tristan menatapnya tajam.

"Akhh... hiks..." Metta memegang kepalanya, rasa sakit itu kembali menyerangnya. Tristan yang sedari tadi geram melihat tingkah Mattew, ia tidak tinggal diam.

Tristan menghampiri Mattew dan langsung mendorong tubuh Mattew hingga jatuh tersungkur di lantai.

"Maaf jika aku mencampuri urusan kalian, tapi jika Anda berani menyakitinya lagi. Itu akan menjadi urusanku!!" Tristan berkata tajam dan dingin. Ia memeluk Metta.

Mattew berdecih lalu tersenyum sinis. "Kau tak berhak berkata demikian, dia adalah kekasihku! Lepaskan dia atau aku patahkan tanganmu, dude!!" Mattew menggertak lantas mencengkram lengan Metta. Ia menarik paksa hingga Metta meringis kesakitan.

"Akkhh... sakit, Matt.. hiks.. tolong aku, Tristan.."

Tristan geram melihat tingkah Mattew, "CUKUP!!! Teriak Tristan. Seketika Mattew menoleh ke arah Tristan. Ia melepaskan cengkramannya pada lengan Metta.

"Jika dia kekasihmu, tak seharusnya kau memperlakukan Metta seperti itu. Dia masih merasakan sakit akibat kecelakaan, jadi jangan kau menambah rasa sakit atas perbuatan kasarmu itu!" Ujar Tristan mencoba mengendalikan emosinya.

Bugh....

"Tristan...!!! Teriak histeris Metta. Tangisannya bertambah melihat Tristan tersungkur di lantai, pukulan Mattew tepat mengenai sudut bibir Tristan. Cairan merah mengalir pada sudut bibirnya.

"Bangun, pecundang!!" Bentak Mattew yang masih mengepalkan tangannya.

Tristan mengusap sudut bibirnya dengan ibu jarinya. Ia tersenyum sinis sambil menatap Mattew yang terlihat sangar. "Pecundang? Bukankah kau pecundang itu, dude? Dan kau bukan kekasih Metta lagi!" Ucap Tristan sambil menunjuk ke arah Mattew.

"Damn it, get ready you're going to hell!!" Dengan amarah yang sudah memuncak, Mattew tak segan-segan menyerang Tristan. Ia memukul wajah dan perut Tristan hingga darah segar keluar dari mulutnya tapi Tristan sama sekali tidak membalasnya.

"Hentikan, Matt!!!" Metta menarik tangan Mattew yang hendak memukul Tristan.

Tristan terbatuk-batuk, ia memegang perutnya. Ia bersandar pada dinding, menahan sakit pada tubuhnya yang seakan remuk. Metta tak henti-hentinya menangis, ia menghampiri Tristan dan menangkup wajahnya.

Mattew yang melihat pemandangan itu hanya diam terpaku. Nafasnya tersengal-sengal.

"Aku sangat membencimu, Matt!" Ucap datar Metta tanpa menoleh ke arah Mattew. "Pergi!" Usirnya, ia membantu Tristan berdiri dan membuka pintu lebar-lebar

"Tapi__" ucapan Mattew menggantung.

"Jika kau tak mau pergi, biar aku dan Tristan yang pergi." Ujar Metta yang sudah mengenggam tangan Tristan. "Sebaiknya kita pergi, Tris. Aku sudah muak berlama-lama dengannya!" Ia menarik tangan Tristan keluar dari kamar apartemennya.

"Shit.. Metta tunggu!" Teriak Mattew sambil berlari.

Metta menghentikan langkahnya, begitupun dengan Tristan. "Berhenti, Matt. Kau jangan menemuiku lagi, aku bukan kekasihmu!"

Mattew menggelengkan kepalanya, "Impossible.. Aku tahu kau masih sangat mencintaiku. Katakan padaku jika kau berbohong, kau tidak akan mengakhiri hubungan kita, Ta..." Mattew kembali melangkah tapi lagi-lagi Metta menyuruhnya untuk berhenti.

Metta membalikkan badannya, ia tersenyum sinis. "Berhenti, jangan mengikutiku lagi, Matt. Jika kau masih sayang dengan nyawamu, kau turuti apa yang aku katakan. Aku tidak segan-segan berteriak bahwa kau adalah seorang penjahat." Ancamnya.

Tbc.

Pendek nih😩

Masih mikir untuk part selanjutnya😥 tiba2 ngeblank nii otak😂

Maaf ya🙏🙏🙏

Typo bertebaran guys😉

Yang kangen sama Azka & Alice siapa?? Hayo?😆😆



Because Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang