XCVI - Kesempatan

620 71 2
                                    

Kata terucap kadang manis menyayat ulu

Tapi bisa juga pahit meremas hancurkan hati

Hanya tentang bagaimana kita berucap

Dan bisa tentukan tentang nasib selanjutnya

Tanpa ada waktu

Karena waktu tertentu atas kata

Terhilang manis cinta kasih

Sebab kata bisa putuskan begitu saja

Mahligai cinta yang hancur tanpa kesempatan

‘Sial, aku nggak bawa baju ke sini, percuma kalau mandi terus pake jaket ini lagi, udah bau banget, campur amis darah’, Rizki mengangkat kerah jaketnya, dan kemudian menciumnya.

Hmm, bau banget…., jadi sedari kemarin, pasti banyak yang melihatku aneh, jalan jalan nggak pake baju, trus ada darah yang nempel, sial!!’.

Rizki terus berjalan secepat mungkin, melewati lorong rumah sakit yang terdapat banyak orang berlalu lalang.

Benar saja, tak sedikit dari mereka menatap Rizki dengan aneh, mungkin terkesima dengan keatletisan tubuh Rizki, tapi mungkin juga merasa aneh ataupun takut karena di tubuh Rizki jelas terlihat ada bercak darah.

Mereka juga!!’.

Ridho masih melamun dan berbaring di atas ranjang.

Tak lama pintu ruangannya terbuka, dan dilihatnya itu Putri. Dia datang dengan menenteng nampan berisi mangkok dan segelas air.

“Idho…., makan nih, kamu belum makan kan, aku bawain bubur ayam”, ucapnya yang kemudian mendekat.

Ridho balas tersenyum senang ke arah Putri,

‘Dia pacar yang pengertian’.

Putri meletakannya di meja di samping tempat tidur Ridho.

“Ayo bangun, makan dulu, mau tak suapin nggak?”, tawar Putri.

Senyum Ridho makin lebar, kemudian mengangguk mengisyaratkan ‘iya’.

Ridho bangun, dan Putri mengambil mangkok berisi bubur itu. Di mengaduk beberapa suir ayam dan remahan kerupuk bersama bubur, agar tercampur rata.

Kemudian dia mengambilnya sesendok, dan mengarahkan ke mulut Ridho yang sudah terbuka. Ridho menerima suapan itu tanpa bicara apapun selain tersenyum menatap Putri.

Putri ganti tersenyum senang, karena Ridho mau makan. “Kok senyum senyum sih?”, tanya Putri.

“Manis…”.

Hah!, buburnya manis?”, Putri panik, dia mengaduk-aduk bubur itu, siapa tahu ada yang janggal.

“Enggak kok, buburnya gurih, lezat, yang manis tuh kamu Put”, ucap Ridho terus terang sambil tersenyum pada Putri.

Putri mencubit pipi Ridho,

Ih kamu, gombal mulu dari tadi”, gemas Putri.

“Biarin, abisnya kamu manis sih”.

“Iya, udah nih lagi”, jawab Putri, yang seketika menyiapkan sesendok lagi.

Ridho menerimanya, memakan setiap suap yang diberikan dengan lahap.

Nah gitu, kamu makannya diabisin, biar cepet pulih”.

“Iya, biar bisa boncengin kamu lagi naik sepeda onthel jalan jalan”.

“Eh kita kan di Jakarta, mana ada sepeda onthel di sini”.

Oh iya ding, lupa, hehehe”.

Dua suapan lagi, bubur itu habis, Ridho sangat lahap makan, apalagi disuapi oleh Putri.

Putri mengarahkan suapannya lagi, tapi kemudian Ridho tak membuka mulut.

Dia meringis sepertinya menahan sakit, dan kemudian memegang perutnya yang belum pulih. Putri panik, dia menghentikan suapannya, menaruh mangkok bubur itu di meja.

“Ke, ke napa Dho!!”, dia juga memegangi perut Ridho.

“Perih….”, jawab Ridho masih terus meringis.

“Pasti kamu kebanyakan makan, udah, udah, kamu tidur lagi saja”, ucap Putri yang kemudian mengarahkan Ridho untuk berbaring lagi.

“Minum….”, pinta Ridho.

Putri kemudian secepatnya mengambil gelas air di samping mangkok tadi, dan memberikannya pada Ridho.

Ridho meminumnya, dan kemudian berbaring lagi sambil masih meringis. Putri mengusap- usap perut Ridho, berusaha menenangkannya.

“Udah Dho…., tenang…, nggak usah begitu dirasakan….., nggak lama pasti sembuh kok Dho”.

Tak lama, pintu terbuka lagi, Rizki masuk, dan langsung ikut panik menghampiri Ridho.

“Kenapa Dho?!, kenapa?!”.

Ridho tak menjawab, dia masih meringis.

“Dia makan terlalu banyak, perutnya perih”, jelas Putri.

“Ya, udah Dho, di bawa istirahat saja ya, nggak lama sembuh kok, kamu kan kuat Dho”, ucap Rizki memotivasi.

Ridho mengangguk pelan.

“Ki…, kayaknya buru-buru banget?, dari mana?”, tanya Ridho pelan.

“Dari depan abis makan nasi goreng, terus baru inget, aku dua hari nggak mandi”.

“Iya tuh badannya masih ada darah kemarin, mandi deh sana!”, suruh Putri.

La ya itu, aku nggak bawa baju ke sini, percuma pake jaket ini lagi, udah badeg”.

“Maksud kamu, kamu mau izin ke rumah Lesti ngambil baju?”.

Rizki terdiam mendengar jawaban itu, ternyata Ridho tahu apa yang dia maksud.

“Ya udah sana, satu pesenku, kamu kesana jangan cuma ngambil baju, kejarlah Ki, kejarlah kesempatanmu”, ucap Ridho masih meringis.

Rizki menganggguk dan kemudian pergi.

“Apa hubungan mereka masih belum kembali Dho”.

“Iya…”.

Putri menunduk,

“Semua itu karena aku, andai waktu itu aku nggak dipengaruhi Baron, aku nggak bakal nusuk kamu, aku nggak bakal buat kamu misahin Rizki dan Lesti”, ucap Putri menyesal.

“Udah, nggak usah pikirkan itu, semuanya nggak selamanya salah kamu”, jawab Ridho.

“Maafin aku ya Dho”, imbuh Putri yang langsung memeluk Ridho dalam posisinya yang berbaring.

Ridho menerimanya, dan membalas pelukannya dengan hangat.

“Aku sayang kamu Idho, aku nggak mau kehilangan kamu”, bisik Putri.

“Aku juga”.

Ternyata update di hp bisa ya, dan aku baru nyadar kemarin, ya udah mulai sekarang updatenya normal lagi ya.
Alhamdulillah

Twins [Season 3] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang