XCIV - Khawatir

808 70 10
                                    

Kekhawatiran adalah lingkup yang wajar

Karna bersama termuai ajmi cinta padanya

Tapi kekhawatiran tidaklah cukup wajar

Kalau faktanya bisa meremas ulu hati

Buat tak mampu terpejam atau terlahap

Karena melihatmu bernestapa duka

Lekaslah kembali agar kau bisa memelukku

Lenyapkan bagai api atas rasa khawatirku

Biarlah kembali dalam cinta

"Dok!, kapan operasinya bisa berlangsung".

Dokter Tyo berhenti, kemudian menoleh kebelakang.

"Apa?.., oh operasi saudaramu ya, persiapan masih dilakukan di ruang operasi, dan nanti tiga puluh menit ke depan tepat pukul 8: 35 operasi akan berjalan".

"Oh begitu", ucap Rizki yang kemudian diam dan membiarkan dokter Tyo kembali berjalan.

'Semoga operasinya berjalan lancar, eh..., di mana Putri?', Rizki kemudian tak hentinya celingukan memandang sekitar, berharap sangat Putri segera datang.

...

Sekarang sudah setengah sembilan, lima menit lagi operasi akan dimulai.

Dokter sudah bersiap, Rizki berharap- harap cemas menunggu di luar ruangan. Tapi entah kenapa Putri tak kunjung datang. Kemudian terdengar suara langkah kaki yang sepertinya berlari mendekat ke arah Rizki berdiri. Rizki menoleh, itu Putri.

"Ki!!!", seru Putri.

Rizki diam saja melihatnya, menunggunya untuk berhenti, dan sedikit bernafas. Nafasnya ngos- ngosan, sepertinya dia terburu- buru datang.

"Gi..gimana?!".

Rizki memandanginya, Putri mungkin benar-benar baru datang, dia masih menggendong tas, dan mengenakan jaket merah, dalaman putih juga rok putih.

"Tiga menit lagi operasinya dimulai, beruntung kau tidak telat".

Mendengar itu kemudian Putri berlari lagi, dia ingin masuk ke dalam ruang operasi, tapi secepatnya, Rizki menangkap tangannya, mencegah Putri berlari.

"Kau mau kemana?", tanya Rizki dengan tatapan datar.

"Aku khawatir Ki!!", teriak Putri yang langsung menangis. Dia mungkin memang khawatir.

"Aku juga".

Putri mengusap matanya, yang seketika tangannya basah, air matanya tak terbendung.

"Aku juga khawatir Put, kamu ingin operasinya berjalan lancar kan?, kalau kamu masuk, itu hanya mengganggu, operasinya nggak akan berjalan, jadi sudahlah Put, tunggu saja di sini".

Putri menurut, dia kemudian duduk di bangku tunggu. Rizki menoleh, dan kemudian mengikuti duduk.

"Se...sebenarnya kenapa Ki?, kenapa Ridho sampai gitu?", tanya Putri sambil terus menangis.

"Apa kau sebegitu khawatir?", sahut Rizki balik bertanya.

"Ya iya lah!, kamu tuh gimana!!, aku udah pernah nusuk perutnya, dan hal itu terulangi lagi sekarang, aku merasa bersalah Ki!!".

Rizki mengusap pundak Putri yang masih sesenggukan menangis.

"Kalau begitu tenanglah!, kau tahu Ridho kan?, dia itu orang yang kuat", ucap Rizki menenangkan.

"Tapi bagaimana aku bisa tenang, kalau orang sekuat Ridho pun bisa separah ini, apalagi itu karena aku", sangkal Putri.

"Sudahlah Put, tenangkanlah hatimu, sekarang kau istirahatlah, kau pasti lelah kan habis perjalanan jauh tadi", saran Rizki.

Putri tak menjawab dia terus menangis.

...

Tiga puluh menit berlalu, operasi belum kunjung selesai. Mereka berdua yang menunggu di depan, hanya bisa memasang kecemasan di wajahnya.

Tak ada obrolan di antara mereka, mereka lebih sibuk mementingkan kecemasan mereka masing- masing. Putri terlihat lebih cemas daripada Rizki, rasa cemasnya ecampur dengan rasa bersalah.

"Seandainya dulu aku nggak gampang dipengaruhi, semua ini pasti tak akan terjadi", sesal Putri.

"Nggak semuanya salahmu, ini semua salah kekuatan cenayang terkutuk itu", sangkal Rizki.

"Yang terpenting sekarang, kita berdoa saja untuk kesembuhan Ridho".

"Benar Ki".

Tak lama pintu ruang operasi terbuka, seseorang keluar.

Rizki dan Putri langsung berdiri, menghampiri orang itu.

"Bagaimana Dok?!!, apa semuanya berjalan lancar?", tanya Rizki penuh antusias. Putri hanya mengangguk.

"Alhamdulillah, operasi berjalan lancar, infeksi belum menyebar, dia selamat".

"Apa dia sudah sadar Dok?", tanya Putri.

"Belum, efek anastesinya masih bekerja, tapi tunggu saja, dia akan segera sadar".

"Oh, makasih ya Dok".

"Ya sama-sama, ya sudah saya pergi dulu, semoga pasien lekas sembuh".

Dokter Tyo kemudian pergi berlalu, sedang Rizki dan Putri berhamburan masuk ke dalam ruangan.

...

'Aku ini apa?, yang dibenci....., tapi siapa yang membenciku?, kenapa dia membenciku, apa, apa salahku?. Aku hanya ingin hidup normal.........., tapi takdir tlah memberiku kekuatan ini, tapi kenapa?, kenapa kekuatan ini membuatku dibenci olehnya?, apa salahnya?, apa salah kekuatan ini?, apa kekuatan ini berdosa?. Baron..... dia kawan yang baik, tapi kenapa dia membenciku?, apa salahku?, seandainya aku tak punya kekuatan ini, apa aku bisa hidup normal?, aku ingin hidup normal'.

Perlahan, cahaya muncul, sebuah gambaran tergambar, seseorang dilihatnya.

Dia cantik, dengan rambut sebahu, tersenyum manis ke arahnya.

"Putri?..., di mana aku Put?", dia memegang kepalanya,

"Kenapa kepalaku begitu pusing?".

Putri memegang kepala Ridho, membelainya dengan lembut.

"Put, aku di mana?, kenapa kepalaku pusing sekali?, perutku juga, kenapa rasanya perih", ulang Ridho.

"Kau terluka parah, lalu ku bawa ke rumah sakit, kau barusaja sadar dari operasi".

"Operasi?, berarti aku tak jadi mati setelah itu..., Ki.., lalu di mana Jay?", tanya Ridho.

alhamdulillah, semoga besok minggu depan bisa update lagi yah.... aamiin

salam diksi

salmanpicisan

Twins [Season 3] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang