CXVII - Sudah Lama

502 55 2
                                    

Matahari terlihat begitu terang, namun tidak terlalu terik karena udara terasa sejuk. Sejak satu jam di sudut pendhapa itu suasananya sepi sunyi, bersama sumilir angin yang terasa dingin menampar kulit. Walaupun mereka berdua, sepasang suami istri itu masih duduk manis bercengkerama sambil menikmati kue klepon dan dua cangkir kopi di samping pilar pendhapa.

"Pa'e..., kapan tho Ridho ro Rizki bali?, suwi men 'ek. Sa'jane ono opo tho Pak neng Jakarta kono, nganti nganti ana'e dewe do rono. Aku kuwatir, piye yen Rizki ngumah karo Vena maneh lan ora mbalek rene maneh Pak...., aku ra pengin prastawa kae kadadean maneh Pak...., piye iki Pak...?(Pak, kapan ya Ridho dan Rizki pulang?, terlalu lama. Sebenarnya ada apa ya Pak di Jakarta sana, sampai sampai anak kita pada ke sana. Aku khawatir, bagaimana jika Rizki tinggal bersama Vena lagi dan nggak akan kembali lagi ke sini Pak...., aku tidak ingin peristiwa itu terjadi lagi Pak...., bagaimana ini Pak...?)", ucap bu Imah, bicara pada pak Rama yang sedang menyeruput kopi.

Pak Rama meneguk kopi itu dengan nikmat, dia kemudian meletakan gelas itu di atas baki,

"Ben e tho Bu..., dhe'ne cah loro ki wus gedhe, wus ngerti opo sing becik, ugo sing olo, ewodene Rizki bakal ngurip ono kono, dhe'ne wus ngerti nak dhe'ne ki anake dhewe Bu(Biarkan saja Bu..., mereka berdua itu sudah besar, sudah tahu apa yang benar, juga yang salah, meski Rizki akan tinggal di sana, dia sudah tahu bahwa dia itu anak kita Bu)".

Tak berapa lama bu Imah terlihat sedih dengan pemikiran buruknya tentang Rizki yang akan pergi lagi dan tak akan bertemu dengannya lagi.

"Jek pirang sasi aku weruh anakku, tapi kepiye Pak?, opo Ibu kudu duko maneh mergo Rizki lungo(Baru beberapa bulan aku melihat anakku, tapi bagaimana Pak?, apa Ibu harus berduka lagi karena Rizki pergi)".

Pak Rama tak menanggapinya, karena tak berapa lama juga, suara deruman kendaraan yang terdengar mulus mulai terdengar.

Sontak pak Rama dan bu Imah menengok ke arah gerbang rumah, dan selang beberapa detik, terlihat sebuah mobil sedan pink memasuki rumah, diikuti seseorang yang mengendarai motor merah dari belakang. bu Imah dan pak Rama awalnya bingung, kiranya tamu dari manakah mereka itu. Mobil itu terus maju mengitari depan pendhapa, mengarah ke garasi di mana sebuah mobil hitam terparkir.

Mobil itu kemudian berhenti, tepat di samping mobil hitam itu. Sedangkan motor merah di belakangnya tadi malah berhenti di depan bu Imah dan pak Rama yang masih terheran dengan kedatangan mereka. Bu Imah menatap lekat orang di atas motor merah itu. Seorang pemuda, dengan pakaian, juga tas dan sepatu yang berwarna serba merah. Dia merasa taka sing dengan orang itu, dia terus menatapnya lekat.

Orang itu kemudian melepas helm merahnya, dan baru bu Imah sadar, siapa orang itu.

"Rizki?!!, kowe bali Le?!!(kamu pulang Nak?!!)", teriak bu Imah senang dan langsung berdiri.

Rizki sempat merapikan rambutnya, dia kemudian membuka reseleting jaket merahnya, memarkir motornya itu, dan menyalami bu Imah yang berdiri senang melihatnya. Rizki juga meraih tangan pak Rama, menempelkannya pada kening. Bu Imah meraih bahu Rizki, memeluknya erat,

"Oalah Le..... suwi men awakmu neng kono.... Ibu kangen banget ro awakmu(Oalah Nak..... lama sekali kamu di sana .... Ibu kangen banget denganmu)".

Rizki membalas pelukan bu Imah,

"Inggih Bu..., maturnuwun sampun nunggoni Rizki, Rizki teng mriko munduti barang barange Rizki, ben biso digowo mrene kabeh Bu...(Iya Bu..., terima kasih sudah menunggu Rizki, Rizki di sana mengambili barang barang punya Rizki, agar bisa dibawa ke sini semua Bu...)", ucap Rizki yang masih mahir menggunakan bahasa Jawa, setelah malam itu dia diberi kemampuan berbahasa Jawa oleh Sang Dewi.

Twins [Season 3] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang