CVIII - Kembali Pulang

562 72 1
                                    

Tanah ini benar bukan tempatmu keluar dari rahimku

Karna darahmu tidaklah darahku

Tapi jujur, tanah ini adalah saksi yang sudah membisu

Digergaji pecahan tajam beling waktu

Yang perlahan tlah meleleh

Buat sejuta singkapan jadi nyata

Bahwa aku menyayangimu

Namun seakan tertutup buih kelabu mendung

Tak terlihat hanya samar saja.

Suasana tampak sunyi.

Walau sekarang sudah siang dan biasanya selalu ramai tak pernah sepi. Kesepian teramat terasakan dari dalam kamar itu.

Walau lamat- lamat terdengar sesenggukan suara tangisan. Yang kelihatannya pilu, tak rela kehilangan.

Seseorang membuka pintu kamar itu,

"Ma....". Bu Vena tak menjawab, dia merangkul kedua lututnya yang ditekuk, matanya menatap serius pada foto yang ada di atas meja di depannya.

Suaminya yang tadi mengetuk pintu itu langsung masuk, berjalan perlahan namun pasti, sambil terus melihat pada bu Vena.

"Sudah berhari-hari sejak Mama lihat foto itu, Mama jadi sedih lagi, udah lah Ma, Rizki sudah menemukan hidupnya, kita tak harus mengekangnya terus, dan Mama jangan berlarut larut merindukannya". "

Aku mencintainya melibihi apapun di dunia ini, rasa sayang Mama, cuma rasa sayang seorang ibu pada anaknya, tapi apa salah Pa?, apa salah Mama menyayangi Rizki?".

Pak Budi menghela nafas panjang,

"Papa tau kok Ma, tapi kalau dengan itu Mama jadi sedih dan melupakan kondisi kesehatan Mama sendiri, itu nggak baik Ma, kalau Mama sakit gimana?".

"Biarlah Pa....., Mama nggak peduli lagi, yang Mama mau hanya Rizki, karena Rizkilah yang membuat Mama hidup, juga bersemangat menjalani kehidupan......., kalau Rizki pergi......, biarin Mama mati aja Pa".

"Lupakan dia Ma!, lupakan!, Papa tahu Mama sangat menyayanginya, tapi Mama juga harus tahu, kalau dia sudah kurang ajar pada kita, dia tak menganggap tulus kasih sayang kita, dia pantas untuk pergi!".

Bu Vena diam, tak menjawabnya, di hatinya pasti ada ketidaksetujuan dengan kata kata itu, tapi mungkin memang benar perkataan itu, dia tak bisa menyangkal bahwa Rizki sudah tak menganggapnya lagi.

...

Sementara itu, Rizki Ridho, Lesti, juga Putri sudah ada tepat di halaman rumah bu Vena. Sepertinya, rencana Rizki untuk 'kembali pulang', benar-benar dilakukan.

"A' Iki, kirain kita mau jalan-jalan bareng, tapi kenapa ke sini?, kita mau ngunjungin bundanya A' Iki ya?", tanya Lesti spontan.

Rizki hanya menoleh pada Lesti, serasa berat untuk menjawabnya, karena nyatanya dia kembali ke sana bukan untuk kembali seperti dulu, dia kembali untuk sekedar numpang nginep beberapa hari ke depan.

Ridho, yang sepertinya sudah tau apa yang dipikirkan Rizki, segera menepuk pundaknya, "Cobalah untuk terbuka dan menerimanya Ki, nggak ada salahnya kan?".

"Eh.., oh, kau benar Dho, tapi......, aku tak tahu cara memulainya".

"Aku tahu kau orang yang berani, jadi mulailah untuk berani, lakukan apa yang kau yakini, dan hargai kasih sayang mereka yang selama ini telah mereka berikan untukmu".

Rizki menganggung, tapi wajahnya masih menunjukan sedikit keberatan.

"Ya udah Rizki, ketuk pintunya, jangan lama lama", ungkap Putri unjuk bicara.

Rizki melihat Ridho mengisyaratkan keraguan, seolah-olah bicara ' apa sekarang waktunya?'. Ridho mengangguk, kemudian Rizki berpaling, mengepalkan tangan dan mengetuk pintu.

"Assalamualaikum!".

Tak lama terdengar suara langkah kaki yang cepat mendekat, dan langsung membuka pintu.

"Ya....", orang bertubuh sedikit renta itu langsung kaget, tak percaya dengan seseorang yang dilihatnya.

"Den Rizki?!!", tanpa pikir panjang, orang itu berlari dengan tergopoh-gopoh, meninggalkan Rizki dan yang lainnya yang masih berdiri di luar pintu. Dia tak mempersilahkan Rizki masuk, dia langsung berlari begitu saja.

"Ini kita nggak disuruh masuk?", bingung Putri.

"Bibimu itu terlalu antusias dengan kedatanganmu Ki".

...

Mbok Iyem sedikit terbirit datang, menggandeng seseorang yang wajahnya terlihat berbinar walau matanya masih dipenuhi air mata. Wajahnya tambah berbinar setelah kemudian dia melihat seseorang yang berdiri di depan pintu.

"Rizki?!!!!", bu Vena langsung melepas gandengan Mbok Iyem, dan kemudian datang memeluk Rizki.

Rizki diam saja tanpa membalas pelukan bu Vena, tak ada respon selain matanya yang menyimpan amarah.

'Aku coba tak marah, aku coba untuk lupakan itu sejenak, tapi jujur saja, aku masih ingat betul kau mengatakan itu, kau bicara seolah itu biasa saja, tapi kau tahu!!!, kau menculikku!!!, kau menjauhkanku dari keluargaku!!!, kau!!, penjahat!!!'.

Bu Vena mendekap Rizki dengan hangat, dia mencurahkan rasa sayang seorang ibu pada Rizki.

"Jangan terlalu pura pura di depanku!, aku bukan mainanmu lagi!, aku bukan anakmu!".

Mendengar itu bu Vena jadi menangis, dia tambah kencang mendekap Rizki, dan membenamkan wajahnya yang pilu itu ke dada Rizki yang lebih tinggi darinya.

"Nak...., Iki....., maafkan Mamamu ini, Mama tau Iki udah besar, Mama juga tahu Iki udah tau semuanya, tapi tolong maafin Mama, percayalah Mama sayang kamu Rizki", ucap bu Vena berderai-derai. Ridho, Lesti, juga Putri hanya diam menyaksikannya, sedang mbok Iyem malah tersenyum haru memandangi mereka.

"Chz..., aku nggak akan bisa dibodohi lagi!, aku bukan mainanmu sekarang.... 'mama'".

'Rizki!!, mau apa dia?, dia bilang mau memaafkan Mamanya itu, tapi apa itu?, apa dia masih nggak rela melakukannya?', batin Ridho.

"Mainan?", bu Vena melepas dekapannya, dia menatap pilu pada Rizki, mengusap pipi Rizki dengan kedua tangannya,

"Kamu anaknya Mama Rizki..., kamu bukan mainan, kamu anak yang udah Mama gedein dari dua puluh tahun lalu, kamu anak yang udah banggain Mama karena selalu dapat peringkat satu di sekolah, kamu anak manja, tapi penurut dengan kata-kata Mama, kamu anak kebanggaan Mama, kamu anak kesayangan Mama, kamu bukan mainan!", ujar bu Vena dengan keyakinan.

Rizki sekarang mulai berkaca-kaca, ucapan itu benar-benar menyentuh lathifanya, dia seolah merasakan kesedihan wanita itu.

Tangan Rizki datang, menyambut air mata yang perlahan tumpah dari mata kiri bu Vena, dia mengusapnya lembut, sedangkan matanya sendiri malah tambah berkaca-kaca.

"Mama".

AUTHOR MAU MINTA MAAF READERS

KARENA BEBERAPA UPDATE YANG LALU, AUTHOR HANYA VIA HP. DIKARENAKAN SIBUK SEKOLAH, UPDATE JADI TERBENGKALAI, DAN TAK SEMPETIN CUMA LEWAT HP

MEMANG BENER UNTUNG TAK DAPAT DIRAIH, MALANG TAK DAPAT DITOLAK

HP YANG BUAT UPDATE EMANG NGGAK SEHAT, CUMA BUAT TYPE AJA SUSAH DIPENCET. ITU YANG KEMUDIAN NGEBUAT UPDATENYA ADA TYPO, SALAH EJAAN, KURANG TANDA BACA, KATA KEULANG, DAN YANG PALING PARAH DI SAAT KETIDAKSEHATAN ITU TERJADI, HPNYA MENCET "PUBLISH" SENDIRI.

KACAU, BENER DAH

JADI MOHON DIMAKLUMI KALAU AUTHOR UPDATENYA ADA YANG CACAT

MAAFKAN

SALAMDIKSI

SALMANPICISAN

Twins [Season 3] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang