CXXVI - Pertarungan Yang Sebenarnya

349 38 4
                                    

Wretaksanda tetap tak bergerak, sedangkan Rizki masih serius mengendalikan jari telunjuknya. Dengan tangannya Rizki membanting Wretaksanda kuat-kuat ke tanah. Wretaksanda meringis kesakitan, tangannya memukul-mukul tanah di bawahnya itu, bagaimana tidak, bantingan Rizki itu begitu kuat, mungkin beberapa tulangnya remuk karena itu.

Cincin di tangan Wretaksanda bersinar lagi, dari bawah tanah tempatnya jatuh, munculah ular besar untuk kedua kalinya. Wretaksanda terangkat ke atas, dia menduduki kepala ular yang terus memunculkan tubuhnya dari tanah.

Setelah seluruh tubuh besar ular itu muncul dari tanah, Wretaksanda berdiri menginjak kepala si ular, dia agak menoleh sedikit pada ular besar yang satunya lagi, yang masih berdiri kaku, dan dalam sekejap ular itu hilang, lenyap.

"Aku rasa kau mulai serius sekarang Latu", ucap Wretaksanda berdiri di atas kepala ular,

menatap Rizki dengan angkuh.

Rizki yang entah sejak kapan di selimuti api yang menjilat-jilat pun menjawab dengan lantang, "Selalu ada waktu untuk serius di saat menghadapi orang yang mengacau di tanahku!!". Dari balik punggungnya muncul tujuh bola api yang melayang,

"Mati kowe!!!(Mati kamu!!!)", bola-bola itu melesat bersamaan kepada Wretaksanda.

Wretaksanda mengelak dengan susah payah menghadapi bola-bola panas itu dari atas kepala ular. Rizki tersenyum bengis,

"Hah!, aku tak mau menyerangmu bodoh!!!", dia mencengkeramkan jari-jari tangannya, dan dengan itu bola-bola api itu berhenti melesat, dan jatuh bersamaan menimpa tubuh besar ular di bawahnya.

Ular itu mengibaskan ekornya berkali-kali karena tubuhnya melepuh, itu membuat Wretaksanda di atasnya goyah, kehilangan keseimbangan. Tapi lagi-lagi Wretaksanda memainkan tangannya, membuat ular yang masih kesakitan itu langsung patuh dan diam. Wretaksanda mengarahkan ekor ular itu ke depan, menghantam Rizki.

Rizki menghindar secepat kilat, tubuhnya melayang lagi, dia berpijak pada tubuh besar ular itu, dan melesatke arah Wretaksanda. Dia meraih tangan Wretaksanda secara paksa.

"Hey kenapa kau ini?".

...

Nafas Ridho terburu, dia sudah berdiri, tapi dia tak bisa apapun, di sekelilingnya yang dia lihat hanya asap, tak ada benda lain, juga pintu keluar dari kamar Putri itu yang dia lihat selain asap hitam yang sangat pekat.

Namun mendadak asap hitam di sekelilingnya itu berkumpul, memusat pada sebuah titik, menampakkan Ridho sebuah tempat lain yang sudah ada di depan matanya sekarang.

"Dimana aku?".

Ridho menatap sekitar, semuanya hitam, namun tak seutuhnya hitam. Di bawahnya, ada banyak garis-garis yang berjejer, melintang, juga membujur membentuk banyak kotakan persegi. Semua garis-garis itu bersinar biru, Ridho berpijak di atasnya, dia tak tahu dia ada di mana. Dia menengok kekanan, juga kekiri, semuanya hanyalah hitam dengan garis-garis biru yang menjadi kotak, yang sangat luas tak berujung. Cahaya datang tepat di depan Ridho, dan cahaya itu memunculkan Putri, berdiri di depan Ridho.

"Putri?".

Putri datang, dia memeluk Ridho di depannya, dan menyenderkan kepanya di dada Ridho. Tanpa bingung-bingung Ridho membalas pelukan itu, dia meletak dagunya di rambut Putri, mengusap rambutnya pelan.

 Tanpa bingung-bingung Ridho membalas pelukan itu, dia meletak dagunya di rambut Putri, mengusap rambutnya pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dho, aku sayang kamu Dho", Putri berisak, membasahi dada Ridho dengan air matanya.

"Aku juga sayang kamu Put".

"Tapi Dho, sepertinya kita tak bisa bersama lagi", Ridho terperanjak, tangannya mendorong tubuh Putri, melepas pelukannya.

Namun tangannya itu masih memegangi tubuh Putri, menatap Putri lekat.

"Jangan kau menatapku seperti itu Dho!, akupun tak ingin itu akan terjadi".

"Lalu kenapa kau bilang begitu?, kau ingin membuatku cemas?", Ridho menarik tubuh Putri lagi, untuk kedua kalinya memeluk Putri.

"Kau lihat sendiri 'aku yang tadi', kau sendiri bilang aku bukan Putri lagi, ya benar Dho, cepat atau lambat aku benar benar menjadi 'bukan Putri seutuhnya Dho".

Ridho teringat tentang kejadian di kamar Putri tadi, Ridho merasakannya, Putri bukanlah Putri. "Jangan bilang begitu Put!, aku sama sekali nggak ingin kehilangan dirimu".

"Takdir memang kejam Dho, dan karena kekuatan itu, aku akan jadi 'bukan Putri' Dho. Menjauhlah dariku Dho, aku nggak ingin kau terluka, aku menyayangimu Dho".

Ridho terenyuh, jantungnya berdegup kencang, dia mempererat pelukannya, dia tak ingin kehilangan Putri. Tubuh Putri perlahan menghilang, Ridho tambah erat memeluknya, dia benar-benar tak rela kehilangannya. Putri seutuhnya menghilang, Ridho tak mengubah posisinya, posisi memeluk tubuh Putri yang sudah menghilang. Matanya terpejam mengalirkan air mata,

"Putri!!!!".

Kalau ada mata yang menanar menebar rajah

Rajah rajah bernubuat kusta

Tak pantas buat kelangsungan cinta

Kau yakinlah aku tak akan menumbuhnya

Walaupun hanya, atau hanya cuma

Yang dapat merorongrong mahligai ini

Tapi kenapa tetap saja

Takdir ini keji

Dia merajah diri, sudah tinggal roboh saja

Dia merajah diri, sudah tinggal roboh saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Twins [Season 3] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang