'Aku ini apa?, yang dibenci....., tapi siapa yang membenciku?, kenapa dia membenciku, apa, apa salahku?. Aku hanya ingin hidup normal.........., tapi takdir tlah memberiku kekuatan ini, tapi kenapa?, kenapa kekuatan ini membuatku dibenci olehnya...
"Apa!!, dia melawan siluman ular?!, dia pasti dalam bahaya sekarang Dho", setelah Ridho menceritakan semuanya, Lesti terlihat sangat khawatir, dia tak ingin terjadi apapun pada Rizki kekasihnya.
Bu Imah dan pak Rama hanya menatap biasa-biasa saja pada Ridho, mereka tahu betul pertarungan dengan musuh seperti siluman itu memang sudah menjadi resiko kedua anaknya.
Kedua anaknya yang bukan manusia biasa, sebuah titisan yang sudah ditakdirkan untuk menjaga dan melindungi kitab Aruna, dan kedamaian di Gunung Kidul.
'Aku sudah menjelaskan semuanya..., dan, dan sekarang apa?, aku tak punya arah kalau tanpa Rizki bersamaku, aku tak tahu aku harus apa', mata Ridho kosong, dia mempelototi makanannya dengan tatapan kosong.
Pikirannya kacau tak karuan, dia menghawatirkan Rizki, tapi dia terus teringat tentang apa yang terjadi pada Putri sekarang. Merasa diacuhkan Lesti bangkit, dia menggebrak meja makan, dan lalu berdiri,
"Ridho!, kamu dengar aku!!".
Tak ada respon dari Ridho, dia tak bergeming. Bu Imah ikut berdiri, dia mendekat Lesti dan kemudian mengusap-usap pundaknya lembut,
"Sudah tho Nduk, tenanglah, tungggu saja Rizki, dia pasti pulang, dia pasti bisa menghadapinya, dia itu kuat Nduk".
"Tapi Bu, terakhir kali aku melihat Rizki berantem dengan musuh, keadaannya sangat mengerikan seperti waktu itu, aku yakin Ibu tahu itu, aku nggak ingin A' Iki kenapa napa Bu...", nada bicara Lesti yang semula menggertak pada Ridho, jadi agak pelan saat berbicara pada bu Imah yang dia segani.
'Aku ndewe, Ibune, yo sabenere kuwatir, opo maneh nak gelute Rizki koyo mbengi wayah kae, aku yo ra kepinging Rizki kenopo nopo. Tapi piye maneh, aku rerti banget nak kuwi wus dadi kodrate anakku(Aku sendiri, Ibunya, ya sebenarnya juga khawatir, apa lagi jika perkelahian Rizki sama seperti malam waktu itu, aku juga nggak mau Rizki kenapa napa. Tapi mau bagaimana lagi, aku tahu betul itu sudah jadi takdirnya anakku)'.
"Ya sudah Dho!!, kalau kamu nggak kasih tahu aku di mana Rizki sekarang, dan bahkan kamu nggak mau cari Rizki sekarang, biar aku saja!!. Aku sayang A' Iki!, aku nggak mau Aa' kenapa napa", Lesti berjalan cepat ke depan rumah, dia kemudian berlari keluar berniat mencari Rizki yang entah di mana.
"Ojo tho Nduk(Jangan Nak)", larang pak Rama dan bu Imah bersamaan.
Terlambat, Lesti sudah berlari pergi, dia tak sedikitpun menoleh kebelakang, dan terus berlari ke depan. Ridho masih tak bergeming, matanya kosong.
Duka dalam tawa pergi, cinta kejam tanpa elegi
Semua senya tinggal berakhir, pada siksa yang terukir
Tinggal cinta, fatamorgana tak nyata
Dan mentari merundung di penghujung hari
...
"Aurrggh!!", Rizki meringkik kesakitan, tubuhnya terasa sakit semua.
Dia membuka matanya, menyadari bahwa dirinya terbaring di atas lumpur sawah dengan kepala bersender di tegalan sawah yang ditanami pohon jagung. Dia menduduki beberapa tanaman padi muda, baju dan tubuhnya kotor berlumur lumpur. Dia terbatuk beberapa kali, memegangi dadanya yang sesak karena menghirup aroma gosong yang sangat pekat. Rizki membuka matanya lebar, tangannya bertumpu pada tegalan untuk berdiri. Dia menatap ke depan, semua terlihat hangus.
Rerumputan di pinggir tegal, juga tanaman padi lenyap, dan sisa-sisanya berwarna hitam legam. Selain di tempatnya duduk yang berlumpur itu, semua lahan sawah terlihat kering, tak ada lumpur, juga air, keadaannya seperti habis dihanguskan dalam sekejap. Walau dengan nafasnya yang terangah, dia agak mengingat-ingat apa yang terjadi.
"Ledakan itu menghanguskan semuanya..., bahkan lumpur dan air juga mengering, aku terpental jauh dari ledakan di sana, beruntung aku jatuh di lumpur, bukan di batu", Rizki menganalisa apa yang sudah terjadi.
"Wretaksanda!!!", matanya yang sudah tak merah itu terbelalak, dia baru ingat dia sedang berhadapan dengan musuh tadi.
"Di mana dia sekarang?!, apa dia menghilang dengan cincin itu dan ularnya?".
Dia memegangi kepalanya, memijitnya pelan,
"Auh..., kepalaku pusing, tubuhku sakit semua", dia terduduk lagi, terduduk di atas tegalan dan merusak beberapa tanaman jagung kecil di bawahnya.
"Cincin itu...., aku tak pernah mengira akan menemukan cincin itu, tapi di tangan orang yang salah seperti Wretaksanda".
Cincin magis purnama merah adalah sebuah pusaka yang pernah digunakan oleh bidadari Nawang Wulan.
Si bungsu, atau bidadari ke-7 dari legenda tujuh bidadari dalam cerita
"Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari".
Dan Nawang Wulan sendirilah yang menjadi istri dari Jaka Tarub, ibu dari Nawang Sih dalam cerita tersebut.
Cincin itu mampu mengendalikan semua ilusi yang ada dengan memberikan ilusi baru, hampir sama seperti kekuatan cenayang, cincin itu mampu mengendalikan pikiran objek sesuai kemauan pengguna.
Bedanya, jika kekuatan cenayang mampu mengendalikan pikiran jiwa lain dengan jiwa pemilik kekuatan, sedangkan cincin purnama merah mampu mengendalikan pikiran objek apapun dengan gerakan dan perkataan pemakainya saja.
"Aku harus bisa mencari dan bertarung dengan Wretaksanda lagi, aku harus bisa merebut cincin itu, dia tak boleh menggunakannya dengan kegelapan", tukas Rizki sambil menyeringa menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.