CXXXII - Jadi Lain Sekarang

300 35 0
                                    


Senja adalah Arzani

Yang buat hati kita berpisah

Kini, dan entah sampai kapan

Aku cuma menunggu lembayung

Ditaburi ujung hidupnya Arzani

Yang menggerus dirinya

Karna sudah bosan hidup

Seperti cinta kita

Yang sudah bosan bersatu

Suasana terasa sepi, saat terjadi percakapan di antara kedua saudara itu. Rizki sibuk mondar-mandir di dalam kamar, sambil terus berucap panjang lebar.
Sedangkan Ridho, entah kenapa dia malah menatap kosong pada jendela kamar yang terbuka lebar, yang langsung mengarah pada pendhapa dan halaman rumahnya yang luas di depan sana.

‘Aku merasakannya…, sebuah rasa bosan yang akan menyerangku…, tapi apa itu?’.

“Dan saat Aruna itu meninggi!, aku akan menikmati setiap jengkal saatnya!!”, seseorang berbicara dengan nada seram dari arah gerbang rumah.
Ridho, juga Rizki kakaknya langsung mengarahkan mata mencari sumber suara.
“Putri!!”, kaget Rizki melihat Putri di halaman rumah dari balik jendela kamarnya.
Putri memang terlihat seram, bajunya serba hitam, dari ujung tangannya, sampai sekujur tubuhnya berkobar asap hitam dengan bau yang menyengat. Wajahnya pun seram, kelopak matanya terlihat hitam pekat, dengan polesan lipstick hitam yang melumuri bibirnya. Dia berjalan dengan mantap memasuki halaman rumah itu, dan kemudian duduk di altar pendhapa.
‘Firasatku buruk, dia bukan Putri….’, batin Rizki yang bersiap memasang kuda-kuda.
“Tak kan ku biarkan Aruna berganti Wulan, sebelum aku merenggut dua tato sakti di perut kalian…”, ulang Putri merapal.
Putri berdiri dan kembali berjalan, mendekat, sedangkan Rizki makin bersiap dengan posisinya bahkan tangannya yang mengepal sudah berkobar api sekarang.
“Ridho!, bersiaplah!!”, teriak Rizki yang mendapati Ridho duduk di atas ranjang dengan tatapan kosong mengarah pada Putri.
“Kau kenapa Dho!!, ayo bersiaplah!, dia akan menyerang kita!!!”, teriak Rizki sekencang-kencangnya.

“Aku cuma takut, hal ini akan terjadi…., aku cuma takut kalau menawannya bulan dihina begitu saja dengan permukaannya yang tandus dan buruk rupa”, lenguh Ridho.
Merasa Ridho tak bisa diandalkan, Rizki dengan sigap bergerak seperti kilat, dia berpindah dalam sekejap mata di depan Putri yang sedari tadi sudah berdiri dengan senyum jahatnya. Itu adalah manipulasi ruang milik Rizki, dengan kekuatan itu dia bisa memanipulasi setiap ruangan yang berdimensi, bergerak dengan cepat seolah-olah jarak antar ruangan seribu kilometer menciut hingga satu senti saja.
“Hrrzz….. setiap kata, pada dua jarum jarah waktu, diamlah untuk waktu yang lama!”, Putri meramul lagi.
Entah kenapa setelah kata-kata itu terucap, waktu seolah membeku, Rizki yang tadinya bersiap menyerang Putri malah membatu, tak bergerak, maupun berkedip sedikitpun.

“Cinta ini seolah bulan yang terlihat menawan, dan kenapa sekarang…, terlihat jelas bahwa permukaan bulan ini tandus, tak mulus, buruk rupa, hubungan cinta ini jadi luntur, berubah sekejap jadi rasa kekecewaan”, lenguh Ridho lagi.
Dia tak bergeming sedikitpun, matanya tetap kosong, tak melihat bahwa Putri sudah memasuki kamarnya melewati jendela kamar yang terbuka lebar.
“Dan apakah kau masih ingin menawankan tandusnya bulan bersamaku?, merajut cinta yang cantik ini, dan seolah menutupi semua buruk rupanya bulan dalam kegelapan malam dan kendali Kusumadipati”, Putri meramulkan mantranya pada Ridho yang melamun.
“Putri?!”, Ridho tiba-tiba tersadar dan langsung memeluk Putri yang tepat di depannya. Mantra Putri gagal, Ridho tak lagi melamun.
“Put…, entah kenapa sudah lama aku ingin memelukmu seperti ini, aku menahannya, dan sekarang aku bisa melepaskannya, aku menyayangimu Put”.
Deg.
Mata Putri terbelalak, tiba-tiba berkaca-kaca dan membalas pelukan Ridho, asap hitam di tubuhnya, bahkan sampai setelan bajunya dari lipstick dan baju serba hitamnya hilang lenyap. Dia luluh dan menangis menderu dalam pelukan Ridho.
“Put…, kenapa kau menangis?, kau tak apa-apa?”, ujar Ridho mengelus rambut Putri.
Putri tambah kencang menangis,
“Dho…., aku tak ingin seperti ini…., aku tak ingin jadi ‘yang lain’ apapun itu…., tolong aku Dho….”.
“Hey…, tenanglah, aku di sini, bersamamu”.

“Eh apa ini?, di mana Putri?, seolah ini baru satu detik yang lalu, tapi kemana dia?, kenapa rasanya sudah begitu lama sejak sedetik yang lalu”, heran Rizki, yang lepas dari ramulan, tak membatu lagi.
Dia mendengar lamat-lamat yang makin keras mengarah dari dalam kamar Ridho. Dia mendekat, melompat masuk dari jendela yang cukup tinggi, dan mendapati Putri sedang menangis dipelukan Ridho.
“Awas Dho!!, dia bukan pacarmu lagi!!”.
“Ssttt…  Ki!, jangan ngomong gitu!, jangan buat Putri tambah sedih”.
Putri tiba-tiba melepas pelukannya, menatap Rizki sambil mengusap matanya yang berlinang.
‘Eh!, aku yakin betul saat melihat matanya tadi, dia bukan Putri, dia iblis yang jahat. Tapi, tapi sekarang tatapan matanya berubah, dia Putri, aku yakin dia benar-benar Putri’.
Kehebatan Rizki selain dengan kekuatan supranaturalnya, dia bisa melihat hati, perasaan, bahkan kepribadian seseorang hanya dari tatapan mata orang itu saja. Dia tak perlu bertahun-tahun mengenal dan akrab dengan orang itu, dia bisa mengetahui kepribadiannya hanya dengan menatap matanya saja. Sedangkan kehebatan Ridho, adiknya, selain dengan kekuatan supranaturalnya, dia bisa melihat hati, perasaan, bahkan juga kepribadian seseorang hanya dari kata-kata yang terucap. Ridho lebih mengedepankan perasaan ketimbang logika seperti Rizki, karena dia punya hati yang lembut dan selalu ingin memahami perasaan orang lain dengan benar.Rizki maupun Ridho, adalah saudara kembar yang memang identik sama dalam kemampuan, dan juga keadaan, namun yang membedakan mereka berdua hanyalah jalannya masing-masing, jalan untuk menjalani kehidupan.

“Ki…, bantulah aku…, bantulah aku melepas kutukan ini!”, rengek Putri.
Rizki berjalan mengarah pada lemari baju yang ada di sudut ruangan, dan berkata,
“Duduklah dengan manis…, pacar adikku, aku akan carikan ramulan yang bagus untukmu agar kau tak meramulkan mantra padaku seperti tadi k***r**…”.
Putri menurutinya, dia duduk manis di samping Ridho sambil menunduk, sepertinya dia sedang merenungi apa yang sudah terjadi. Rizki membuka lemari, mengambil sebuah buku usang yang terselip di bawah baju, dia membukanya, membuka beberapa halaman dan mempelajarinya dengan cepat. Ridho, matanya teralihkan pada jari manis Putri yang dililit cincin dengan batu merah yang berkilau. “Cincinmu bagus Put…”, puji Ridho

Twins [Season 3] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang