Teman

1.5K 54 3
                                    

Neo merebahkan tubuhnya di lantai. Ia melepas kacamata yang dipakainya. Kedua tangannya mengusap wajahnya yang seolah tak bisa berhenti bergetar.
"Aku takut sekali Ruki." kata Neo pelan sambil menutup kedua mata yang ditutupi lengannya.
Ruki melihat teman se kamarnya itu terlihat cukup depersi.
"Satu hal yang yang hanya bisa aku lakukan saatku masih kecil adalah mendapatkan nilai ujian 100" kata Neo sembari kembali memutar memorinya pada masa lalu.

"Setiap kali aku ujian, baik itu saat SMP atau bahkan SD, nilai ujian maupun tesku selalu mendapat nilai yang baik." kata Neo memulai ceritanya.
"Masa laluku tidak sebaik yang orang lain kira atau bayangkan." kata Neo sambil menghela napas.

Ruki mencoba mendengarkan keluh kesah teman se kamar serta sahabat barunya itu.
"Aku selalu mendapat nilai baik dalam setiap pelajaran. Selalu bisa mengerjakan soal-soal yang ada dan selalu menjadi murid teladan di sekolahku. Mungkin, bila itu terjadi pada orang lain mereka mungkin akan senang atau bahkan gembira." lanjut Neo.

"Kepintaranku ini mendatangkan berkah bagiku. Teman teman sekelasku mulai berdatangan padaku. Mereka ingin belajar dariku. Aku selalu membantu mereka menghadapi kesulitan kesulitan akan pelajaran yang sedang dihadapi."

"Saat itu adalah saat saat yang paling membahagikan bagi diriku. Di situ aku merasa dibutuhkan. Aku masih ingat ketika salah satu temanku berkata, " Wah besok kita ada ulangan matematika, tapi tenang saja, jika aku belajar dengan Neo, pasti semua akan baik-baik saja." kata kata seperti itu selalu membuatku merasa senang."

"Tapi perlahan akhirnya aku sadar bahwa ada yang tidak benar dengan ini semua. Mereka bukan." Teman." yang selama ini aku impikan. Mereka hanyalah teman-teman yang hanya memanfaatkan kepintaranku saja. Mereka hanya baik padaku saat mereka butuh. Aku tidak pernah merasa punya teman dalam artian yang sebenarnya. Teman yang ada, baik di kala senang ataupun sedih. Teman yang selalu ada di sampingmu saat engkau tertawa bersama ataupun teman yang tetap ada di sampingmu saat dirimu terluka." cerita Neo mencoba menjelaskan.

"Saat-saat itu selalu menyedihkan bagiku. Aku hanya merasa sebagai pembantu mereka. Kepintaran yang aku punya membuatku hanya dimanfaatkan sebagai alat pemuas kebutuhan mereka."

"Saat itu aku benar-benar kesal dengan kepintaran yang aku punya. Mengapa tuhan memberikan aku kepintaran. Pikiran pikiran bodoh seperti itu selalu membebani diriku sepanjang waktu." ujar Neo.

"Kenapa tuhan harus memberikan aku kepintaran jika kepintaran yang aku punya ini semakin menjauhkanku dari teman sejati."

"Saat itu aku memutuskan hal bodoh. Jika kepintaran merengut temanku maka hal yang harus kulakukan adalah membuang kepintaran itu."

"Aku mulai mencoba tidak belajar di rumah. Mulai tidak menyentuh pelajaran dan mencoba tidak mengulang pelajaran yang diberikan guru. Waktu itu aku yakin bila aku tidak pintar maka aku akan dapat teman sejati."

"Namun, kenyataan tak semanis bayangan, seberapa besar pun usaha yang kulakukan untuk tidak belajar itu semua tidak berhasil. Entah kenapa hanya dengan mendengarkan guru menyampaikan pelajaran saja aku bisa memahami semua materi yang diberikan. Dan tentu saja nilaiku tetap baik. Saat itu aku seolah tahu, bahwa ketika di dunia ini ada orang yang tidak bisa pintar maka ada juga orang yang tidak bisa bodoh seperti diriku."

Riku mencoba mendengar dengan baik cerita masa lalu Neo. Ia ingin mencoba memahami perasaan temannya itu. Ia mencoba menghayati apa yang di rasakan Neo.

"Pada saat itu akhirnya aku menyerah untuk menjadi bodoh. Aku mulai terbiasa dengan keadaan yang menimpaku. Aku juga mulai menjauhi teman-teman yang hanya membutuhkan aku di saat mereka butuh saja. Temanku saat itu berkata."

Hei Neo, kenapa sekarang kau menjauh dari kami, ayo ajari aku lagi." kata-kata itu sudah takku hiraukan lagi. Teman temanku yang tidak mendapatkan penjelasan yang sebenarnya dariku hanya berkata bahwa aku adalah seorang yang pintar dan sombong."

Sekolah/NerakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang