Memalukan

435 31 6
                                    

"Tapi sungguh...... Hutan ini benar-benar luas" pikir Ruki lagi.

"Apa benar, ada Kawasan seperti ini sebelumnya?" lanjut Ruki lagi.

Sementara itu, bis-bis masih saja melaju di jalanan menuju lapangan masing-masing Klub.

"Lapangan berikutnya adalah klub Bulu tangkis" kata kakak kelas lagi.

"Jika luas lapangan satu klub saja hampir setengah lapangan sepak bola, maka untuk total lapangan-lapangan ini saja, tentu akan luas sekali, mengingat banyaknya klub yang ada di SMA Hoshi. Belum lagi, luasan hutan yang sepertinya sangat luas sekali. Apa benar tempat ini real? Mungkin luasnya hampir satu kota" pikir Ruki yang masih terkejut dengan kawasan yang asing baginya.

Beberapa detik kemudian, anak-anak klub Bulu tangkis mulai keluar dari bis masing-masing. Kondisi bis juga mulai sepi.

Ruki kemudian mengalihkan pandangannya pada Hiroshi yang ada di sampingnya.

"Ikut Klub apa ya anak ini? sepertinya kurang pas kalau kutanyai sekarang. Dia sepertinya sangat depresi berat" pikir Ruki setelah melihat Hiroshi yang masih tertunduk. Semangat dan sikap kerasnya tadi sudah berganti menjadi keputusasaan yang tinggi.

Bis kelas itu kemudian kembali berhenti beberapa saat kemudian.

"Di lapangan ini, yang turun adalah klub karate" seru kakak kelas tadi untuk kesekian kalinya.

Setelah mendengar itu, Hiroshi kemudian bangkit dari tempat duduknya dan mulai berjalan gontai menuju pintu bis.

"Ehh... jangan-jangan kau anggota klub karate?" tanya Ruki sedikit terkaget.

Hiroshi tidak menganggap perkataan Ruki, dan melanjutkan langkahnya keluar menuju bis.

"Hmmmm... tu-tunggu dulu..." pikir Ruki kemudian mencoba memikirkan sesuatu.

"Jadi, Hiroshi ikut Klub Karate..... hmnnn.. apa karena itu, dia mendapat poin besar, sampai sebesar 30 poin."

"Kalau tidak salah... dia bilang dia mendapatlan poin besar itu melalui kekerasan yang benar.." pikir Ruki.

"Apa kekerasan yang benar itu maksudnya adalah pertandingan karate? Apakah Hiroshi ikut pertandingan karate dan menang, sehingga poinnya besar?" lanjut Ruki lagi.

Saat sedang memikirkan itu, Ruki kembali dikejutkan oleh sesuatu yang benar-benar ia lupakan.

"Yang turun di lapangan ini adalah Klub Seni" kata kakak kelas.

"K-klub Seni...." pikir Ruki terkaget dan menyadari sesuatu yang sudah dilupakannya.

"A-ayane... Ayane sekelas denganku kan!!!!" panik Ruki dalam hatinya.

Ruki segera berdiri dari kursinya dan bergegas melihat ke seluruh ruangan bis itu.

"Ayane...." Seru Ruki setelah melihat Ayane di kursi belakang dan hendak turun.

Beberapa anak yang ada di bis itu hanya memandangi Ruki dengan heran.

Ayane kemudian bergegas menuju pintu bis.

"Ayane apa kamu baik-baik saja?" teriak Ruki.

Namun Ayane tidak mendengarkan itu dan segera turun dari bis kelas 1-B.

"A-apa maksudnya itu? Kenapa dia tidak membalasku?, kenapa dia mengacuhkan aku? Apa Ayane marah padaku?" bingung Ruki kemudian duduk tertunduk.

"Si-sial kenapa aku bisa melupakan Ayane yang sekelas denganku. Aku terlalu fokus dengan pingsannya Neo. Belum lagi dengan soal Bu Furukawa yang membuatku lupa akan Ayane. Tapi tunggu.... berarti dia bukanlah anak dari klub seni yang pingsan. Lagipula... Bu Furukawa hanya menyebutkan hanya ada 2 anak yang tidak bisa ikut pre-test, yaitu Neo dan Hiroshi. Itu artinya, Ayane ada di bis ini dari awal... kenapa aku sampai lupa..." pikir Ruki sambil memukul kepalanya sendiri.

Sekolah/NerakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang