"Kemana perginya anak itu?" bingung Ruki yang masih terdiam di depan pintu kamar setelah kaget mengalami peristiwa yang baru saja terjadi.
"Neo....." gumam Ruki pelan dan mencoba melangkah untuk mencari dimana Neo berada.
Namun, belum ada tiga langkah, teriakan Neo barusan masih terngiang di kepala Ruki.
"Kita memang teman Ruki, dan aku berharap kamu dapat menjadi sahabat pertamaku, namun dengan kondisi yang seperti ini, kita harus berpikir rasional. Jika aku menghambatmu karena kamu membantuku itu akan semakin memakan banyak waktu. Misi kita adalah menyelamatkan Ayane, Ruki!!. Kita harus fokus. Akan lebih mudah bagimu mengerjakan tugas itu sendirian dan tidak memikirkan aku, pikirkan dulu Ayane" ujar Neo yang masih teringat jelas di kepala Ruki.
"Yahhh... kamu benar Neo, misi kita adalah menyelamatkan Ayane, tapi sejujurnya aku tidak ingin kamu gagal dan mendapat masalah saat ORGAKU besok, karena tugasmu......" ucap Ruki lirih.
"Tapi, aku akan mempercayai tekadmu...." pikir Ruki.
Ruki akhirnya memutuskan untuk berhenti menyusul dan mencari Neo kemudian segera beralih mengerjakan tugas yang didapatnya sendiri.
Ruki berjalan menuju meja yang ada di kamarnya dan segera mengambil alat tulis dan mulai mencoba mengerjakan cerita sebanyak 237 halaman.
"Mentari sedamg Berjalan cepat untuk berebut tenpat Dengan Rembulan diangkasa" baca Ruki pada suatu kalimat pada cerita itu.
"Yahhh, benar benar banyak kesalahan, typo disana sini, huruf besar di tengah kalimat hingga penggunaan spasi setelah 'di' yang salah, siapa orang bodoh yang membuat kesalahan dalam cerita yang disengaja seperti ini" kesal Ruki dalam hati.
Ruki kemudian berusaha tetap tenang, dan mencoba mencari dan memperbaiki cerita itu dengan pengetahuan yang dimilikinya, maupun dengan mencari informasi penulisan yang tepat dari Smart Hoshi yang ada di komputer kamar itu.
"Semoga Neo baik baik saja dengan tugasnya....." pikir Ruki khawatir sambil terus mengerjakan tugasnya sendiri.
Waktu terus berjalan hingga tidak terasa sudah menunjukkan pukul 7.30 malam.
"Aku baru megerjakan 27 halaman, dan ini sudah mulai malam..." gumam Ruki pada dirinya sendiri.
"Aku juga belum makan, sebaiknya aku segera ke ruang makan, aku juga harus memperhatikan kondisiku sendiri, jika aku sakit, semua rencana ini akan berantakan" pikir Ruki.
Ruki segera meninggalkan sejenak tugas nya yang masih menumpuk itu dan bergegas menuju ruang makan di lantai 4 gedung utama asrama Stella.
Dalam perjalannannya ke ruang makan, Ruki melihat kamar kamar anak-anak lain yang terlihat cukup gaduh dan ramai. Terdengar dari luar suara kepanikan anak anak.
"Sepertinya, klub yang lain juga memberikan tugas yang berat untuk ORGAKU besok, aku sedikit takut membayangkan tugas seperti apa yang didapatkan anak-anak dari Klub Renang, apakah kali ini Kak Zeriff akan berbaik hati pada mereka?" pikir Ruki.
"Besok, mungkin pintu neraka akan terbuka....." pikir Ruki sambil menghembuskan nafas.
Selang beberapa waktu kemudian, Ruki sampai di ruang makan dan bergegas masuk kedalamnya. Seperti siang tadi, Ruki segera menuju tempat untuk anak berpoin terendah.
"Sepi sekali disini, yahh.... ini adalah tempat anak anak berpoin terendah yang kebanyakan masih anak kelas 1, sepertinya mereka lebih khawatir dengan tugas mereka dan tidak mau menghabiskan waktunya hanya untuk makan malam" pikir Ruki.
Setelah duduk di tempat itu, Ruki melihat kembali onigiri yang di geletakkan di lantai.
"Ternyata makan malam kali ini masih juga onigiri yang digeletakkan di lantai. Entahlah, semoga saja ini bukan onigiri yang tersisa siang tadi dan merupakan onigiri yang baru" harap Ruki sambil mencoba mengambil makanan itu dari lantai dan mengeceknya.
Belum sempat Ruki membuka bungkus onigiri itu, tiba-tiba seseoarang berpakain jas lengkap datang ke tempat itu sambil membawa sebuah ember besar.
"Ahhh.... pakaian itu... mereka seperti supir yang menjemputku dari stasiun tadi pagi, apa yang mereka lakukan...." pikir Ruki.
Kemudian pria berjas itu berjalan ke tengah tengah lantai yang ada di tempat itu.
"Permisi....." katanya sopan.
Tiba-tiba, pria itu segera menumpahkan ember besar yang dibawanya yang ternyata berisi puluhan onigiri.
"Silakan tuan, ini tambahan onigirinya" katanya sopan sambil menyebarkan onigiri itu ke seluruh penjuru lantai. Kemudian pria berjas itu pergi dari pandangan mereka.
"Jadi......" ujar Ruki terkejut.
"Sepertinya, onigiri ini baru diganti. Spertinya mereka tetap memberikan makanan yang baru" pikir Ruki.
"Yahhh, aku cukup senang tempat terendah ini masih dilayani oleh karyawan ataupun pelayan yang berstelan jas tadi. Jadi mereka tidak hanya sebagai supir penjemput siswa baru tapi juga bekerja sebagai pelayan disini" gumam Ruki.
"Yahhh, walaupun mereka menumpahkan makanana di dalam ember tadi seperti memberi makan sapi di perternakan" gumam Ruki sambil memikirkan dirinya yang pernah memberi makan sapi di lahan pertanian kakeknya.
Ruki kemudian memaksa mulutnya memakan makanan itu, mencoba membiasakan diri dengan makanan yang hambar itu. Sambil makan, Ruki terpaku melihat tempat tempat yang lebih mewah disebelahnya. Berbagai macam makanan disediakan. Ada tempat yang yang makanannya tersaji secara prasmanan ataupun tempat yang lebih bagus dengan bisa memesan makanan sendiri. Terlihat beberapa pelayan berjas yang menyajikan makanan mewah kepada para murid layaknya mereka makan di restauran mewah. Pandangan iri itu masih terlihat jelas menembus kaca yang membatasi antar tempat di ruang makan itu.
Ruki terdiam sejenak memandangi prilaku anak-anak itu. Mereka seperti tertawa bahagia memakan santapan yang ada di hadapannya sambi sesekali melihat dengan tatapan sinis kepada anak-anak yang berada di tempat yang lebih rendah darinya,
"Apakah nanti, aku jadi seperti mereka....." pikir Ruki berat sambil melihat poin di jam tangannya.
"Mungkin sekarang aku masih seperti ini, namun jika poinnku terus naik dan sudah bisa makan di tempat seperti itu, akankah aku akan berubah dan menganggap remeh anak anak lain yang memiliki poin rendah. Aku tahu masa kecilku dulu selalu bertindak kasar pada pelayan pelayan di rumah. Aku selalu menganggap mereka sebagai anjing yang pantas untuk di suruh melakukan apa saja. Namun perlahan, aku bisa keluar dari jurang kesesatan itu. Sekarang, keadaannya bisa mendukung untuk menganggap orang lain lebih rendah, semoga aku tidak kembali ke sikapku yang dulu" tekad Ruki pelan.
"Sekarang saat poin ku 8, aku masih memandang Neo maupun Ayane sabagai temanku, tapi setelah poin ku tinggi nanti, masihkah aku mengaggap mereka sebagai teman...... yahhh, semoga saja masih" tekad Ruki.
Ruki kemudian segera bergegas menghabiskan makanannya dan menuju kamarnya untuk menyelesaikan tugasnya.
"Aku tidak melihat ada Neo disini, semoga saja dia tetap makan..." pikir Ruki sambil melangkah.
Sesampainya Ruki di kamar, ia langsung segera mengerjakan tugasnya.
"Aku harus cepat, pokoknya aku harus tidur malam ini walaupun itu hanya satu jam" tekad Ruki.
Sementara itu di suatu tempat dimana Neo berada.
"Aku tidak tahu apa apa, bagaimana ini? yang aku bisa, cuma memperbaiki kata kata yang typo saja, dan ini masih banyak sekali" panik Neo bergetar sambil menahan tangis akibat ketakutan yang bakal ia dapatkan jika tidak bisa menyelesaikan tugas saat ORGAKU yang tinggal tersisa 10 jam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah/Neraka
Подростковая литератураsekolah apa ini? Bukankah ini sekolah terbaik? Kenapa jadi seperti ini? Ruki benar- benar kaget melihat keadaan sekolah barunya. Sekolah dengan berbagai macam intimidasi dan penyiksaan. Sekolah dimana muridnya memiliki poin yang disematkan. Semakin...