Lina Suzuki

340 24 7
                                    

Ruki mencoba menenangkan dirinya lagi. Setelah semua yang telah terjadi, kejutan seolah tidak pernah berhenti menghampirinya. Seolah kejutan dan masalah hadir bersamaan dengan setiap langkah yang kini ditempuhnya. Kita hidup bersama masalah, begitulah seharusnya. Di tempat ini, sudah bukan waktunya lagi terkejut untuk hal-hal yang belum disangkakan sebelumnya.

Ruki mengusap pelan wajahnya. Ruki mencoba melepasakan segala beban yang mencekat bersamaan dengan sapuan tangannya yang baru selesai bergetar beberapa saat yang lalu. Ia mencoba memandangi Lina, gadis yang saat ini masih bersimpuh di hadapannya.

Gadis cantik berambut pendek merah itu masih saja mencoba meyakinkan Ruki, bahwa dia sanggup menjadi budak melalui tatapan matanya. Seolah tatapannya memberi pesan bahwa dirinya mempunyai luka yang lebih dalam dari apa yang telah ditunjukannya saat ini.

"Huffffft.... apa maksudmu?" tanya Ruki pelan sambil menghembuskan nafas panjang.

"A-apa maksud anda Tuan?" tanya Lina mencoba membalas.

"Apa maksudmu dengan sudah terbiasa menjadi budak bahkan sebelum bersekolah disini?" tanya Ruki.

Lina mencoba memandangi Ruki. Ada sedikit keraguan kecil yang menyengat di hatinya saat mendengar pertanyaan itu. Ia tidak ingin menjawabnya, begitu kata hati Lina. Tapi sepotong kata sudah ia keluarkan tadi. Kini ia merasa tidak patut untuk menyembunyikan jawaban itu.

"Apa... tuan tahu, ba-bahwa nama Lina itu bukan pemberian orang tua saya?" kata Lina sambil sedikit terbersit keraguan.

"Be-benarkah?" kata Ruki sedikit terkejut.

"Se-sejujurnya saya juga tidak tahu siapa ayah Saya..." kata Lina pelan mencoba sedikit terbuka akan kisah hidupnya.

"Lalu apa yang sebenarnya terjadi, ceritakanlah padaku kalau kau tidak keberatan?" tanya Ruki penasaran.

Lina kembali melirik ke arah Ruki.

"Huffftt... mungkin.... kisah Saya sedikit mengejutkan untuk di dengar...." ujar Lina pelan memulai cerita.

"Ibu Saya adalah seorang..... budak pelacur" terang Lina pelan.

"Apaaa?!" seru Ruki terkejut.

"Ma-mafkan aku...." lanjut Ruki setelah mengetahui reaksinya yang sedikit berlebihan.

"Tidak apa-apa tuan....., memang begitulah faktanya" kata Lina mencoba tersenyum.

"Ibu Saya adalah seorang budak pelacur. Budak pelacur berbeda dengan seorang pelacur biasa. Apa bedanya?... Mungkin sebagian orang akan bertanya seperti itu."

"Bedanya, budak pelacur tidak hanya harus melayani pria-pria namun juga harus bertindak sebagai budak untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar" terang Lina.

"A-apa yang sebenarnya terjadi?" bingung Ruki yang heran.

"Sejujurnya Ibu Saya bukanlah wanita yang berasal dari negara ini. Ibu Saya berasal dari daerah konflik yang sedang berperang merebut kemerdekaanya. Negara asal Ibu Saya adalah daerah terjajah yang sangat sulit untuk melawan. Akibatnya beberapa warganya banyak yang menjadi tawanan dan budak para penjajah tersebut."

"Kita semua tahu bahwa negara ini tidak sedang menjajah negara lain. Tapi negara ini menjadi sekutu beberapa negara penjajah yang mencoba mengusai daerah konflik."

"Ibu Saya adalah seorang warga sipil biasa yang harus menjadi tawanan di kamp militer tentara negara ini. Ibu Saya yang saat itu masih muda dan cantik, dipaksa menjadi budak pelacur. Tidak hanya harus melayani para tentara-tentara bejat itu, tapi Ibu Saya juga masih harus melakukan pekerjaan kasar seperti membangun beberapa infrastruktur yang dibutuhkan."

Sekolah/NerakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang