Mataku sibuk menangkap pergerakan kedua orang yang mempunyai selisih umur yang sangat jauh, sibuk memakan dan berbincang ringan di meja makan yang telah di tempati oleh Eun Bi dan Ibunya.
"Eun-ie, jangan terlalu keras melakukan diet. Tubuhmu sudah sangat kurus sekarang, astaga anakku. Apa kau ingin merubah diri menjadi sebatang lidi?" tanya Seolbin-----Ibu Hwang Eun Bi-----, menatap harap kepada Yerin. Membuat Yerin hanya memasang senyum termanis, dan mengedipkan satu mata kepada Eun Bi, kemudian menatap Seolbin yang hanya terkekeh pelan.
"Aku tidak mau gendut Bu." kata Eun Bi pelan, membuat Seolbin menggeram. "Hei, makanlah untuk hidup, selagi aku masih hidup, jika aku sudah menua dan meninggal nanti. Aku tidak bisa melihat perkembanganmu, apa kau tidak kasihan pada ibumu?"
Perkataan Seolbin membuat Yerin teringat akan ibunya di desa sana, ah. Entah kenapa, ia sangat merindukannya sekarang.
"Ibu, jangan berbicara seperti itu lagi. Kau membuatku takut." kata Eun Bi, kemudian menyuapkan nasinya dengan lahap. Melihat itu, Seolbin mengusap puncak kepala anaknya sayang. "Seperti itu, jangan mengubah pola makanmu, jika lapar makan. Jangan di tunda-tunda itu akan menjadi penyakit nantinya."
"Ya, Ibu. Ibu juga harus makan yang banyak." senyum Eun Bi. Membuat Seolbin mau tidak mau mencubit pangkal hidung anaknya gemas. "Aigoo, anak ini."
Setelah menyaksikan Eun Bi makan, mata Seolbin menatap Yerin yang sedang melamun menatap lurus ke arah mereka.
"Yerin, kenapa tidak makan. Nasimu jangan di main-mainkan." kata Seolbin, membuat Yerin mengerjap pelan kemudian tersenyum. "Ah, maaf aku tadi sedikit kepikiran sesuatu."
"Apa? Takut ibumu mencari?" tanya Seolbin, membuat Yerin hanya menggeleng pelan. "Tidak, ibuku berada di desa."
"Ayahmu?" tambah Seolbin, membuat Yerin hanya kembali mengulas senyum. "Ayah, ibu dan adik berada di desa."
"Jadi, kau sendiri di sini tinggal bersama siapa?" tanya Seolbin lagi, membuat Yerin diam sejenak, oh bisakah berhenti membahas tentang keluarga, membuat dada Yerin semakin sesak saja.
"Bu, jangan berbicara saat makan." tegah Eun Bi, membuat Seolbin berdecak pelan. "Kau juga sedang berbicara saat makan."
"Tapi ib-"
"Diam, dan makan saja." kata Seolbin muntlak, membuat Eun Bi meringis pelan dan melanjutkan makannya. 'Maafkan aku Yerin-ah.'
Yerin sangat tau, jika Eun Bi ingin memberhentikan segala pertanyaan yang terlontar dari mulut ibunya. Dengan melihat wajah Eun Bi yang menatapnya tidak enakan.
"Bersama kedua bibiku, dirumah nenek." kata Yerin, berusaha untuk tidak kembali membuka luka yang telah ia tutup untuk selama ini, mencoba mencegah air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata.
Akan sangat memalukan, jika ia menangis di sini.
Mengingat ini pertemuan pertamanya dengan ibu Eun Bi, di karenakan jarang sekali ibunya berada di rumah. Karena tuntutan perkerjaan.
Seolbin hanya mengganguk mengerti, "hmm, bicara soal prilaku kalian di sekolah, apakah Eun Bi berlaku baik kepada teman-temanya?" tanya Seolbin mengalihkan topik pembicaraan, karena sempat melihat gerak-gerik kedua gadis yang berada di hadapanya nampak canggung, Seolbin mengerti. Mungkin saja, Yerin sudah banyak memendam dengan perasaanya tentang hal sensitif seperti hubungan keluarga
Eun Bi juga sering bercerita, tentang teman di kelasnya, dan sebangku denganya yang memiliki sifat gila, namun membuatnya nyaman untuk berteman
Di dengar dari cerita sang anak, Yerin yang nampak ceria dan menyenangkan di dalam cerita, sirna saat tatapan itu meredup tentang bagaimana cara Seolbin menanyakan tentang keluarganya.
"Kau bisa memanggilku Ibu, tidak perlu memanggil Bibi. Itu sangat tua, dan tidak keren." perkataan percaya diri Seolbin, membuat Yerin maupun Eun Bi terbahak.
"Bu, Eun Bi senang sekali mengancam anak laki-laki dengan benda-benda di tanganya, berencana membunuhnya jika saja mengusik dirinya." kata Yerin, membuat Eun Bi melolot, kemudian mengibaskan tanganya ke arah Seolbin. "Tidak, Bu. Aku tidak mengatakan seperti itu, Yerin senang sekali mengada-ngada."
"Sini kau anak nakal." kata Seolbin, menatap Eun Bi galak.
Eun Bi menatap Yerin, mengepalkan tanganya di udara guna mengancam Yerin seakan-akan ia akan meninjunya lain kali nanti.
Plak
Bokong Eun Bi terasa nyeri, saat sang ibu memukulnya terlalu keras. Eun Bi merengek pelan, "Astaga, ibu ini sakit sekali."
"Jangan membantah, terima saja hukumanmu anak nakal." kata Seolbin gemas, kemudian menarik telinga Eun Bi kuat. Membuat Eun Bi mengaduh kesakitan, "Ampun, Bu. tolong Lepaskan."
Wajah memelas Eun Bi membuat Yerin, terbahak namun tidak di sangka malah air matalah yang keluar setelah itu.
Tidak tau pasti, saat aku merasakan mereka sangat dekat, dan terbuka satu sama lain, aku sempat berfikir tentang apa yang akan aku ceritakan kepada Mama saat liburan sekolah ini menanti, aku sangat tidak sabar menceritakan semuanya. Tentang teman-temanku, atau prestasi X-School yang ku menangkan berberapa minggu lalu, melihat itu bagaikan satu piring bawang di iris tipis, di letakan di bawah mata. Membuat aliran air mata itu semakin tidak tertampung.
Akan sangat sakit, jika di tahan. Tidak hanya tenggorokan yang tercekik rasanya, namun hati ikut teremas.
Rasanya sakit, sangat sakit, mengingat itu hanya hayalan semata, jika ia bisa bercerita menyenangkan kepada sang Ibu yang jauh di sana.
Mama aku iri.
[ ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [ Taerin ] ✓
Short Storyaku tidak mengisahkan banyaknya kisah cinta yang bertebaran di kalangan remaja saat ini, tidak. Ini tentang masalah bagaimana menerima diri sendiri, dan menyakini jika kita harus mencintai diri sendiri ketimbang orang lain. Bukan terkesan tidak perd...