Chapter 12: Gerhana Bulan

742 93 0
                                    

Sialan.

Benar-benar hari sialan, membuatku ingin saja membenturkan kepalaku saat terlihat sangat frustasi, saat mengchek tas sekolah untuk mengambil buku catatan harianku.

Buku yang berisi semua keluh kesahku, bisa saja di sebut dengan diary tetapi tetap saja itu bukan buku Diary yang berisikan kisah manis dan pahit menjadi satu, itu adalah buku yang menyimpan semua kenangan buruk, dan masa-masa sulit yang ku lewati, tidak ada satupun berisikan tentang seberapa manisnya hari yang ku jalani, tidak ada sama sekali.

"Kau mencari apa?" tanya Eun Ha----teman kecil, dan tetangga dekat rumah Yerin----, tepat setelah ia berada di hadapanku, menatapku heran sesekali menyesap Ice Cream yang berada di tanganya.

Aku terkejut, bagaimana perempuan ini bisa memasuki kamarku, setahuku Bibi sedang sibuk di belakang, jadi siapa yang membukakan pintu.

"Aku masuk lewat pintu depan, kebetulan bibi Hyera baru pulang dari bekerja, ia menyuruhku masuk ke sini." kata Eun Ha, kemudian duduk di tepi ranjang milikku menatapku heran. "Kenapa kau tidak bersekolah berberapa hari ini?"

Aku bangkit dari posisi menunduk, dan menatap Eun Ha sebal. "Aku tau kau sudah mendengarkan semuanya, jadi untuk apa kembali menanyakan kepadaku?"

"Aku hanya ingin mendengarkan kenyataanya dari mulutmu, apa salah?"

Aku menghela nafas pelan, terlalu malas untuk kembali membahas topik ini, yang sangat membosankan bahkan membuatku ingin saja melemparkan Vas bunga kepada muka sok polos milik Eun Ha.

"Aku di katakan Jalang, dan aku sangat tidak suka dan sakit hati." jawabku, kemudian menatap ke arah wanita itu yang hanya mengganguk, meyesap Ice Creamnya yang mulai meleleh. Gila, padahal ini malam hari yang sangat dingin.

"Malam ini gerhana bulan, mari kita melihatnya bersama-sama." ajak Eun Ha, mengubah topik pembicaraan, membuatku hanya mengendus pelan. Kenapa perempuan ini datang hanya untuk mengatakan itu, tidakkah dia ingin mendengarkan ceritaku? Ah tidak. Dia ibuk dengan pacarnya, sangat menyebalkan.

"Kata Bibi Hyura berberapa hari lalu, kau tidak mau bersekolah karena uang, dia berkata kalau kau mau berangkat ke sekolah pasti di kasih uang olehnya."

Perkataan Eun Ha membuatku terkekeh pelan, dan berjalan mendahului wanita itu untuk kembali ke meja belajarku yang berada di luar kamar, kembali mencari keberadaan buku Diary yang bernamakan

Death note

Entah, aku tidak tau apa maksut dari arti yang telah aku buat itu, mungkin saja buku sewaktu-waktu aku akan mati nanti, karna aku berfikir setiap hari adalah peringatan untuk diri sendiri yang telah lama mati, tergantikan oleh sisi lain dari diriku.

Diri yang penuh kebencian, dan sangat buruk dari diriku yang dulu.

"Katakan padanya, apa dia juga senang di panggil jalang, dan di salahkan saat di saat kau tidak tau kebenaranya, berhenti menyudutkanku. Aku tidak bersalah di sini, dan jikapun aku bersalah. Silahkan untuk membunuhku, ingatkan itu. Aku tidak main-main." kataku, kemudian berjalan mendorong Eun Ha untuk pergi dari kamarku.

"Aku ingin berganti baju, sebaiknya kau keluar. Gerhana bulan tidak menarik bagiku, kau pergilah bersama kekasihmu dan jangan lupa katakan pada wanita itu."

Brak

Aku menutup pintu keras, membuat Eun Ha hanya mengedor kuat pintu. "Hei, jangan berlaku bodoh! Mati bukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah."

"Ini hidupku, dan kau tidak mengerti sialan." teriakku, kemudian menbenturkan kepalanku pada pintu yang terus saja berdengung dan sangat berisik di luar sana, kurasa Eun Ha mengamuk dan menendang pintu dan mengetuk pintu berulang kali, aku tidak perduli.

"Sialan, buka pintunya!" teriak Eun Ha, membuatku menutup telinga kuat, aku tidak perduli dan semanya selalu bergitu, jika aku telah memilih mati aku tidak akan mengubahnya, karena prinsip hidup hanya satu, pergi atau menetap, aku memilih pergi. Karena aku hanya pecundang yang tidak bisa menerima ujian di setiap tuhan memberikannya kepadaku, aku menyerah.

"BISAKAH KAU DIAM, ATAU AKU AKAN MENUSUKAN PISAU INI KE JANTUNGKU!"

Tepat setalah teriakan yang aku lontarkan, pintu berhenti di tendang dan di ketuk, hanya terdengar helaan nafas.

Nampak Bibi--- Hyeri ----, mencoba menenangkan Eun Ha, dan menyuruh anak itu pulang. Dan berkata biar dia saja yang mengurusku, yang menurutnya sudah gila.

Air mata itu kembali mengalir, tanganku bergetar memegang besi untuk penggantung baju, yang telah ternodai oleh cairan kental berwarna merah di bagian ujung, tepat setelah aku menusuk bagian perut bawahku, tidak menusuk kedalam, tetapi goresanya cukup besar dan bajuku sudah basah oleh darahku sendiri.

Sudahku bilang, aku tidak pernah main-main dengan perkataanku.

Aku memang sudah gila.

[ ]

Save Me [ Taerin ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang