Chapter 11: Kepercayaan

746 93 1
                                    

Aku masih terisak dengan gengaman telepon di tangan kananku, sesekali menyerka air mata yang terus membasahi bantal, aku kembali menjadi rapuh saat mendengar suara mereka---Orang Tua---, membuatku merasakan menajadi anak yang paling buruk di mata mereka.

"Papa dengar dari bibimu, jika kau tidak bersekolah selama empat hari belakangan ini."

Dapatku rasakan, jika suara di seberang sana nampak lelah, dan sangat ketara sekali, kecewa, marah dan sedih.

Aku menahan desakan air matakau yang kian meluap, "I-iya, aku tidak suka di katakan Jalang, sedangkan aku tidak pernah melakukan hubungan menjijikan seperti itu, itu sangat kotor. A-aku tidak masalah jika mereka mengataiku binatang, atau semacamnya. Tetapi, ku mohon jangan sebutkan pekerjaan Rendahan itu. Karena, mereka mengatakan seolah aku ini wanita rendah, yang mengumbar bahkan menjual tubuhku pada lelaki berhidung belang."

Terdapat jeda yang lama setelah itu, aku berfikir jika Papa sedang mencari kalimat yang pas untuk menyanggah, dan memperbaiki sedikit perkataanku tentang pendapat apa yang telah kakak perempuannya lakukan padaku.

"Justru itu, ubah dirimu. Tinggalkan apa yang menurutnya buruk, nak mengertilah dan bersikaplah dewasa sedikit. Kau sudah besar, dan mempunyai pikiran yang mulai matang, setidaknya dengarkan perkataan mereka. Mereka benar, tidak baik anak gadis umur muda sepertimu merokok, dan jarang ada perempuan yang merokok. Mereka marah karena mereka perduli, jika mereka sudah diam dan tidak mengoceh tentang apa yang kau lakukan, mereka sudah tidak perduli, kecewa dan lelah terhadap sikap keras kepalamu itu."

"Aku tidak merokok Pa! Bisakah kau percaya kepadaku?" kataku memelan, tidak di sangka air mata itu kembali mengucur deras tanpa bisa di bendung, mengalir saja seperti air. Rasannya sakit, sangat sakit.

"Bagaimana Papa mau percaya, jika sudah ada bukti nyata. Jangan sering menyangkal Jung Yerin! Kau yang salah di sini, ingat aku ini orang tuamu. Tidak baik membela diri dengan cara membentak, bahwa dirimulah yang paling benar. Kau tau! Kau salah di sini! Jadi diam dan dengarkan semua perkataan Papa dan semua orang yang menasehatimu, kenapa kau sangat sulit di atur!"

Isakanku semakin kuat, saat terdengar suara bentakan Papa yang aku rasakan nafasnya tersegal sekarang.

Tidak sengaja aku mendengar suara Mama di sana mencoba menenangkan Papa, dan aku mendengarkan suara di mana mereka bertengkar setelah itu, semenjak aku menginjakan umur empat tahun, mereka selalu seperti itu, sama-sama keras kepala dan tidak bisa menerima perbedaan pendapat satu sama lain.

"Berhenti membentaknya, kau hanya membuat dia semakin tertekan!" ucap Mama, membuatku mengengam telepon kuat.

Aku dari kecil selalu tidak menyukai sikap Mama yang selalu membela adikku di bandingkanku, yang jarang bertemu dengannya. Tidak di ragukan, setiap bertemu aku akan selalu merengek minta di elus punggung sebelum tidur, ataupun di mainkan rambut suapaya terlelap, aku hanya merindukan mereka. Aku di sini tersiksa, belum lagi setelah kematian nenek membuat hidupku benar-benar jatuh ke bawah.

Aku melihat wajahku yang telah memerah, mata sembab dan hidung yang memerah, serta air mata yang tidak berhenti mengalir.

Tidak bisakah kalian melihatku, aku butuh perhatian, aku kesepian di sini.

"Kau dengar baik-baik perkataan Papa, jangan berbuat ini lagi. Kau benar-benar membuat kami kecewa, dan memalukan keluarga. Jika saja Papa mendengar perkataan yang tidak enak dari bibimu, maka tidak segan-segan Papa akan menyeretmu kembali ke Desa."

"Kau mengerti Jung Yerin?"

Aku hanya mengganguk, walaupun aku tau Papa tidak bisa melihatku. "Iya Pa, aku mengerti."

"Bagus, besok Papa mau kamu sekolah."

"Aku tidak punya ongkos untuk besok, bagaimana mau berangkat ke sekolah."

"Nak dengar, kita ini orang miskin. Papa tidak bisa menuruti semua kehendak yang engkau mau, di sini masih ada adikmu yang juga membutuhkan biaya untuk sekolah. Apa Hyura tidak memberimu uang?."

"Aku tau, aku hanya malu untuk meminta, sedangkan berberapa menit yang lalu mereka berkata 'anak Jalang yang tidak tau malu' terus bagaimana aku harus meminta sedangkan mereka sangat benci padaku?"

"Ini juga bukan salahku, aku di jebak. Dan hubungan rokok dengan jalang apa hubunganya, kupikir kakak perempuan Papa sudah gila."

"Aku mengerti kehendak Papa, sudah aku tutup dulu. Aku kebelet ingin buang air besar."

"Jung Yerin! Deng-"

Pip

Aku menutupnya tanpa persetujuaan, memulai melangkahkan kakiku menuju kamar mandi, dan memasukan kepalaku ke dalam bak hingga sebatas leher.

Mengharap jika semua kepanasan yang berada di kepalaku reda, jika saja setelah aku menghisap air karena kehabisan nafas, aku bisa meninggal di tempat karena paru-paru terisi air.

Bahkan orang tuaku saja tidak percaya dengan anaknya, di tambah lagi pendapat diriku dan orang lain. Hah, benar-benar hidup yang nyedihkan.

[ ]

Save Me [ Taerin ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang