"Kau akan mengikuti ujian nasional ini sungguh-sungguh?" tanya Eun Bi, tepat berada di sisi ranjang kamar. Menghadap ke arah Yerin, yang sedang merias diri.
"Hanya untuk kesan baik terakhir." tawaku pelan, membuat Eun Bi mengendus pelan.
Eun Bi terlihat sangat malas, tepat setelah sepuluh hari membolos. Terlebih, ibunya sama sekali tidak kembali ke rumah pekan ini.
Walaupun ia tidak mengikuti ujian nasional ini, pasti seluruh sekolah akan menanyakan.
Tepat, setelah mereka menginjakan kaki di lapangan sekolah. Eun Bi menoleh ke arahku. Sangat ragu-ragu.
"Jawab saja, apa yang telah kita pelajari berberapa hari belakangan ini." kataku, mengerti apa yang menjadi kekahawatiran Eun Bi.
"Meminum alkohol, mengonsumsi obat tidur. Dan merokok?" perkataan Eun Bi membuatku menjitak kepalanya kuat. "Jawab saja semaumu, setelah itu kita bebas dari sekolah gila ini."
Eun Bi terkekeh, nampak terlihat sedikit bersemangat dari sebelumnya, membuatku mau tidak mau juga ikut tersenyum dan berjalan beriringan menuju lantai dua, dimana ujian itu berlangsung.
Aku melirik ke arah soal-soal, benar-benar menyimpang dari apa yang aku pelajari sebelumnya, aku melirik ke arah Eun Bi yang berada di posisi depan, terlihat frustasi. Dan menyilang asal dengan insting, ataupun dengan menghitung kancing.
Aku lebih memilih untuk menjawab soal yang menurutku mudah, dan menjawab soal sulit setelahnya.
Baru saja menginjak soal ke dua puluh, kepalaku mendadak pusing. Dan pandanganku mulai sedikit mengabur, tolonglah. Untuk kali ini saja, jangan terjadi.
Namun yang terjadi setelahnya adalah hidungku mengeluarkan darah kembali, kepalaku benar-benar terasa di himpit berberapa timbunan beton. Sangat sakit, membuatku segera mungkin menghapus darah yang sekarang mulai menetes di papan keyboard ataupun meja berwarna putih bersih, sekarang benar-benar ternoda oleh darah yang berwarna merah yang sangat kontras dengan warna putih meja.
Untung saja semua orang sibuk mengerjakan soal-soal, dan beruntung aku duduk di bagian belakang sekali, di pertengahan.
"Yerin, apa yang kau lakukan." tanya Taeyeon, guru pengawas untuk ujian ini yang sedang berlangsung. Menatap ke arahku, dengan tatapan yang binggung, aku menutup bagian hidung dan mulutku dengan telapak tangan, kemudian menggeleng pelan. "Tidak, tidak ada apa-apa."
Sial, semua warga kelas menatap ke arahku, beruntung saat itu aku menutupi meja yang sekarang telah ternodai oleh darah.
"Bangkit dari dudukmu."
Deg!
Apa yang harus aku lakukan, membuatku benar-benar gemetar, bagaimana semua orang tau. Bagaimana aku di bawa ke rumah sakit setelah ini, bagaimana Mama dan Papa tau, bagaimana Eun Bi tau. Aku tidak sangup melihat raut sedih mereka.
Aku bangkit dari duduk, dengan tubuh gemetar.
"Buka tanganmu."
Aku melirik ke arah Eun Bi, yang melirik ke arahku dengan wajah yang sulit di artikan, seluruh orang sekarang menatap ke arahku.
Tanpa sadar, seorang berteriak saat melihat di ruas jariku meneteskan darah. Aku mulai gelagapan, aku takut. Sangat, entah kenapa aku terisak pelan dengana aliran darah yang tidak ingin berhenti, dasi miliku sudahku lepas, untuk menyumpal. Namun semakin deras darah merembes di sana, membuatku mengusap dan merutuk kesal dengan air mata yang telah membasahi seluruh wajah.
"Sial, kenapa tidak mau berheti."
Aku melirik ke arah Eun Bi yang sudah tidak kuat menahan tangis, ingin menghampiriku namun di tahan oleh Taeyeon yang menyuruh Eun Bi lebih baik untuk fokus mengerjakan tugas, mengingat waktu terus berjalan.
Aku membuka mulutku, berkata pelan. "Tidak apa-apa." kemudian tersenyum sangat tipis ke arah Eun Bi, entah mungkin sangat menyedihkan melihatku berbicara dengan darah yang telah memenuhi permukaan bibir, dan aku merasakan amis di mulut saat tidak sengaja mengecap darahku sendiri saat berbicara.
Pandanganku benar-benar mengabur setelah itu, seluruh tubuhku terasala lemas, benar-benar lemas. Aku terjatuh ke lantai, dengan pendengaran samar-samar. Eun Bi berteriak, dan Taeyeon yang menyuruh anak lelaki untuk mengantarku keluar. Setelah itu mataku terasa berat, dan denyutan di kepala sangat menarik hingga ke jantung. Rasanya sangat sakit. Mataku menutup sempurnya, setelah itu aku tidak mendengarkan apapun dan semuanya terasa gelap.
Apa aku mati?
[ ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [ Taerin ] ✓
Historia Cortaaku tidak mengisahkan banyaknya kisah cinta yang bertebaran di kalangan remaja saat ini, tidak. Ini tentang masalah bagaimana menerima diri sendiri, dan menyakini jika kita harus mencintai diri sendiri ketimbang orang lain. Bukan terkesan tidak perd...