Chapter 36: Papa

536 70 4
                                    

Aku tidak tahu, semenjak aku terbangun. Mama sudah berada di sampingku, dan meletakan kain yang basah oleh air hangat.

Ah ternyata aku demam

Mama tidak bertanya lebih, kenapa ada sumpalan Daun Sirih di hidungku, mungkin Yerim memberitahunya tadi.

Aku mendengar langkah kaki mendekat, "Apa Yerin sudah bangun? Ini obat penurun panas." kata Papa, kemudian melirik ke arahku dan tersenyum. "Bagaimana kau ini, ingin liburan tapi sakit."

Aku hanya tersenyum pelan, memgingat berberapa hari lalu aku membantu Papa untuk menanam benih padi di sawah, dan Sialnya aku terpeleset. Dan masuk ke dalam kubangan lumpur, yang berada di tengah-tengah sawah. Dengan kepala yang mendarat dahulu ke tanah, memalukan. Papa dan Yerim tertawa hingga mengeluarkan air mata. Tidak ada niatan untuk membantuku, dan aku di suruh pulang oleh Papa untuk mandi dan tidak perlu ikut lagi ke mari. Aku kesal, sangat. Tetapi, aku juga menertawai diriku sendiri.

Aku pulang, dan membantu Mama untuk memasak, buat Papa untuk menjaga Sawah semalaman, jika-jika adanya Babi hutan yang akan merusak, dan memakan benih padi.

Dan sekarang Papa baru saja pulang, mungkin di suruh Mama untuk membeli obat untukku.

Ah, jadi teringat saat aku menginjak taman kanak-kanak, dimana dulu saat aku demam tinggi, dan menangis karena pusing. Papa terbangun, dan menenangkanku dengan mengelus punggungku, ataupun mengganti kompresan. Dan saat Mama menyuruhku untuk membangunkan Papa dulu, aku menggigit punggungnya, Ya. Aku pikir aku dulu menggigitnya pelan, tetapi Papa terbangun dengan teriakan melengking, juga memarahiku. Karena aku telah membuat punggungnya berdarah, karena gigitanku, aku menangis dan Mama memarahi Papa karena membentakku. Sungguh, jika di ingat-ingat kembali. Benar saja jika Papa marah. Dan aku dulu adalah anak kecil yang akan menangis jika di bentak.

Papa meletakan punggung tanganya di dahiku. "Panasnya sudah agak menurun." Rasanya sangat canggung, terlebih aku sudah remaja. Pergi berdua besama Papa ataupun menaiki motor berdua, aku rasanya agak canggung untuk kembali bermanja-manja bersama Papa.

Papa menyentil benjolan yang berada di dahiku. "Kenapa benjolmu ini semakin membesar?" aku hanya menggeleng. Mama mencubit hidungku pelan. "Kau itu anak yang paling manja, sering sakit dan paling ceroboh."

Aku hanya mengerucut pelan. Mama membenarkan letak suraiku, yang menutupi bagian wajahku. "Jangan sering-sering melakukan hal ceroboh, kau terus saja melukai dirimu sendiri. Beruntung, kau saat itu jatuh dari tangga tidak gegar otak. Ataupun, saat di sawah lumpur tidak memasuki matamu membuat matamu buta. Jangan membuat kami khawatir nak, kau harapan kami."

Aku menggeleng. "Aku tidak bisa janji, karena kita tidak tau apa yang terjadi di masa depan Ma."

"Kau ini, berkata. seperti ingin pergi jauh saja." perkataan Papa, membuatku menelan isak tangis. Kemudian tersenyum agak di paksakan. "Berdoa saja kepada tuhan, agar aku tetap selamat. Dan memenuhi harapan kalian."

"Tentu apapun buat putriku." kata Mama, kemudian mengacak suraiku pelan. Papa menyuruhku untuk makan, dan setelah itu memakan obat. Berkata, semoga aku cepat sembuh dan bisa membantu ia berkerja di Kebun untuk membantu memupuk, ataupun memanen Cabai untuk mengisi keperluan dapur.

Aku... Takut pergi.

[ ]

A/n:  okeyy author balik lagi mungkin ini sudah sebulan lebih hehe, tapi author kgnnnn buat balik nulis dan this ini tulisannya semoga kalian senang ya!

Save Me [ Taerin ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang