Chapter 35: Liburan Tidak Sesuai Harapan

541 85 6
                                    

Rencana liburan yang aku impikan hancur seketika, saat melihat pertengkaran yang di lakukan Mama dan Papa pada pagi hari tadi.

Mama berkata jika Papa terlalu banyak mengonsumsi rokok, dan menyebabnya kurangnya pengeluaran utuk bahan membeli pokok makanan untuk pekan ini, tentu saja Papa memberontak. Aku sekarang tau sifatku turunan dari siapa, Ya. Papa berkata jika itu uangnya sendiri untuk membeli Rokok, Mama tidak setuju mengatakan Papa boroslah, tidak sayang uang lah.

Aku dan Yerim hanya terdiam di depan ruangan tamu, sesekali melirik ke arah Yerim yang nampaknya biasa saja mendengar pertengkaran mereka, berbeda denganku yang terlalu tegang dan kesal mendengar semua ocehan yang Mama lontarkan.

"Dik, apa mereka sudah biasa seperti itu?" tanyaku kepada Yerim yang sedang mewarnai buku gambar, Yerim melirik ke arahku kemudian mengganguk.

Yerim memang biasa saja, karena ia belum mengerti keadaan sepenuhnya. Yerim saja baru menginjak kelas enam Sekolah Dasar, mana mungkin ia mengerti soal masalah rumah tangga dan apa akibatnya nanti jika rumah ini di penuhi oleh pertengkaran terus menerus.

"Berhenti menggambar, kau sudah kelas enam. Dan akan memasuki kelas satu Sekolah menengah pertama, sebaiknya kau belajar yang benar." perkataanku tidak di hiraukan sama sekali oleh Yerim, menbuatku semakin geram dan menarik buku gambar milik Yerim.

"Kau sulit sekali di atur." kataku kemudian menyembunyikan buku gambarnya di belakang punggungku, membuat Yerim melirik tidak suka dan membuka mulutnya lebar-lebar. Jangan bilang ia akan mengadu ke Mama setelah ini.

"Ma, Yerin Eonnie menggambil buku gambarku!" teriak Yerim kencang, membuat Mama yang baru saja dari dapur berjalan mendekat ke arah kami.

"Apa lagi? Yerin kau berhentilah mengacau adikmu. Kau sudah besar. Jangan membuat mama tambah pusing." kata Mama, kemudian berjalan untuk memasuki dapur kembali, biasanya memasak atau akan menanggis kembali.

Rasanya sesak, rencanaku tidak semulus dengan apa yang aku harapkan. Membuatku menjadi pusing, sangat hingga tertarik ke hidung.

"Hidungmu berdarah." kata Yerim, membuatku gelagapan harus menjawab apa, jika saja ia bertanya kenapa hidungku mengeluarkan darah. "Kakak hanya lelah, tidak perlu di permasalahkan. Tenang saja, darahnya akan berhenti mengalir."

Namun perkataan yang ku ucap, malah terjadi sebaliknya, darahnya tidak mau berhenti. Yerim sudah mengambil ancang-ancang untuk memanggil Mama, namun aku cegah dengan mengancam, akan di marahi Mama lagi. Jika saja mengusiknya.

Untung saja Yerim, anak yang penurut. Dia berlari keluar, setelah aku perintah untuk mengambil daun sirih, untuk menyumbat pendarahan.

Aku tidak tau pasti, mungkin Mama akan selesai memasak berberapa menit lagi, akupun memutuskan untuk menyusul Yerim. Guna menghindari, sesuatu pertanyaan yang membuatku ingin mati.

"Ma, aku keluar. Menyusul Yerim sebentar."

"Ya, jangan terlalu jauh menyusul Adikmu, nanti kau tersesat." Teriak Mama dari dalam, mendengar itu aku segera memasang sendal jepitku, dan berjalan menuju ke kebun kecil di samping rumah, namun aku tidak menemukan siapapun di sana.

"Kemana dia." gumamku pelan, kemudian berbalik keluar dari kebun. Yerim sengaja mengejutkanku dari belakang, membuatku berteriak keras dan mengundang ocehan Mama yang sama sepertiku mudah terkejut mendengar suara yang melengking.

"Apa yang kalian lakukan di kebun? Cepat pulang makanan sudah siap."

Teriakan Mama tambah membuatku takut, bagaimana ini. Pendarahanya tidak mau berhenti, meski telahku sumpal dengan daun sirih.

"Kakak, bagaimana?" tanya Yerim, yang juga takut. Melihat ke arahku, yang telah berkaca-kaca. Ingin saja menangis.

Apa harus berbohong lagi?

Aku hanya tersenyum tenang. "Jika Mama bertanya, katakan saja kakak lagi keletihan. Kau bisa mengatakanya bukan?"

Yerim mengganguk patuh, akupun mulai berjalan keluar dari kebun dan menaiki anak tangga yang terbuat dari bambu. "Kakak akan ke kamar, kakak mau istirahat, kau makanlah."

Yerim benar-benar anak yang penurut, dia hanya mengganguk dan berjalan mendahuluiku ke dapur. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, dan menengelamkan seluruh tubuh dengan selimut.

Tidak lupa menyumpal hidungku dengan Daun Sirih, semoga saja pendarahanya berhenti.

Semoga mama tidak melihatnya.

[ ]

A/n: mungkin ini chapter terakhir sebelum aku semi hiatus gaess di karenakan aku lihat cerita ini kurang menarik pembaca yaaa dan ini chapter ke 35 mungkin aku akan selesain setelah semua masalah kelar oke see

Save Me [ Taerin ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang