Chapter 9: Sayatan Luka

775 102 0
                                    

Terhitung sudah empat hari aku berdiam di tempat ini, rasanya tulangku remuk. Tidur di lantai yang keras dan dingin, tanpa beralaskan apapun.

Aku tidak berlari dari rumah, namun aku mengurung diri yang ku sebut sebagai kandang, ya. Sekarang aku berada di kamar, aku tidak di kunci hanya saja. Aku ingin menghukum diriku sendiri.

Semenjak kepulanganku setelah menenangkan diri, dan berjalan ragu menuju rumah. Dengan keadaan basah karena hujan dengan sialnya turun deras saat itu. Kenapa bisa menjadi lengkap sekali dalam membuat kisah sedih seorang anak kurang kasih sayang sepertiku ini.

Tepat setelah aku sampai di depan pintu rumah, berharap di bukakan pintu. Yang awalnya harus mendengar perkataan menusuk, dan berberapa kepahitan yang harus ku hadapi. Akhirnya, mereka masih mempunyai hati nurani untuk membiarkanku masuk dari dinginnya hujan di sore hari saat itu.

"Tidak mempunyai malu, kau kembali lagi kesini?"

"Kupikir kau sudah pergi menjadi jalang di luar sana."

"Atau, kau sudah pulang dari menjual dirimu kepada lelaki berhidung belang?"

"Cuci bajumu sendiri! Pakai air hujan untuk membasuh dan mandi, air di rumah ini akan habis untuk di gunakan seorang jalang sepertimu."

"Jangan tidur menggunakan kasur miliku, kau tau ibu --- nenek Yerin, Ibu dari Papanya dan kedua bibinya-- itu tidak sayang padamu, karena dia kasihan kepada anak yang tidak tau diri yang telah di lahirkan."

"Kau beruntung, kami masih mengasihanimu"

"Kalau tidak, setidaknya kami membiarkanmu pergi dari rumah dan menjual diri di luar sana."

"Dasar jalang!"

"Binatang!"

"Tidak berotak."

CUKUP!

Yerin memegangi kepalanya yang terasa pusing, kembali terisak kuat. Tidak apa jika di katakan tidak berotak, tidak punya malu. Tetapi, jangan menyebut dirinya sebagai Jalang!

Aku bukan Jalang, Fuck!

Aku bahkan tidak pernah menjalani hubungan berpacaran kepada siapapun, semenjak aku lahir hingga sekarang, karena Mama dan Papa melarang keras diriku untuk menjalin hubungan selagi masih sekolah.

Tapi kenapa? Mereka dengan mudahnya berkata kasar dan sangat melukai hatiku seperti itu.

Aku ini manusia, juga punya hati dan perasaan. Juga bisa sakit hati dan tersinggung oleh perkataan yang menurutku sangat kejam, kenapa mereka bisa berkata semudah itu, tanpa menyadari perasaan seseorang yang di cibirnya.

Malam ini sangat dingin dan menusuk, aku tanpa sengaja terasuki oleh arwah jahat, yang mengambil alih diriku. Mulai dengan memecahkan kaca kecil dari wadah bedak, dan mengarahkan ujung lancipnya ke arah bagian perutku.

Aku terkekeh pelan, di sertai deras air mata yang membasahi pipi, tepat aku sengaja menekan dan mengores panjang ujung lancip kaca, kepada bagian perutku yang sekarang mengeluarkan cairan kental merah.

Tidak akan ada yang mengetahuinya, si penyihir sudah tidur tepat dua jam lalu, dan sekarang sudah pukul tengah malam. Tidak ada yang akan mengetahui perbuatan bodohku ini, setidaknya jika mereka mengetahui. Itu tidak masalah, karena bukan diri mereka yang rugi tetapi dirikulah yang rugi, jadi untuk apa mereka perduli.

Ternyata aku masih memikirkan, tentang jika aku memberikan luka sayatan pada Tangan, akan di sangka semakin jadi sebagai orang pecandu bubuk krystal. Aku tidak mau menjadi lebih buruk, tidak.

Aku kembali terkekeh, melihat goresan panjang di dekat pusar yang sekarang menimbulkan goresan baru, aku merasa di bawa kelangit, aku sangat senang melihatnya. Aku bisa menyiksa diriku, tanpa takut Mama akan mengetahui jika anaknya sudah pantas di sandingkan dengan tahanan rumah sakit jiwa yang sering di bicarakan kedua Bibiku.

Aku hanya merasa, bebas.

[ ]

Save Me [ Taerin ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang