6 - Bunga Dandelion

2.7K 316 123
                                    

Jam mata pelajaran biologi telah usai. Saka memasukkan buku-buku yang sebenarnya tak pernah ia baca itu ke tas. Kemudian, Saka menatap meja kosong di sampingnya. "Ra, Jean kemana?" tanya Saka pada Dara yang baru saja memundurkan kursinya, bersiap pergi dari sana.

"Hah?" Suara Saka tak begitu jelas di indra pendengaran Dara, sebab lelaki itu membelakanginya.

Saka memutar badan, lalu menatap Dara. "Lo tau Jean ke mana? Dia sampai nggak masuk pelajaran biologi."

Dara menggeleng, tidak tahu. "Nanti gue coba hubungin dia deh. Gue duluan ya, Sak."

Lelaki itu terlihat menghela napas pelan. "Oke, makasih ya," ucapnya. "Btw, lo istirahat aja kalau masih pusing."

Jean benar-benar suka membuat Saka khawatir! Apa karena Jean sakit, lalu izin pulang tanpa mengambil tasnya? Sepertinya tidak mungkin.

Lagi-lagi Saka menjatuhkan pandangannya ke meja Jean. Ia mengambil buku-buku yang ada di laci sahabatnya itu. Akan tetapi, tiba-tiba saja seorang anak kelasnya menyenggol lengan Saka, mengakibatkan buku-buku yang dipegangnya berceceran ke lantai.

"Eh! Maaf, Sak. Gue nggak sengaja." Gadis itu ikut berjongkok di depan Saka dan berniat membantunya membereskan buku-buku tersebut.

"Iya-iya, santai aja. Biar gue yang beresin," cegah Saka, seraya memungutnya satu-persatu.

"Sekali lagi, maaf ya. Gue cuma mau ambil sapu di belakang." Teman sekelasnya itu bangkit, lalu segera bergegas setelah mendapatkan anggukan dari Saka.

Pandangannya terpaku. Saka menemukan sebuah buku kecil bersampul gambar bunga dandelion. Ia mengamatinya sejenak, kemudian menaruh benda itu di posisi paling atas dari buku yang lain.

Saka pun duduk di bangku Jean. Ternyata sebuah buku harian. Ia tersenyum jahil. Baru kali ini Saka benar-benar penasaran dengan buku. Apalagi catatan yang ditulis Jean.

Entah kerasukan setan dari mana, lelaki itu benar-benar membuka buku itu, mencari catatan yang singkat.

"Ternyata dari umur sembilan tahun dia udah punya buku harian." Saka terkekeh geli. Tak ada yang menduga jika gadis yang terkadang jutek itu mempunyai benda seperti ini. "Buku mini kayak gini awet juga ya."

Membuka halaman demi halaman, membuat Saka enggan membenamkan senyumnya. Tulisan Jean dulu tak jauh berbeda dengan tulisan Saka sekarang. Ya, acak-acakan seperti cakar ayam.

Sekilas Saka menemukan sebuah catatan sederhana tentang ulang tahun Levin, hadiah pemberian mamanya, dan kebahagiaan Jean ketika mendapat peringkat tiga besar saat duduk di kelas lima sekolah dasar. Gadis itu juga mempunyai banyak foto bunga yang ia tempelkan di beberapa halaman, lalu bercerita tentang betapa Jean menyukai bunga itu.

Saka menghentikan aksinya ketika seorang anak menegurnya.

"Lo kalo nggak piket pulang aja deh, Sak."

Lelaki itu tak menggubris. Namun, ia bisa menebak bahwa suara berat itu milik si ketua kelas.

"Bentar, lagi asik nih," kata Saka, kembali membaca tulisan Jean sambil terkekeh.

"Gue curiga, kalo sebenarnya lo itu gila."

Pandangan Saka tiba pada satu halaman dengan catatan paling singkat dari halaman-halaman lainnya. Hanya terdiri dari beberapa kata.

Alva, jangan datang sebagai selamat tinggal.

Tertulis satu tahun yang lalu. Namun, cukup membuat salah satu alisnya naik.

Saka menutup buku itu. "Alva?"

•ANGKASA•

Levin mengetuk pintu kamar Jean beberapa kali, tetapi adiknya itu bersikeras tak mau keluar. Kakinya pegal. Ia sendiri sudah berdiri di sana sejak lima belas menit yang lalu. Namun, usahanya sia-sia karena Jean tak kunjung membukakan pintu.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang