10 - Roller Coaster

2.4K 290 66
                                    

Hari-hari berjalan seperti biasanya, dan hampir tak terasa kembali bertemu dengan hari Minggu. Jean sendiri hanya menghabiskan waktu liburnya untuk mempermalas diri dengan menonton televisi.

"Nggak takut gemuk lo, setan?" kata Levin sambil menyambar camilan milik Jean.

Gadis itu tak mendengarkan. Ia tetap fokus pada siaran televisi dan tak lupa pula mengunyah camilannya.

Levin menyandarkan punggungnya di sofa, merasa bosan karena diacuhkan. "Gue di sini dicuekin. Giliran jauh aja lo nangis-nangis minta gue pulang."

Mendengar ucapan bernada kesal itu, seketika Jean meringis lebar. Ia memutar badannya agar menghadap Levin, kemudian menyilangkan kedua kakinya di sofa. "Pundung aja kayak anak perawan. Kenapa sih?"

Levin menegakkan badannya. "Gini, Je. Sekarang, gue jarang banget lihat lo senyum. Gara-gara gue tinggal lama?"

"Nggak tuh, kalau senyum terus nanti dikira orang gila." Terus terang, Jean hanya berani banyak bicara di depan Levin, abangnya.

Levin menghela napas dalam. "Gue tahu, gue nggak selamanya jadi figur yang jagain lo. Sekarang, gue cuma minta satu hal. Tolong, cerita sama gue kalau lo lagi ada masalah. Gue akan berusaha bantu."

Jean enggan mengalihkan pandangannya dari wajah Levin, menatap wajah tulus itu. Kemudian, ia mengangguk.

Tangan kokoh lelaki itu pun mengeluarkan ponsel, lalu membaca sebuah pesan. "Gue bakal gantiin dua tahun yang hilang." Levin tersenyum jahil. "Sekarang, bukain pintunya."

"Kenapa? Nggak ada yang pencet bel kok," heran Jean.

Seakan Levin bisa menebak masa depan, tiba-tiba bel rumah itu berbunyi.

Levin tersenyum puas, menampakkan eye smile-nya. "Tuh, ada."

"Iya bentar, gue bukain!" Jean mendengus. Dengan membawa segenap rasa malas, ia pun bangkit dari duduknya, lalu menghampiri pintu depan.

Di lain sisi, Levin sedang membaca ulang pesan singkat dari seseorang.

Gue udah di depan.

•ANGKASA•

Jean kaget setengah mati ketika mendapati sesosok manusia yang berdiri di hadapannya.

Si kampret! Jean mengutuk Levin dalam hati.

"Pagi, Je," sapa Saka dengan senyum menyebalkan. Lelaki itu mengenakan kaos oblong putih, celana jeans hitam, dan sepatu sneakers yang sukses menyempurnakan penampilannya hari ini.

Jean heran. Bagaimana bisa Saka selalu terlihat menarik dengan penampilan sederhana seperti ini? Rasa-rasanya, Jean ingin segera menyeret lelaki itu ke pelaminan.

"Kok lo ada di sini?"

"Inisiatif gue sih." Itu suara Levin. Entah sejak kapan abangnya itu sudah bersandar di daun pintu sembari mencermati reaksi Jean.

"Gue kasih lo waktu lima menit buat ganti baju, soalnya kita mau pergi," suruh Levin yang terdengar seperti tak bisa dibantah lagi.

"Kita? Berarti gue juga?" Jean menunjuk dirinya sendiri.

"Iya dong, teripangku sayang," jawab Levin.

"Najis lo!" Selepas melemparkan tatapan kesalnya, Jean cepat-cepat berlalu dari sana.

Mendengar jawaban Jean, Saka pun hanya terkekeh geli. "Dasar."

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang