Tatapan Saka terus menyapu sekelilingnya. Ia berusaha mencari sosok yang dicarinya sejak tadi. Namun, seorang gadis menghambat aksinya dan terus mengajaknya bicara, seolah tak ada hari esok.
Saat bel pulang sekolah berbunyi beberapa waktu yang lalu, Saka membiarkan Jean ke luar kelas mendahuluinya. Sempat terbesit rasa khawatir karena wajah gadis itu tampak memerah. Ketika Saka hendak mengejarnya, Kei tiba-tiba menghalangi jalannya, membuat Saka mendesis kesal.
Kini lelaki itu hanya bersandar di tembok depan kelasnya sambil menyelipkan tangannya ke saku. Tatapannya memang tertuju pada gadis di depannya, tetapi pikiran Saka terus mencari cara agar bisa meloloskan diri.
Belum lama ini, Kei resmi menjadi bagian dari SMA Tirta Negara setelah mengurus kepindahannya dari sekolah yang dulu. Gadis itu merupakan teman karib Saka. Maka tak heran jika Kei tak canggung saat berada di dekat lelaki itu.
"Sak, udah lama banget gue nggak ngomong sama lo lagi," kata Kei dengan bersemangat. "Ehm ... lo ada waktu nggak?"
Saka menatap Kei datar. "Gue sibuk."
Gadis cantik itu memanyunkan bibirnya, kesal dengan jawaban Saka yang tak sesuai ekspetasi. "Lain kali aja deh. Lo mau, kan, kalau main ke rumah gue? Mama nanyain lo terus, penasaran juga sama lo yang sekarang."
"Tambah ganteng sih, hehe." Kei meringis. Tatapannya tak berpaling dari Saka walau sedetik.
"Udah?" tanya Saka, membuat Kei mengerutkan dahi.
"Apanya, Saka?"
"Ngomongnya," ujar Saka, sarkastik. "Kei, gue ada urusan yang lebih penting. Lo ganggu gue tau nggak?"
Saka menegakkan badannya. "Kalau cuma mau ngobrol gini kan bisa lewat chat."
Kei mengangguk lemah. Ia seperti mendapat tamparan keras karena ucapan Saka. Namun, ia kembali menunjukkan wajah ceria, berharap Saka tidak akan bosan melihat wajah cantiknya.
Detik berikutnya, ekspresi gadis itu berubah seratus delapan puluh derajat, sebab Saka yang tiba-tiba meninggalkannya.
"Saka!" panggil Kei, sambil berusaha mengejar lelaki itu.
Saka berjalan terburu-buru untuk menghindari Kei. "Gue nggak bawa motor. Gue mau naik mobil!"
"Boleh nebeng nggak, Saka?" ucap Kei dengan nada sedramatis mungkin. Gadis itu sendiri masih belum bisa menyamakan langkahnya dengan Saka.
"Ayo deh, kalau mau desak-desakan."
Mendengarnya, Kei berteriak antusias dalam hati. Setidaknya Saka mengizinkannya untuk terus berada di sisi lelaki itu. "Emang mobilnya apa?"
"Angkot!"
Diam-diam Kei merutuki Saka setelah lelaki itu benar-benar lenyap dari pandangannya. Berbeda dengan Saka yang hanya menertawakan candaannya sendiri.
•ANGKASA•
Sepanjang perjalanan, Jean tak bisa menyembunyikan sebongkah rasa malu. Wajah manis Saka terus berputar-putar di otaknya. Ketika pelajaran berlangsung pun sebagian besar pikiran Jean hanya tertuju pada lelaki yang duduk di sampingnya itu. Ia juga akan pura-pura memperhatikan papan tulis jika Saka membalas tatapannya.
Ketika Jean duduk di bangku halte pun, wajahnya masih memerah. Sial, betapa lemahnya gadis itu. Ternyata, hanya dengan menjadi teman sebangku Saka bisa membuatnya gila! Gila setengah mati!
Jean mengeluarkan ponsel dari tasnya, berharap dengan ini bayangan Saka akan segera lenyap. Akan tetapi, Jean salah. Begitu ia menyalakan ponsel, gadis itu malah menemukan beberapa pesan dari orang yang sedang dihindarinya.
From : Saka
Lo di mana sih, Je?Gue udah cari lo ke tempat sampah, ke semak-semak juga nggak ada! Jangan-jangan, lo ada di atas pohon mangga deket kantin?!
Bentar gue cek.
Kok nggak ada?!!
Nggak nggak! Gue bercanda😅
Sebenarnya lo di mana? Gue khawatir.
Pipi Jean seketika memanas saat membaca pesan paling akhir yang dikirimkan lelaki itu. Ia merasakan jantungnya berdebar lebih cepat.
Jean pun membaca ulang pesan tersebut, tetapi tak ada yang berubah. Jean sama sekali tak salah baca dan Saka pun tak salah ketik. Khawatir katanya?
"Gue udah cari lo ke mana-mana, Je."
Tubuh Jean menegang saat mendengar suara bariton yang sebenarnya menjadi candu baginya itu. "Saka?"
Lelaki yang tiba-tiba sudah duduk di sampingnya itu hanya menghela napas. "Gue kok nggak ada bosen-bosennya khawatirin lo terus." Kalimat Saka itu belum cukup untuk membuat Jean buka suara.
"Temenin gue naik angkot ya?" kata Saka sambil menatap kedua kakinya sendiri.
Jean membelalakkan matanya. "Hah?"
"Rumah lo sama rumah gue kan searah."
"Gue mending jalan kaki daripada naik angkot sama lo," ketus Jean.
Seperti yang kalian ketahui, apabila Jean mulai berbicara ketus, artinya ia sedang menyembunyikan rasa gugupnya.
"Gue bayarin deh," ucap Saka, "kesempatan langka loh, gue jadi dermawan kayak gini."
Seakan direstui oleh alam, beberapa detik kemudian sebuah angkot berhenti di hadapan mereka, membuat Jean pasrah menuruti keinginan lelaki itu. Angkot ini terbilang penuh, tetapi masih saja berhenti ketika menemukan penumpang.
Jean dan Saka duduk bersebelahan. Terkadang Jean risih ketika lengannya tak sengaja bergesekan dengan kulit Saka karena berdesakan. Untung saja beberapa penumpang turun setelah dua pemberhentian, sehingga Jean bisa sedikit bernapas lega. Dengan begitu, ia dapat memberi jarak dengan Saka.
"Mas ganteng kok mau naik angkot sih?"
Jean terkekeh geli saat menemukan dua siswa SMP sedang menggoda Saka. Ia pun memperhatikan ekspresi Saka yang sepertinya sedang menahan malu.
"Iya, nggak bawa motor," ujar Saka pelan, berusaha agar tak memancing perhatian. Namun, usahanya sia-sia. Seisi angkot sudah terlanjur menatapnya. Sampai ibu-ibu yang baru saja kembali dari pasar pun diam-diam mengulum senyum. Genit.
Jean melihat Saka sedang mengelus tengkuknya sendiri. Ia berusaha keras menahan tawanya sebab tingkah gugup lelaki itu.
"Mas ganteng, boleh minta nomor hp-nya nggak?"
"KIRI PAK!!!" teriak Jean, yang berhasil menggagalkan aksi modus tersebut.
Angkot mendadak berhenti. Jean sempat menarik lengan baju Saka agar mengikutinya keluar dari angkot. Setelah menyerahkan selembar uang kepada sopir, gadis itu langsung mendapat protes dari Saka.
"Kok lo yang bayarin?!"
"Terus ngapain turun di sini? Rumah gue kan masih jauh."
"Rumah lo juga belum kelihatan!"
Jean yang baru saja merapikan seragamnya yang kusut pun langsung memberikan tatapan tajam. "Lo nggak berisik semenit aja bisa nggak sih?"
Saka mendadak diam, kemudian mengeluarkan selembar uang dan menyerahkannya pada Jean, berniat mengganti uangnya tadi. Namun, Jean menolak.
"Ya udah, gue temenin lo aja," ujar Saka.
"Ke mana?"
"Bikini Bottom," jawabnya enteng. "Ya pulang ke rumah lo lah!" Mendapat tawaran seperti itu membuat Jean bimbang.
"Rumah lo juga masih jauh. Nanti kalau lo kenapa-kenapa kayak waktu itu gimana?" lanjut Saka.
Gadis itu mengalihkan pandangannya pada apa pun itu, kecuali sosok bernama Saka. Ia sibuk memikirkan baik buruknya jika Saka bersamanya nanti. Akan tetapi, tak ada salahnya juga menjadikan Saka sebagai tameng selama perjalanannya.
Jean kembali menatap Saka sebelum menganggukkan kepala.
***
Pagi pagi gini saya lagi mood apdet nih, hehehe💓
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA
Teen FictionAngkasa, aku akan memberitahukan kepadamu betapa sulitnya mencintai seseorang yang sama selama dua tahun terakhir. Betapa lelahnya aku bertahan dengan sebuah rasa tanpa pengakuan. Ibaratnya seperti hatiku yang berteriak memanggil namanya, mustahil i...