"Jean!" seru Saka setelah mendapati Jean yang baru saja keluar dari mobil bersama Levin.
Gadis itu segera mendekati Saka yang mengenakan kaos bercorak hijau dan putih, seragam kebesarannya, lalu menarik tanda pengenal panitia yang terkalung di leher Saka.
"Cie, ketua," goda Jean.
Saka terkekeh sambil mengacak rambut gadis itu. "Cie, bintang tamu."
Untuk menyembunyikan rasa malunya, Jean berlagak menoleh ke arah Levin. "Bang, Wendy sama Hans di mana ya? Kok di sana cuma ada Damar?" tanyanya sembari menunjuk Damar yang sedang duduk di teras rumah warga.
Kini, mereka sedang berada di pemukiman padat penduduk. Jean memang datang ke sini bersama teman band yang lain atas permintaan Saka. Tentu ia senang bisa ikut memeriahkan kegiatan Teens Go Green yang diketuai Saka ini.
"Kalau lo nanya gue, gue harus nanya siapa, Je?" kesal Levin, "kan lo sama gue baru aja sampai." Jean pun menggaruk kepalanya karena salah tingkah.
"Je, mending lo samperin Damar aja. Kasihan dia udah kelamaan nunggu," usul Saka.
"Lo kalau ketemu Wendy sama Hans suruh ke tempat gue sama Damar aja," pesan Jean kepada Levin, sebelum Saka menarik Jean pergi.
Levin mencebik kesal. "Cih, mentang-mentang udah pacaran." Levin iri saja, adiknya yang masih ia anggap sebagai bocah itu ternyata sudah mempunyai seseorang yang bisa diajak memikirkan masa depan bersama. Sedangkan dirinya? Ah, sudah. Jangan dibahas.
Sebab tak betah berdiam diri, Levin pun menghampiri stan makanan. Di sana, ternyata semua kudapan dibungkus dengan daun, seperti daun pisang, daun pandan, daun kelapa, daun mangkok, dan beberapa jenis daun yang tak Levin ketahui namanya.
Ketika sedang sibuk memborong kudapan gratis itu, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya.
"Halo, Kak," sapa gadis itu, "gerakannya dipercepat ya, soalnya bentar lagi acaranya mau mulai."
Iya sih, Levin memang mengenakan baju warna hijau. Tetapi, dirinya kan hanya mengantar Jean, bukan menjadi bagian dari komunitas ini. Lantas, gadis dengan tanda pengenal bertuliskan Franda itu mendadak sok akrab begini? Menarik.
"Ah, oke," ujar Levin, "nanti gue ikut lo aja."
Franda mengangguk dengan ceria. "Boleh kok, boleh."
Levin terlalu fokus pada gadis itu, hingga tak menyadari kedatangan Wendy dan Hans yang sedang kerepotan membawa berbagai alat musik. Jika Jean tahu, habis sudah nyawa Levin.
"Wendy, biar aku yang urus semuanya. Kamu diam aja di sana," pinta Hans sambil menunjuk sebuah kursi.
Wendy menggembungkan pipinya, tak terima. "Aku mau salto kalau kamu nyuruh aku diam!"
Dari percakapan itu sudah cukup menjelaskan perkembangan hubungan mereka. Sama seperti kisah Jean, cinta Wendy pun ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Ia sama sekali tak menyesal telah memberanikan diri untuk meminta Hans menjadi salah satu hal yang akan ia pikirkan setiap hari.
Waktu itu, Hans menjawab, "Bahkan, gue mau jadi sel otak lo, Wen."
Sungguh keadilan sosial bagi setiap orang yang telah memperjelas perasaannya.
Sementara itu, Dara yang sudah resmi menjadi bagian dari Teens Go Green berlari menghampiri Reyhan dan Juli yang menyempatkan diri untuk datang. Di tangannya, ada tiga plastik bening berukuran kecil berisi benih sayuran.
Dara menyodorkan salah satu plastik kepada Juli. "Reyhan, ini buat lo."
Mukanya langsung berseri-seri. "Oh, benih sayuran? Makasih ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA
Teen FictionAngkasa, aku akan memberitahukan kepadamu betapa sulitnya mencintai seseorang yang sama selama dua tahun terakhir. Betapa lelahnya aku bertahan dengan sebuah rasa tanpa pengakuan. Ibaratnya seperti hatiku yang berteriak memanggil namanya, mustahil i...