25 - Sweetness

1.7K 163 24
                                    

"Biar gue yang masuk mobil!"

Ucapan Saka berhasil membekukan pergerakan. Terutama Frei yang sedang membopong tubuh Jean. Ia menoleh ke arah Saka, membuatnya tak sadar telah menunda pekerjaannya untuk memasukkan gadis berwajah pucat itu ke mobil.

"Tolong Kak, lo di sini aja sama temen-temen gue," kata Saka dengan setengah memohon.

Frei menghela napas dan mengangguk. Sekali lagi, maniknya menatap gadis itu, kemudian mempersilakan Saka untuk masuk ketika Jean sudah berada di mobil bersama Wendy.

"Makasih," ucap Saka sebelum menutup kaca mobil. Ia mengangkat kaki Jean ke atas pahanya, sedangkan kepala Jean sudah berada di rengkuhan lengan Wendy yang sudah diberikan bantal berbentuk keroppi terlebih dahulu, agar Jean mendapatkan kenyamanan lebih.

Di mobil itu ada Wendy, Jean, Saka di jok belakang, Hans yang mengemudikan mobil, dan di samping lelaki itu ada Damar yang sesekali membenarkan posisi kacamatanya, sambil sesekali melirik cemas ke arah Jean melalui kaca mobil.

Tentu Saka melihat itu. Namun, peduli apa? Yang perlu dicemaskan sekarang adalah keadaan sahabat pucatnya, Jeana Adelyne, bukan Damar beserta gerak-geriknya.

•ANGKASA•

Wajah pucat Jean sudah mulai memerah, dengan jatuhnya beberapa bulir keringat. Gadis bersurai cokelat, Wendy, dengan telaten mengelapnya dengan tisu.

Wendy jelas khawatir dengan kondisi Jean yang tiba-tiba tak sadarkan diri di tempat umum. Setengah menyesal karena sudah mengajak Jean jogging, tanpa tahu jika temannya ini mungkin sedang tak enak badan. Apalagi Wendy sempat mengejeknya payah. Hal itu membuatnya semakin merasa bersalah.

"Wen, kita pulang dulu aja. Udah ada Saka sama abangnya Jean," ujar Hans, yang langsung mendapat tatapan nanar dari Wendy.

Gadis cantik itu bangkit dari kasur dan berdiri lesu. "Ya udah, ayo, Hans."

Hans memperhatikan Wendy, lalu segera menoleh ke arah Levin. "Kak, kita pamit ya."

Levin mengangguk. Ia menjabat tangan Hans sebentar dengan memperlihatkan senyum ramahnya. "Hati-hati nyetirnya. Kasihan tuh ada patung yang harus lo jaga," katanya seraya terkekeh, seolah menyindir Damar yang diam sedari tadi.

Damar menaikkan kedua ujung bibirnya. Hampir tak tampak jika kamu tak menyadarinya. Mungkinkah Levin berhak mendapatkan penghargaan karena berhasil membuat lelaki batu itu tersenyum?

Hans tertawa lebar. "Siap, Kak. Barang antik nih," ucapnya, sembari menepuk bahu Damar.

"Makasih udah nganterin Jean pulang."

Mereka mengangguk serempak. Jean adalah gadis yang terlalu berharga untuk dibiarkan pingsan dan menjadi tontonan banyak orang. Meskipun gadis itu kadang tak banyak bicara, persahabatan mereka tentu sudah terlanjur dalam.

Setelah ketiganya beranjak dari sana, Levin langsung memotong jarak dengan putri tidurnya. "Gue tebak, lo pasti belum sarapan."

Lelaki berumur sembilan belas tahun itu menghela napas dalam, kemudian berjalan keluar. Ia hampir saja melupakan Saka yang sempat tergopoh-gopoh sambil membopong Jean ke kamarnya yang terletak di lantai dua.

Levin berbalik dan menemukan Saka yang tengah duduk di kursi kecil sambil menatapnya. "Gue lupa kalau ada lo, Sak."

"Santai aja. Gue mah biasa dilupain," balas saka, ngaco.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang