51 - Jawaban Rahasia

644 95 5
                                    

Kedua kakinya takut berpijak di tempat yang salah. Apa mungkin Lauren dan Eve tinggal di kontrakan kecil seperti ini? Ia setengah tak percaya. Akan tetapi, saat membaca alamat yang tercatat di memo ponselnya lagi, sudah benar kok. Jean pun sudah beberapa kali bertanya pada warga sekitar. Mereka berkata sangat mengenal Lauren dan Eve yang ternyata hanya tinggal berdua.

Dengan ragu, Jean mengetuk kontrakan tersebut. Tak ada sahutan. Apalagi jam tangannya sudah menunjukkan hampir pukul delapan malam.

Jean menoleh ke arah Kang Yan yang sedang menunggu di mobil yang terparkir di pinggir jalan. Tak jauh dari rumah itu. Kang Yan sendiri hanya mengangguk, mencoba meyakinkan Jean bahwa mereka pasti berada di rumah.

Mendadak pintu terbuka, membuat Jean terperanjat. Di sana menampilkan sosok Eve yang rambutnya diikat tinggi ke belakang. Senyumnya yang lucu langsung menyambut kedatangan Jean.

"Wah! Kak Jean?" seru Eve, kegirangan, "Eve nggak percaya kalo Kak Jean bakal dateng secepet ini loh."

Jantung Jean masih berdebar. Oleh karena itu, hanya senyuman tipis yang bisa ia tunjukkan. Tak dapat dipungkiri bahwa Jean sedikit takut jika berhadapan langsung dengan Lauren, yang sudah jelas-jelas menindasnya.

"Ayo, masuk dulu, Kak," ajak Eve, diikuti oleh langkah kecil Jean. "Maaf ya, kalo berantakan gini."

"Nggak apa-apa," jawab Jean pelan. Ia pun melangkah ragu ke rumah kontrakan minimalis itu.

Setiap langkahnya semakin membuat bayangan Lauren di otaknya semakin jelas. Malam ini ia hanya ingin menuntaskan, bukan mempersulit keadaan. Tapi, Jean tak boleh berharap banyak pada gadis ulat bulu itu.

Jean seperti kucing yang selalu patuh pada perintah majikannya. Buktinya, saat Eve menyuruhnya duduk di kursi kayu ruang tamu pun Jean menurut saja. Ya, memang sepatutnya begitu.

Detak jantung Jean kian tak terkendali setelah Eve berkata ingin memanggil kakaknya yang sedang menonton televisi. Ia harus tenang. Jean mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa Lauren orang yang baik. Buktinya, Eve nyaman-nyaman saja tinggal bersama monster itu, walau nyatanya berbanding terbalik dengan Jean yang risih sekaligus takut jika gadis itu berada di sekitarnya. Menurut Jean, di situ ada Lauren, di situlah ada masalah.

Benar saja, Lauren langsung menegang ketika melihat gadis itu. Begitu pula dengan Jean. Huft, sebenarnya ia tak kalah tegang.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Lauren, dengan nada tak bersahabat. Melihat respons kakaknya yang berbeda dengan ekspetasinya, Eve pun mencoba menegur Lauren.

Jean yang sedari tadi menunduk pun mencoba menatap Lauren. "Gue cuma mau tanya sesuatu."

Merasa ada yang tidak beres, Lauren segera menghampiri Jean dan menariknya agar keluar dari kontrakan. Sementara, Eve mencoba melerai tangan kasar kakaknya dari lengan Jean. Ia sungguh tak mau ada keributan di sini.

"Gue bakal bayarin kontrakan lo sampe lo nemu tempat baru!" seru Jean, berhasil mengendorkan cengkraman tangan Lauren. Gadis itu pun menoleh ke arah adiknya, dan Eve hanya menatapnya pasrah.

"Gue kasih lo kesempatan," ucap Lauren pada akhirnya. "Duduk."

Mereka bertiga pun duduk di kursi kayu tua itu. Saling menatap, menunggu Jean angkat bicara.

"Gue tahu, lo bukan otak dibalik perundungan yang lo lakuin ke gue, kan?"

Kalimat Jean terdengar santai, tapi sukses membuat Lauren dan Eve menahan napas beberapa detik. Padahal Jean sedang berusaha mengubur rasa takut dan gugupnya dalam-dalam.

"Maksud lo?" tanya Lauren, pura-pura tak tahu.

"Gue lihat lo lagi krisis uang, tapi lo nggak semestinya bikin mental gue down," ungkap Jean. "Lo dibayar berapa sama Dara?"

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang