Kelas Jean baru saja selesai melakukan pemanasan, karena sekarang adalah jam mata pelajaran olahraga. Jean berjongkok, kelelahan, padahal hanya pemanasan ringan. Akan tetapi, sinar matahari yang terik itulah yang membuat semuanya terasa lebih melelahkan.
Jean mengambil kesempatan untuk beristirahat sejenak karena ketua kelas sedang memanggil guru olahraga yang 'katanya' ada urusan mendadak.
Jean menunduk, berusaha menghindari sinar matahari itu. Mau meneduh pun, ia harus berpikir matang-matang, karena push up lima puluh kali akan menjadi hukumannya.
Tiba-tiba Jean merasakan ada seseorang yang berdiri di depannya, menghalau sinar matahari yang terus mengejarnya. Gadis itu mendongak, dan mendapati Saka sedang melihat ke bawah untuk menatapnya.
Saka menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Wah, gue kayak raksasa."
Mendengar itu, Jean tersenyum tipis. Diam-diam ia berharap Saka akan selalu melindunginya seperti ini. "Makasih, ya."
Lelaki itu mendongakkan kepalanya. Ia merasa telah memberikan pertolongan besar untuk Jean. Tapi karena mendongak itulah, sinar matahari kembali menerobos untuk menggoda Jean.
Meskipun panas, Jean malah menatap Saka. "Nunduk aja! Biar gue nggak kepanasan."
Lantas, Saka langsung menuruti perintah Jean. Lelaki itu menunduk, menyapa mata Jean yang sempat menyipit. Keduanya saling mengunci tatap, berbicara melalui pandangan mata. Mereka tak memedulikan tatapan lain yang lebih panas dari sinar matahari pagi itu.
•ANGKASA•
Dug!
Saka menangkap bola basket, tepat sebelum mengenai dadanya, lalu melemparkannya lagi ke arah anak-anak basket yang sedang latihan itu.
"Insting lo kuat, Man!" puji Juli, seolah terpukau dengan kejadian tadi.
"Saka gitu loh!" pamer Saka.
Jean sendiri hanya mendesis kesal saat melihat sisi Saka yang narsis begitu. Apa Saka tidak bisa bersikap cool sebentar saja? Sejujurnya, Jean hampir saja ingin memelintir mulut Saka karena terus-terusan tersenyum konyol seperti itu.
Mendadak Jean berpikir untuk mengatakan sesuatu. Mumpung hanya ada Saka dan Juli di sini, ia tak harus merasa tak enak hati.
Jean menggulung ujung seragamnya karena gugup. "Sak, sebenernya gue pengen ngomong sesuatu."
"Apa ituuuu?" desak Juli, penasaran. Pikiran lelaki itu sudah bertamasya ke mana-mana. Saka pun langsung memukul paha Juli agar tak merusak suasana.
"Gue tau siapa yang udah bully gue," lanjut Jean.
"Lauren, kan?"
"Bukan."
Saka mengernyit heran. "Terus, siapa?"
"Dara." Akhirnya, Jean berhasil menyebut nama itu.
"Hah? Kenapa Dara? Bukannya selama ini yang bully lo itu Lauren, Je?" tanya Saka dengan cepat. Ia tak menyangka Jean bisa menyebut nama itu seolah-olah Dara adalah tersangkanya.
"Gue udah tahu semuanya," kata Jean, "Dara emang dalangnya, dan Lauren cuma suruhan dia. Selama ini tidur gue nggak nyenyak, makan gue nggak kenyang, dan gue stres gara-gara permainan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA
Teen FictionAngkasa, aku akan memberitahukan kepadamu betapa sulitnya mencintai seseorang yang sama selama dua tahun terakhir. Betapa lelahnya aku bertahan dengan sebuah rasa tanpa pengakuan. Ibaratnya seperti hatiku yang berteriak memanggil namanya, mustahil i...