59 - Air Mata Mengudara

572 86 23
                                    

Nata menatap Saka dengan heran, setelah lelaki itu menyelesaikan piket mingguannya tanpa protes. Meski demikian, Saka tetap terlihat ogah-ogahan, sangat malas, dan lemas. Entah kenapa, Nata merasa bahwa Saka sedang kehilangan nyawanya.

"Tumben lo mingkem, Sak," komentar Nata, selepas Saka keluar dari kelas.

Saka membalikkan badannya ke arah Nata. "Gue protes salah, diem juga salah," katanya, "mau lo apa sih, Nat?"

Nata meringis. "Lagian gue bingung, lo nggak kayak biasanya, Mad."

"Mad apaan?"

"Somad," jawab Nata polos.

Di hadapan Nata, Saka memaksakan senyumannya. "Nggak apa-apa, cuma lagi PMS."

"Hah? PMS?"

"Pura-pura malas saja."

Nata hampir mengayunkan tangannya untuk menabok lelaki itu. Namun, ia mengurungkan niatnya. "Dasar," kesalnya.

Selesainya Nata berucap bersamaan dengan datangnya Reyhan. Lelaki itu merangkul pundak Saka, kemudian mengajaknya ke tepi lapangan basket, yang sudah mereka anggap sebagai markas sendiri.

"Anjay, temen gue," ucap Reyhan, "lemes banget."

Saka menatap Reyhan dengan tatapan tak minat. "Lo kan tahu apa yang gue rasain. Lo selalu tahu semuanya, Han, bahkan warna celana dalam yang gue pakai sekarang."

"Hijau?" tebak Reyhan.

"Iya, bener." Saka tampak tertawa, membuat Reyhan sedikit lega. Sebenarnya ia tak ingin Saka terus-menerus sedih begini. Meskipun lelaki ini yang membuat Dara, gadis yang ia cintai, menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan hati Saka.

Yah, mereka sama-sama mengalami kisah cinta yang sulit.

Reyhan menepuk pundak Saka. "Sak, gue lihat, lo selalu mementingkan dan mikirin Jean. Mulai sekarang, lo coba hidup buat diri lo sendiri deh. Misalnya, lo belajar buat ulangan semester, ngasih self reward setelah berhasil menyelesaikan sesuatu, dan lo belajar menerima kekurangan dan menonjolkan kelebihan lo. Setelah itu, percaya deh sama gue, kalo lo bakal dapetin apa yang lo pengen."

Saka mencoba memakan habis semua kalimat Reyhan, lalu akan ia simpan baik-baik di memorinya, karena Reyhan hanya sesekali mengeluarkan kata-kata mutiara. Saka sama sekali tak menyesal mempunyai sahabat seperti Reyhan, walaupun lelaki itu sempat menjadi penyebab keributan di antara Saka dan Jean.

"Makasih, Han. Lo kayak habis ngisi ulang nyawa gue," kata Saka.

Reyhan mendesis. "Tapi kayaknya emang lo harus sesekali kosongin nyawa lo, Sak, biar kalem dikit." Mendengar itu, Saka langsung mengangkat tangannya ke udara, berencana memukul kepala Reyhan.

"Gila. Lo mau gue mati?" kesal Saka, sukses membuat Reyhan terbahak.

Tak lama kemudian, Jean melintas di depan mereka. Gadis itu tampak dingin, tapi tertangkap basah telah melirik oknum bernama Saka. Pertemuan mata itu tak lebih dari lima detik. Namun, terasa saling mengikat, berusaha untuk menuntaskan rindu.

Beberapa hari yang terasa sangat menyakitkan. Di mana sepasang manusia itu memutuskan untuk saling menjauh. Apalagi Jean yang sungguh menepati janjinya untuk menjaga jarak dengan Saka, layaknya bulan dan bumi. Jika terus begini, rindu yang tersembunyi di balik ego tak akan pernah tuntas.

"Sak," panggil Reyhan, menyadarkan pandangan Saka yang terus menatap kepergian Jean.

"Hm?"

"Dulu gue pernah bilang, gue lebih suka kalo lo sama Dara daripada sama Jean. Itu kebodohan gue yang pertama. Terus, gue bantuin Dara buat dapetin lo. Itu kebodohan gue yang kedua. Dan sampai sekarang, Dara nggak tahu soal perasaan gue ke dia. Itu kebodohan gue yang ketiga. Pada akhirnya kita jadi orang bodoh, dan lo nggak mau selamanya begitu, kan?" Saka pun mengangguk setelah mendengar ucapan Reyhan. "Makanya, tolong lakuin apa yang gue bilang tadi. Dan karena gue udah hidup buat diri gue sendiri, sekarang waktunya buat perjuangin perasaan gue."

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang