Jean memandang Dara yang sedang menyampaikan pendapatnya mengenai rencana kegiatan komunitas go green. Meskipun baru beberapa menit bergabung bersama mereka, Dara bisa dengan cepat beradaptasi.
Kenapa gue nggak bisa kayak Dara, ya?
Pertanyaan itu terus berputar di otaknya, membuat Jean semakin pesimis, bukannya terdorong untuk melakukan suatu hal yang lebih baik, walaupun sebenarnya Jean mampu. Pikiran negatif yang sungguh melelahkan.
Jean tersadar dari lamunannya saat mendengar tepuk tangan dari beberapa orang ketika Dara menyelesaikan kalimatnya.
"Je, lo mau berpendapat nggak?" tanya Saka secara tiba-tiba.
Jean pun melotot karena tak siap. "Hah? Gue, nih?"
"Iya lah, Jeaan. Ayo, ngomong aja," desak Saka.
Manik hitam Jean bergerak gelisah, lalu tatapannya kembali berpulang pada Saka. "Bentar, deh." Gadis itu tampak berpikir sejenak. "Gue punya ide gini, sih. Kita ngasih biji atau bibit tanaman ke desa-desa, tapi pakainya biji atau bibit buah dan sayur biar berguna juga buat mereka."
"Tapi...," Saka melirik Wendy dan Dara, "itu masukan Dara tadi, terus udah dicatat di agenda kita juga."
Jean menghela napas pelan. Seharusnya ia diam saja tadi. "O, iya, maaf."
Saka tersenyum. Ia berusaha menghibur Jean yang tampak sedikit murung. "Nggak apa-apa, Je."
Selanjutnya, mereka pun melanjutkan diskusi dengan Jean yang malah sibuk menunduk.
•ANGKASA•
Berlatar tempat di parkiran, Saka menarik tangan Jean ketika gadis itu tiba-tiba berjalan menjauh darinya. "Mau ke mana, Je? Tadi lo, kan, berangkat sama gue?"
"Pulang," balas Jean singkat. Sebenarnya ia sedang malas bicara.
"Ayo, sama gue aja," kata Saka. "Gue juga mau ajak lo ke suatu tempat."
Jean yang sedari tadi memandang semua objek di sekitarnya, kecuali Saka, kini memberanikan diri untuk menatap lelaki itu. "Ke mana?"
Melihat Jean yang tampak tertarik, Saka pun menjadi senang sekaligus lega. "Ke mal. Please, temenin gue, ya?"
Pada akhirnya, Jean menuruti permintaan Saka. Lelaki itu membawanya ke salah satu mal dan berkata bahwa akan ada seseorang lagi yang datang.
"Temen gue," ucap Saka saat Jean bertanya siapa orang itu.
Percakapan itu malah membawa mereka kembali hanyut dalam hening. Jean pun membenarkan posisi tas putih gading yang tersampir di bahunya. Kait berwarna perak mempermanis tampilannya. Jean sangat menyukai tas ini. Lebih suka lagi karena tas ini membuat tangannya tak tinggal diam dan dirinya tak makin tertusuk canggung yang begitu kejam.
"Saka!! Huhu ... Kangen banget!"
Jean menoleh ke samping dan mendapati Saka sudah dipeluk erat oleh seorang gadis. Bahkan, ia tak pernah menyentuh Saka seperti itu.
Kali ini Jean sedang diserang cemburu.
"Apa sih! Nggak usah peluk peluk!" Saka berhasil melepaskan diri dari pelukan Kei.
Kei mengerucutkan bibirnya sebal. Akan tetapi, ekspresi itu hanya bertahan sebentar, sebab ia kembali memasang wajah ceria. "Saka, makasih udah datang!"
Saka hanya membalas ucapan itu dengan gumaman. "O, iya, kenalin ini namanya Jean." Lelaki itu menoleh ke arah Jean. "Jean, ini Kei. Dia temen kecil gue. Kei juga satu sekolah sama kita. "
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA
Teen FictionAngkasa, aku akan memberitahukan kepadamu betapa sulitnya mencintai seseorang yang sama selama dua tahun terakhir. Betapa lelahnya aku bertahan dengan sebuah rasa tanpa pengakuan. Ibaratnya seperti hatiku yang berteriak memanggil namanya, mustahil i...