63 - Seratus Delapan Puluh Derajat

538 81 9
                                    

Entah sudah berapa kali Jean mengerutkan dahinya. Bagaimana tidak? Hari ini, ia bahkan belum mendengar sepatah kata pun keluar dari mulut Saka. Lelaki itu diam, lebih mirip orang yang sedang merajuk. Hal itu tentu membuatnya merinding. Jangan-jangan ... Saka kesurupan? Ngeri.

"Sak, lo paham bagian ini?" tanya Jean sembari menunjuk salah satu halaman di buku paketnya, bermaksud basa-basi. Namun, respons yang ia dapatkan hanyalah Saka yang mengedik tak acuh.

Jean yang kesal pun kembali menggeser buku paketnya agar menjauh dari lelaki itu. Ia berusaha kembali fokus mengikuti pelajaran sejarah, yang sebenarnya membuat Jean menguap beberapa kali. Jean tak lagi peduli pada lelaki di sampingnya yang sudah mengerucutkan bibir.

Akan tetapi, ketidakacuhan Jean tak bertahan lama. Perjuangannya meluluhkan bayi yang sedang merajuk kembali dimulai saat bel istirahat berbunyi.

"Saka," panggil Jean, membuat lelaki itu tanpa sadar sudah menolehkan kepalanya, refleks. "Lo nggak ke kantin?"

Pertanyaan Jean tersebut malah mengundang jiwa malas Saka. Alhasil, lelaki itu menggulung tangannya di atas meja, kemudian meletakkan kepalanya di sana. Astaga, Saka benar-benar, ya!

"Terserah lo lah, anjir." Selepas mengatakannya, Jean langsung melengos pergi ke kantin seorang diri. Kesal juga menghadapi bayi besar seperti Saka. Apa lebih tepatnya bayi bajang? Ya, itu lebih cocok.

Padahal alasan Saka merajuk tentu karena penolakan Jean semalam. Meski Saka tahu jika Jean sedang mabuk dan tak seratus persen sadar, tetap saja ia kesal. Jean seperti tak berperikemanusiaan!

Di sisi lain, Jean sudah berdiri di depan rak-rak makanan ringan di minimarket yang ada di sekolahnya. Ia jarang sekali ke sini. Namun, pikirannya yang kembali lancang memikirkan bayi bajang itu membuat Jean menginjakkan kakinya di minimarket.

Pada akhirnya, Jean mengambil dua susu kotak rasa cokelat dari lemari pendingin. Ketika hendak membayar, tiba-tiba Dara menyerobot antreannya.

"Mbak, susu kotak tiga, ya," katanya sambil menunjukkan senyuman lebar. "Ini punyaku satu, sekalian punya Jean."

Jean mengalihkan pandangannya pada susu kotak yang dipegang Dara untuk memastikan bahwa dirinya tak salah dengar. Benar saja, di tangan gadis itu sudah ada satu susu kotak rasa vanila, dan Dara sungguh membayar milik Jean pula.

"Dara, nggak usah repot-repot," tolak Jean, merasa tak enak hati.

"Itu hadiah buat lo yang udah coba buat fokus lagi sama pelajaran, Je," balas Dara.

"Tapi kan-"

Ucapan Jean terpotong karena Dara sudah melarikan diri dari hadapannya. Bahkan Jean belum sempat berterima kasih. Mungkin, lain kali Jean akan membalas budi.

Sesampainya di kelas, ternyata Saka belum mengubah posisinya. Hal itu membuat Jean menghela napas, berusaha sabar. Setelah menuliskan sesuatu di kotak susu, Jean pun memasukkannya ke tas Saka. Untung saja lelaki itu sedang tidur, jadi Jean tak perlu repot-repot menetralkan detak jantungnya hanya untuk memberikan susu ini.

Agak menggelikan, tapi tak apa.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Jean pun segera membereskan buku-buku dan alat tulisnya yang berserakan di meja. Setelah menggendong tasnya, ia menatap Saka yang kembali memejamkan mata. Masa bodoh! Jean pun segera keluar kelas ketika mendapati beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari Levin. Pasti lelaki itu sudah menjemputnya.

Ajak Saka pulang bareng juga ya.

Begitulah bunyi salah satu pesan Levin yang belum Jean baca. Sayangnya, gadis itu benar-benar sudah meninggalkan Saka.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang