"Je, sekarang tembak Saka di hadapan kita," lanjutnya.
"Apa?!" Bukan cuma Jean dan Saka yang terkejud, tapi Hans juga. Mereka menunjukkan respons yang sama. "Lo nggak bercanda kan, Wen?" tanya Jean.
"Nggak. Kalau lo nggak mau, dare-nya cium Saka di depan panggung itu aja deh," ujar Wendy santai.
"Gila." Jean mendesis, "Nggak ada dare yang lain?"
"Buat seru-seruan aja!" ujar Wendy tanpa merasa bersalah. Ia tak menyadari jika rona merah sudah menyebar ke seluruh wajah Jean. Gadis itu malu, kesal, dan ingin menangis dalam satu waktu. Akan tetapi, Wendy tak menyadari. Itulah kelemahan Wendy. Gadis berparas blasteran itu kurang peka terhadap perasaan orang lain.
"Ayo, Je, buruan!" sorak Wendy.
"Nggak!" tolak Jean.
"Ayoooo!"
"Nggak mau!"
"Je...," lirih Saka, "biar cepet selesai."
Apa maksudnya? Jadi, Saka ingin turut membuat Jean malu? Jean kira, Saka akan menolak, tapi lelaki itu malah menyuruhnya agar cepat bertindak. Huft, Jean tak habis pikir. Ia pun mengambil napas sebanyak mungkin.
Atmosfer di sekitar mereka berubah. Dingin, tegang, dan tak bersahabat, karena Jean cukup hebat dalam mengatur suasana dengan raut wajahnya. Gadis itu menatap Saka dengan lekat.
"Saka."
"Hm?" sahut Saka sekenanya.
Wendy mulai cemas, sekaligus gemas. Ia mencengkeram lengan Hans sambil berteriak-teriak kecil.
"Gu-gue mau jadi pacar lo."
Kedua alis Saka menajam, berkerut. Bingung dengan kalimat Jean. Sebenarnya Jean hanya mengubah kalimat permintaan menjadi kalimat pernyataan. Ia berkata demikian, seolah-olah Saka yang memintanya untuk memulai suatu hubungan.
Saat ditanya Wendy kenapa bunyi kalimatnya begitu, dengan cerdas Jean menjawab, "Ujung-ujungnya nembak, kan, buat mencari kepastian. Sedangkan mau apapun jawaban Saka, lo pasti tetap maksa gue buat lanjutin hubungan nggak jelas ini, kan? Berapa lama? Seminggu? Sebulan?"
Wendy speechless. Sedikit menyesal, banyak senangnya. Kemudian, ia mendekat untuk memeluk Jean.
"Cukup sebulan, Jean. Setelah itu, lo bebas," kata Wendy. "Gue minta maaf."
Saka sedang berpikir keras untuk mengolah kejadian yang baru saja menimpanya. Terlalu mendadak, tapi ia selalu bersikap tenang.
"Jean," panggil Saka dalam hati.
•ANGKASA•
Malam ini wajah Jean terlihat mendung. Ia berjalan tak semangat di sekitar tempat parkir kafe. Menggenggam erat tali sling bag miliknya, gelisah.
Kenapa harus begini? Bukan cara seperti ini yang Jean harapkan. Ia selalu menunggu momen layaknya gadis lain yang diistimewakan saat lelaki hendak menyatakan perasaannya.
Ini tidak adil. Jean seakan memiliki perasaan sepihak. Padahal ia tak ingin merasa retak. Jika saja setelah sebulan tetap tak ada yang berubah, apakah Jean harus mengubur perasaannya lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA
Teen FictionAngkasa, aku akan memberitahukan kepadamu betapa sulitnya mencintai seseorang yang sama selama dua tahun terakhir. Betapa lelahnya aku bertahan dengan sebuah rasa tanpa pengakuan. Ibaratnya seperti hatiku yang berteriak memanggil namanya, mustahil i...