Waktu tak pernah menatap masa lalu. Tak pernah pula peduli pada apa pun yang ditinggalkan. Waktu hanya menjalankan tugas untuk menjemput masa depan. Jika kamu bertanya padanya mengenai hari esok, maka ia tak mengetahui jawabannya. Darinya, kita mengerti bahwa hari esok adalah misteri.
Hari ini akhirnya datang. Tak ada yang spesial. Monoton yang membuat bosan. Jean duduk di kursinya sambil mengamati guru menerangkan pelajaran bahasa Indonesia. Di sampingnya, ada Saka yang sedang asik memakan keripik kentang yang ia simpan di laci meja.
"Suara lo kedengeran," tegur Jean pada Saka, berusaha agar terdengar sepelan mungkin. Ia tak mungkin berbicara seperti biasa saat keadaan kelas begitu hening.
"Gue nggak ngomong apa-apa," jawab Saka sembari mengunyah keripiknya dengan wajah tanpa dosa.
"Suara lo pas makan!" balas Jean penuh penekanan. Tak lupa, ia juga menekan suaranya agar seisi kelas tak mendengarnya.
"Oh."
Jean frustasi. Pada dasarnya, Saka yang sekarang hanyalah seonggok daging tanpa telinga. Jika sudah begini, ia memilih untuk menyerah daripada meladeni tampang idiot itu. Namun, Saka malah mencolek-colek pinggangnya, sukses membuat Jean geli. "Diam!"
"Mau minta nggak? Tinggal dikit nih," tawar lelaki itu, lalu menyodorkan wadah keripik kentang yang isinya sudah berupa remahan sekali lahap.
"Nggak."
"Jean, Saka, jangan ngobrol sendiri!" tegur guru bahasa Indonesia secara tiba-tiba.
Mampus, umpat Jean dalam hati.
•ANGKASA•
"Je, jalannya jangan di belakang gitu. Lo kayak babu gue tau nggak?" kesal Saka karena Jean tak mau berjalan beriringan dengannya.
Gadis itu malah melihat sekeliling dengan gelisah, kemudian menundukkan kepala cepat-cepat. Untungnya, hanya ada beberapa orang yang menatapnya, biasa saja, tetapi ia juga tak mengerti arti dari tatapan yang seperti itu. Mungkin bisa mencerminkan hal lain yang mereka sembunyikan?
Akhirnya Saka menghentikan langkahnya. Ketika menatap Jean yang terus menunduk, gadis itu terlihat lebih pendek dari biasanya. Padahal, Jean memiliki tinggi badan ideal untuk gadis seusianya. Dengan tinggi badan 167 sentimeter, Jean masih terlihat kecil di mata Saka.
Tanpa banyak bicara, Saka menggaet tangan kanan Jean, menggenggamnya, kemudian membawanya ke saku celana. Jean terkejut, tetapi tak banyak melakukan protes. Ia hanya bergerak-gerak tak nyaman di genggaman Saka. Maka dari itu, Jean mendapatkan tatapan tajam darinya. "Diam dong, Je. Bagian bawah gue geli."
Jean yang mengerti maksud dari ucapan kotor itu, mau tak mau harus menuruti apa yang dikatakan Saka. Sial, sekarang tangannya mulai berkeringat. Jean mulai membayangkan jika keringatnya menembus celana abu-abu itu. Pasti sangat memalukan.
Tiba-tiba Jean melihat sekumpulan murid mengerubungi papan pengumuman. Mata jernihnya memicing, ingin melihat lebih jelas.
"Lo pengin lihat?" tanya Saka, seakan tahu apa yang dipikirkan gadis itu. Setelah Jean mengangguk, Saka menyeret gadis itu dengan langkah panjangnya, lalu mendekati papan pengumuman. Caranya cukup kejam ketika menyingkirkan beberapa anak dengan mengatakan, "Yang udah lihat, minggir! Jangan menuh-menuhin!"
Melihat wajah tampan itu, beberapa gadis mundur untuk mempersilakan. Kendati sebagian dari mereka mencebik kesal, tak ada seorang pun yang berani menentang perintah Saka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA
Teen FictionAngkasa, aku akan memberitahukan kepadamu betapa sulitnya mencintai seseorang yang sama selama dua tahun terakhir. Betapa lelahnya aku bertahan dengan sebuah rasa tanpa pengakuan. Ibaratnya seperti hatiku yang berteriak memanggil namanya, mustahil i...