Hujan deras membawa Jean ke sebuah kafe yang cukup ramai. Asap dari makanan yang masih hangat dan aroma berbagai olahan daging, ikan, beserta kue-kue sekali lahap langsung menyambut kedatangannya.
Jean meletakkan plastik transparan berisi beberapa makanan dan minuman yang sedotannya menyembul keluar dari plastik. Lantas ia mengusap lengannya. Hanya satu yang ada di pikirannya. Dingin. Mungkin ia harus memesan susu hangat agar orang-orang tak menganggapnya "numpang duduk".
Gadis itu hanya fokus pada dirinya sendiri untuk beberapa detik. Sampai pada suatu saat ia baru menyadari bahwa tempat ini adalah tempat yang tidak seharusnya ia kunjungi.
One-fifteenth Cafe.
Terlambat untuk pergi, sebab seorang pelayan tiba-tiba menghampiri Jean, "Mau pesan apa ya, Mbak?"
"Ah ... iya," Jean kembali menyentuhkan pantatnya ke kursi seraya tersenyum canggung, "susu vanila hangat aja satu."
"Susu vanila hangat satu," kata pelayan tersebut sambil mencatat pesanan Jean. "Ada lagi?"
Jean menggeleng.
"Oh iya Mbak, kami sedang melakukan survei pelanggan. Kalau Mbak mau mengisi surveinya, ada roti bakar gratis dari kami."
Jean hanya melihat sekilas kertas yang diberikan pelayan itu. Karena perutnya pun keroncongan, akhirnya Jean mengangguk mengiyakan. "Saya mau."
Setelah pelayan itu pergi, Jean mulai membacanya. Ada dua pertanyaan di sana, sangat mudah untuk dijawab, namun sukses membuat salah satu alisnya terangkat.
Pertanyaannya aneh.
"Tempat apa yang sangat ingin kamu kunjungi?" Jean menggumamkan pertanyaan pertama. Ia tampak berpikir, lalu menjawabnya dengan wajah berseri.
"Hadiah apa yang ingin kamu dapatkan saat ini?"
Kali ini ekspresinya berubah. Ditatapnya kertas tersebut dengan sendu, disertai dengan helaan napas panjang. Tapi pada akhirnya ia tetap menjawab pertanyaan terakhir.
Kebahagiaan.
•ANGKASA•
Saka menyembulkan kepalanya dari tembok saat mendapati Jean masuk ke kafe. Lelaki berseragam koki itu tersenyum miring ketika mengetahui apa yang dibawa gadis itu, "Widih! Bahkan lo beli makanan di tempat lain buat ngehindarin gue."
Ya, benar. Setelah kejadian tadi siang, bukannya bersikap manis, Jean malah terkesan apatis. Didekati, ia berpindah. Ditanya, ia pun tak menjawab.
Tiba-tiba Saka teringat sesuatu, lantas mengambil kertas dari map yang ia simpan di tasnya.
"Rina! Rina!"
Pelayan itu menoleh dan menghampiri Saka, "Kenapa ya?"
"Tolong kasih ini ke cewek yang lagi duduk di sana! Yang itu tuh!" Saka menunjuk ke arah Jean. "Bilang aja ini survei pelanggan dari kita, gitu."
"Oke, Pak."
"Buset dah, jangan manggil Pak. Saka aja! Sampe berbusa loh mulut saya gara-gara ngomong ini mulu!" ujar Saka dengan muka ketus.
Kalimat itu membuat si pelayan yang berumur dua tahun lebih tua dari Saka tersebut menunduk dalam. "Ma-maaf, Saka."
Tiba-tiba Saka tergelak, "Bercanda doang elah, Supri!" katanya, "tapi bagian jangan manggil Pak itu serius."
Mendengar itu, Rina kembali tersenyum lebar, "Siap!"
"Ya udah, makasih ya!"
Setelah Rina mengangguk sebagai balasan, Saka hanya sibuk mengamati kinerja Rina dalam menyukseskan rencananya. Lelaki itu tertawa melihat ekspresi kocak Jean saat Rina menghampirinya. Jelas-jelas gadis itu ingin pergi, tapi Saka sudah lebih dulu menahannya dengan mengutus Rina.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA
Teen FictionAngkasa, aku akan memberitahukan kepadamu betapa sulitnya mencintai seseorang yang sama selama dua tahun terakhir. Betapa lelahnya aku bertahan dengan sebuah rasa tanpa pengakuan. Ibaratnya seperti hatiku yang berteriak memanggil namanya, mustahil i...