part 21

2.5K 301 16
                                    

Author POV

Jarum jam baru saja bergeser ke angka 10. Kepalanya menoleh pada Bima yang masih fokus menyetir. Air mata tak henti menetes, membasahi kedua pipinya.

Sebuah kabar buruk baru di terimanya beberapa menit yang lalu. Dan disinilah mereka, di dalam mobil yang masih melaju menuju ke sebuah perumahan yang sudah beberapa kali baik Risa ataupun Bima datangi.

Bima segera memarkirkan mobilnya di salah satu area pinggir jalan begitu sampai. Risa langsung turun dari mobil dan bergegas ke dalam rumah tersebut.

"Jangan nangis, kita kesini untuk menguatkan mereka". Ucap Merry dengan menepuk-nepuk pelan pundak Bima. Ia pun langsung turun dari mobil.

Langkah kaki Risa membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Sudah ada beberapa orang yang mulai mengaji di salah satu sisi ruang tamu yang sofanya sudah di angkut keluar.

"Sa, Bunda.......".

Ia langsung memeluk Laras. Memeluknya dengan sangat erat. Keduanya sama-sama menangis.

Tidak ada kalimat-kalimat seperti biasa yang sering kali ia lontarkan jika Laras sedih. Dirinya juga sama hancurnya dengan Laras saat ini.

Merry duduk di depan Jay, ia memeluknya untuk menguatkan hati anak muda yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.

"ceritanya gimana? Tante udah lama ngga ketemu Bunda kamu".

"Ternyata, Bunda ke Singapore bukan untuk nemenin papa aja disana. Tapi juga berobat untuk kanker hatinya". Jay kembali menitikan air matanya.

"Kanker hati?". Tanya Risa dengan suaranya yang parau.

Kepala Jay mengangguk pelan.

"Bunda ngga pernah kasih tahu soal penyakitnya ke kami". Lanjut Jay.

kepala Risa menoleh begitu mendapati Denny dan juga Sonny yang datang, begitu juga Willy yang ada di belakangnya.

"Kalian bertiga, bantu tante buat urus yang lain". Perintah Merry dengan beranjak dari tempatnya duduk.

Risa masih ingat dengan baik bagaimana rasanya mengidap penyakit seperti itu. Seberapa banyak obat yang harus ia konsumsi setiap harinya.

kini ia duduk di samping Laras, tangannya masih sabar mengusap-usap puncak kepala Laras dengan lembut saat kepala Laras bersandar di pundaknya.

Kedekatan Laras dengan Bundanya memang sangat terlihat dengan jelas. tidak mudah bagi Laras untuk menerima ini semua.

"Ambulance-nya datang". Ucap Merry.

"Bundaaa". Laras segera bangkit dari duduknya dan berlari ke arah luar rumah. Di ikuti oleh Risa dan juga yang lainnya.

Tangis Laras semakin pecah begitu Jay dan yang lainnya mulai mengangkat peti mayat dari dalam ambulance.

Melihat Risa yang kesusahan untuk menahan tubuh Laras, Sonny segera mengambil alihnya. Memegangi tangan bahkan ia memeluk Laras.

"LEPASIN GUE.....". Teriak Laras, tangisnya semakin kencang saat jenazah bundanya di bawa ke dalam rumah.

"istighfar, Ras". Pinta Risa dengan menyeka sesekali air mata Laras.

"Gue mau ketemu bundaaa". ucap Laras dengan duduk di bawah tanah.

"Tenangin diri kamu dulu, Bunda bakalan sedih kalau liat kamu yang kaya gini".

Cengkraman tangan Sonny terlepas begitu Laras mulai melemah.

"Liat mata gue". Pinta Sonny dengan menangkub kedua pipi Laras, "Lo sayang bunda lo? Yang harus lo lakuin sekarang, ambil wudhu, ngajiin ibu lo. Bukan teriak kaya tadi. Seberapa kenceng lo teriak, ngga akan ngerubah keadaan".

Someday - DAY6 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang