part 26

2.7K 298 7
                                    

Author POV

Kalau lo hamil, gimana?".

Risa tertawa pelan, bahkan tak segan ia menggigit lengan Jay, "kalau aku hamil, tandanya kita akan punya anak. Jadi keluarga kecil........".

"Sa, gue serius". Ucap Jay memotong perkataan Risa.

Ia terdiam ketika menyadari ekspresi Jay yang kali ini benar-benar serius sekaligus takut. Rasa khawatir dan takut lebih mendominasi suaminya itu sekarang, "mas  gak mau punya anak?". Risa menatapnya dalam. Jantungnya berdebar, ia takut jika pikirannya memang benar.

Tangan kanan Jay meraih tangan Risa. Menautkan jari-jemari mereka satu sama lain, "mungkin, udah saatnya lo tahu yang sebenarnya,Sa".

"Apa mas?".

Jay menghembuskan nafasnya. Ia segera duduk di ranjang, menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Sedangkan Risa masih tidur di sampingnya, menatap wajahnya meski ia sama sekali tidak membalasnya.

Ia harus menceritakan sebuah dongeng pada Risa. Dongeng yang begitu kelam.

"Dulu, ada seorang bocah laki-laki berumur 5 tahun bersama adiknya yang baru saja berumur 1 tahun". Ucap Jay. Risa masih setia mendengarkannya.

"Malam itu, keduanya di antar oleh Ibu mereka ke suatu tempat yang sepertinya sangat jauh dari tempat tinggal mereka. bocah lelaki itu hanya tau, mereka pergi saat matahari sedang semangatnya menyinari bumi dan di gantikan oleh langit yang sudah mulai senja. Mobil berhenti, entah dimana. bocah itu masih ingat dengan baik sorot mata sang Ibu saat dia menurunkan keduanya,Sa".

Risa diam. Ia tidak ingin memotongnya dengan berbagai pertanyaan yang mulai memenuhi pikirannya.

"Sampai pada akhirnya, bocah lelaki itu sadar. Jika Ibu mereka sudah pergi. Pergi yang tanpa meninggalkan sepatah kata pun padanya".

kedua mata Risa bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah Jay yang memerah. Terlebih pada pelupuk matanya.

"langit semakin gelap. Tapi, bocah itu masih berusaha menggendong adiknya dengan selembar kain panjang yang di tinggalkan ibu mereka. Berjalan cukup jauh sampai akhirnya kaki dia udah ngga sanggup lagi untuk melangkah". Air mata lolos begitu saja pada pelupuk matanya. Namun, ia memilih untuk melanjutkan dongeng itu, "—mereka kelaparan. adiknya terus menangis karna susu yang ada di botol sudah habis selama perjalanan. Apa sih yang bisa di lakukan bocah 5 tahun kecuali ngemis? Berharap ada orang yang mau ngasih mereka makan. Dan.... Lo mau tahu siapa mereka,Sa?". Intonasi suara Jay begitu rendah pada satu kalimat terakhirnya.

Jay menoleh, ia melihat Risa yang sudah menangis dalam diam. Air mata sudah membasahi pipinya Juga.

dilihatnya Risa yang hanya menganggukkan kepalanya dalam diam.

"bocah lelaki itu gue, sedangkan adik yang terus di gendongnya itu Laras".

Risa segera memeluk pinggang Jay dari samping. Ia membenamkan wajahnya pada lengan Jay. Tangisnya pecah.

Pelukan itu di balas oleh Jay, di usapnya puncak kepala Risa dengan lembut dan sayang.

"Sampai akhirnya, gue ketemu sama Bunda. Kami berdua di ajak pulang. Di rumah, sudah ada Papa yang baru aja pulang dari kantor. gue gak bisa nolak ajakan itu, karna Laras masih kecil. Padahal gue juga kecil waktu itu". Jay tertawa renyah, menyadari pemikirannya sewaktu kecil, "Papa sama Bunda bilang ke gue, mulai malam itu kami resmi jadi anak mereka. Gue cuma mengiyakan, yang penting kami berdua gak kelaparan dan hidup di jalanan, itu udah cukup Sa".

Dilihatnya wajah Risa yang semakin sembab. Jay mengecup lembut kedua kelopak mata Risa, "itu alasan gue takut punya anak. Gue takut kaya dia yang dengan mudahnya menelantarkan kedua anaknya,Sa".

Someday - DAY6 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang