Edisi Ramadhan - Gula dan Garam

1.5K 150 15
                                    


Jarum jam baru saja bergeser pada angka lima. Laras menatap panci yang berisikan sayur sop. Hampir tiga jam dirinya menyiapkan sayur tersebut dengan dibantu video yang ditontonnya dari sebuah channel memasak.

"Nanti kalau makanannya udah mateng, jangan dicicipin. Biar gue jadi orang pertama yang nyicipin".

Ucapan Bima masih terngiang-ngiang dikepalanya.

Keduanya memutuskan untuk tinggal sendiri setelah menikah. Baik Ayahnya ataupun orangtua Bima, sama sekali tidak menentang keputusan tersebut.

Dan disinilah tantangan yang harus Laras terima setiap harinya. Mengurus kehidupan barunya terlebih ia harus masuk ke dapur, salah satu tempat yang jarang dikunjunginya.

"Kok gue jadi ragu ya?". Ia menatap nanar panci tersebut. Dirinya ragu untuk menuruti Bima atau tidak. Jujur saja, ia pun penasaran dengan masakan keduanya. Pasalnya, masakan yang ia buat pertama kali untuk Bima sudah sangat gagal.

Bayangkan saja, dirinya menambahkan garam ke dalam kolak pisang dengan jumlah yang sangat banyak. Matanya terlalu fokus dengan video cara memasak kolak tanpa melihat lagi tempat gula dan garam yang diletakkan secara berdampingan.

Karina dan Risa hanya bisa tertawa saat mendengar ceritanya. Terlebih Willy yang mengetahui hal tersebut langsung mengiriminya dengan rentetan pesan mengejeknya. Sungguh menyebalkan.

Suara mobil terdengar. Ia langsung mematikan kompor dan berjalan ke pintu utama.

"Lo ngapain kesini?". Sungutnya sebal saat melihat Willy yang baru saja turun dan berjalan ke arahnya.

"Numpang buka puasa lah, Bang Bima ngijinin, jadi lo gak boleh marah-marah". Ujarnya yang langsung memilih masuk tanpa harus dipersilahkan oleh Laras.

"Masih setengah jam lagi, gak boleh emosi". Bima mengusap pelan puncak kepala Laras.

Keduanya pun menyusul Willy ke dalam. Laras hanya bisa mengamati Willy yang mengeluarkan isi dari kantong plastik yang dibawanya.

"Baik kan gue, ada es teler , ada lontong sama selir-selirnya". Willy menaruh lontong dan beberapa gorengan ke atas piring.

"Kenapa lo ngga buka puasa di rumah Karina?".

"Hari ini dia ada kerjaan, jadi gue disuruh ke rumah lo aja. Biar gak ngenes katanya. Lo masak apa hari ini?". Willy menaikkan sebelah alisnya dan menahan tawanya saat menatap Laras.

"Jangan bilang lo mau ngetawain gue nanti".

"Astaghfirullah...sabar...masih puasa..gak boleh begitu,Ras". Kepala Willy menggeleng pelan.

Laras memilih duduk sementara Willy yang mengambil alih meja makannya sore ini. Bahkan pria itu sudah hafal dimana letak ia menaruh mangkuk dan juga piring.

"Minggu depan, Tante Arini ngajakin buka bersama. Enaknya bawain apa ya?". Bima memilih duduk disamping Laras, matanya terus mengawasi Willy yang masih mengurus beberapa kantong es teler.

"Bawa diri aja udah,Bang. Lo tau sendiri, Tante Arini dengan senang hati bakalan repot bikinin banyak makanan pasti".

"Pede banget lo". Laras berdecak. Ia pun ikut membantu Willy memindahkan es tersebut ke dalam mangkuk besar.

"Kenyataannya begitu". Ujarnya kembali, "atau bawain calon mantu buat Tante Arini juga boleh".

Bima tertawa mendengar ucapan Willy.

"Lo masak Sop ayam ya? Dari tampilannya sih oke".

Laras menatap tajam Willy.

"Belum gue cobain, sumpah".

Someday - DAY6 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang