Part 38

2.3K 273 13
                                    

Author POV

Teriknya matahari siang ini membuat bulir-bulir keringat mengalir begitu saja pada kening Laras. Ia berjalan dengan gontai menuju pintu utama rumahnya.

Suasana rumah begitu sepi saat dirinya mulai memasuki ruang tamu. Tidak ada aktifitas mbak Tri. Wajahnya berpaling, menatap sebuah jam bundar yang ada di dinding bagian atas.

Pantas saja, sudah jam satu siang. Jadwalnya Mbak Tri untuk ke supermarket membeli beberapa bahan makanan untuk makan malam mereka.

Kakinya semakin melangkah lebih dalam lagi. Ia melirik undakan anak tangga yang cukup panjang. Namun, ia mengurungkan niatnya untuk pergi ke kamar.

Tenggorokannya terasa begitu kering. Ia butuh sesuatu yang bisa menyegarkan dirinya dan juga membasahi tenggorokannya tersebut. Langkahnya semakin cepat untuk menuju dapur.

Laras menghela nafas panjang sebelum tangannya terulur untuk membuka pintu lemari es. Di ambilnya sekaleng minuman soda dengan rasa nanas yang menjadi favorite-nya akhir-akhir ini.

Sambil meminumnya, kaki Laras kembali melangkah. Melewati ruang keluarga yang begitu lengang siang ini.

Pandangannya beralih pada ruang kerja Ayahnya. tidak biasanya Mbak Tri membiarkan pintu tersebut terbuka meski sedikit saja.

Laras pun berinisiatif untuk menutup pintu tersebut. Hitung-hitung menolong Mbak Tri agar tidak kena omelan dari sang Ayah.

Langkahnya terhenti tepat di depan pintu. ia menajamkan indera pendengarannya saat samar-samar mendengar beberapa percakapan yang terjadi di dalam sana.
Di rapatkan tubuhnya pada pinggiran pintu, ia semakin menajamkan pendengarannya. sepertinya mereka sedang membicarakan hal serius di dalam sana. terdengar suara Risa dan juga kakaknya yang sudah tidak asing lagi di telinganya.

"Sampai kapan kalian harus menunggu waktu yang tepat?".

"Saya takut kalau Laras belum bisa menerima kenyataan pahit ini,Pah". Ucap Jay.

"Kita semua sangat memahami sifat Laras. jika kita semakin lama menyembunyikannya, Papa jamin jika Laras justru akan membenci kita". Jerry menghela nafasnya sesaat, "sudah waktunya bagi Laras tahu semua itu".

"Apa yang harus Laras tahu?". Tanya Laras saat memberanikan dirinya masuk ke dalam ruang kerja Ayahnya.

Ketiganya terlonjak kaget ketika mendengar suara Laras.

Risa menatap Jerry dan juga Jay secara bergantian. Ia diam. Bukan dia yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu.

"Kenapa semuanya diam? Apa yang Laras ngga tahu?". Tuntutnya.

Jay melirik ayahnya sesaat.

"kamu duduk disini,Ras. Sebaiknya aku keluar dulu".

"Lo gak perlu keluar,Sa. Gak ada yang boleh keluar satu pun dari sini". Putus Laras. Pandangannya begitu tajam saat ini.

Laras memandangi ketiganya. Wajah mereka begitu tegang. Seperti ada sesuatu yang telah terjadi namun hanya dirinya yang tidak tahu. ia duduk di tempat yang sebelumnya Risa duduki. Memandangi wajah sang Ayah dan juga kakaknya secara bergantian.

"Apapun yang lo bakal denger nanti, lo harus siap". Jay mengarahkan kursi yang di duduki Laras untuk menghadap ke arahnya.

Kepala Laras mengangguk pelan.

"Sebenernya......". Mata Jay terpejam sesaat, ia pun mengambil nafas dalam-dalam, "gue dan Lo.......bukan anak Papa ataupun Bunda".

"HAHAHAHAHAHA.. Lelucon apaan sih kaya gini. Mentang-mentang ultah Laras udah deket, jadi kalian bikin prank mainstream kaya gini". Ucap Laras.

Someday - DAY6 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang