Kasih tahu kalo ada typo!
***
Clarisa turun dari motor Ciko lalu menyerahkan helm ke sang kakak. Setelahnya ia mencium pipi dari pria itu lalu berjalan menuju kelasnya. Namun saat ia akan masuk ke dalam kelas, secara tiba-tiba seseorang mencekal lengannya hingga membuatnya berhenti melangkah. Ia menoleh, ternyata Juna, ia kemudian melepaskan tangan pria itu dan memasang senyum sebagai sapaan.
"Siapa cowok tadi? Perasaan kita baru aja pacaran, kenapa lo malah deketin cowok lain?"
Clarisa berpikir sejenak lalu berucap, "Kak Juna, dia itu Ciko, dia cuman kakak gue. Udahlah, kayaknya kita emang nggak cocok, lebih baik kita putus aja, ya?" ujarnya lalu masuk ke kelasnya dan meninggalkan Juna yang tampak meneriaki namanya.
Saat Clarisa duduk di bangkunya. Tampak Cika yang berjalan masuk ke kelas dengan memasang raut wajah kesal. Saat gadis itu mengambil tempat di samping Clarisa, ia langsung berteriak lalu menatap Clarisa dengan raut wajah melas.
"Lo kenapa sih, Cik? Jangan kumat jadi anak alay."
Cika mengembuskan napasnya perlahan lalu menatap Clarisa dalam-dalam. "Kakak lo kumat lagi, masak dia lupa sama nama gue. Nyebelin banget nggak, sih?"
"Lo makin nglantur, Cik."
"Nah, itu dia. Kakak lo juga makin nyebelin, tapi di satu sisi, dia juga makin ganteng." Cika memegang kedua pipinya saat merasakan wajahnya sedikit memanas meskipun hanya membayangkan wajah Ciko.
Clarisa berdecak. Ia kira apa alasan dari Cika menjadi lesu seperti itu. Memang sebenarnya ia sampai heran kenapa alasan dari Ciko bisa lupa dengan nama sahabatnya itu. Padahal nama panggilan mereka hampir sama, atau jangan-jangan Ciko hanya pura-pura lupa dengan nama panggilan Cika? Itu bisa jadi, bukan?
"Ris, anterin gue ke kantin, dong. Gue laper nih, belum sarapan, Papa gue nggak buat sarapan tadi pagi."
Clarisa mengangguk lalu bangkit hampir bersamaan dengan Cika. Mereka berdua melangkah beriringan bersama menuju kantin. Namun, saat berada di tengah perjalanan, seseorang tiba-tiba menabrak tubuh Clarisa hingga membuat gadis itu terjatuh dengan siku yang dijadikan tumpuan.
Rasa nyeri langsung terasa pada siku Clarisa. Gadis itu meringis lalu mendongak untuk melihat siapa pelaku yang telah menabraknya. Ternyata Rio. Pria itu hanya menatapnya dengan raut wajah seolah tak bersalah. Ia memilih untuk bangkit dan menatap pria itu dengan raut wajah kesal.
"Mata lo ketutupan sama kotoran, ya? Ada orang segede gini kenapa masih ditabrak?" kesal Clarisa sembari melipat tangannya di depan dada.
"Ya maaf, gue emang sengaja," jawab Rio lalu berlari pergi dengan tawa yang cukup keras.
Clarisa menatap kepergian dari pria itu dengan murka. Kedua tangannya mengepal, napasnya terdengar memburu. Ia sudah akan mengejar Rio, akan tetapi Cika menahan lengannya sembari menggeleng yang menandakan jika ia tidak boleh melakukan hal itu.
"Tahan, Ris. Lo jangan emosian, dong."
Clarisa tidak menjawab, gadis itu memilih untuk melangkah menuju kantin tanpa mengajak Cika. Setibanya di sana, ia mengambil tempat di dekat pintu masuk kantin dan disusul oleh Cika yang mengambil tempat tepat di hadapannya.
"Perasaan, lo jadi marahan deh, Ris. Lo lagi dapet, ya?"
Clarisa menoleh dengan wajah yang memerah. "Cik, lo jangan ngomong begituan di tempat umum, ya boleh-boleh aja, tapi jangan keras-keras, gue malu tau."
Cika tertawa kecil, tapi tetap mengangguk kemudian bangkit. Sembari menunggu Cika kembali, Clarisa memilih untuk memainkan ponselnya. Namun, baru saja ia menyalakan benda elektronik itu, seseorang datang dan duduk di bangku Cika. Tampak orang itu tersenyum yang tentu dibalas Clarisa dengan senyuman.
"Belum sarapan, Ham?"
***
Istirahat. Satu kata yang membuat Clarisa senang bukan main. Pelajaran biologi yang mewajibkan semua anak didiknya menuju lab, beruntungnya ruangan itu dengan kantin tidak begitu jauh. Ada dua hal yang membuat Clarisa senang dan tidak suka dengan pelajaran biologi. Senang karena saat pembelajaran, diwajibkan untuk pergi ke lab, dan jarak antara lab dengan kantin cukup dekat daripada dari kelasnya menuju kantin. Namun, yang membuatnya tak suka adalah pembelajarannya yang cukup sulit untuk masuk ke otaknya.
Baiklah, lupakan saja narasi di atas. Saat ini Clarisa bersama dengan Cika melangkah menuju kantin secara beriringan. Setibanya di tempat itu, Clarisa mendapatkan tugas untuk memesan makanan. Kali ini ia membeli dua botol air mineral dan dua piring nasi goreng untuknya dan untuk Cika.
Setelah selesai, Clarisa datang ke mejanya dengan membawa satu nampan. Ia menaruh benda itu di atas meja dan mengambil tempat di hadapan Cika. Tangannya meraih salah satu piring dan salah satu botol mineral untuk dirinya.
"Lo masih ngutang sama gue," ucap Clarisa tanpa menatap Cika.
"Perhitungan banget, jangan pelit-pelit sama calon kakak iparnya, heran gue. Iya-iya, nanti gue bayar, nggak usah lo kasih tau juga gue bayar," kesal Cika.
Clarisa hanya tertawa sebagai jawabannya. Ia lalu mulai menyantap makanan miliknya dengan cukup lahap dan menghiraukan ekspresi kesal dari Cika. Ia sudah terlalu lapar untuk bercakap-cakap kembali, seolah berbicara saja sangat membutuhkan tenaga yang cukup banyak.
Gerakan menyantap nasi goreng terhenti. Ia lalu berpikir sejenak kemudian menatap Cika. "Gue lupa belum ngembaliin novel yang udah gue pinjam 3 minggu. Gue ke perpus ya, Cik. Mau balikin novel dulu." Tanpa menunggu jawaban dari Cika, Clarisa segera melangkah menuju kelasnya dan mengambil novel pinjamannya. Setelahnya ia kembali meneruskan langkahnya, kali ini tentu ia menuju ke perpustakaan.
Setibanya di perpustakaan, Clarisa segera menuju petugas perpus yang tampak tengah membaca sebuah buku. "Permisi, Pak. Saya mau mengembalikan novel yang saya pinjam," ucapnya sembari menaruh novel di atas meja.
Pria berkumis di hadapan Clarisa itu mendongak. Ia mengangguk dan membenarkan letak kacamatanya. Ia kemudian membuka halaman terakhir untuk melihat peminjaman Clarisa. Ia melotot saat mengetahui jika Clarisa terlambat mengembalikan.
"Maaf Pak kalo terlambat, soalnya saya lupa."
Pak Ridwan, petugas perpustakaan itu mendongak dan menatap Clarisa. "Bukannya apa-apa Clarisa, saya sampe hafal nama kamu karena kamu anaknya suka lupaan buat balikin novel. Sekarang kamu pilih denda atau hukuman?"
Clarisa merogoh saku seragamnya. Ia mengambil satu lembar uang yang berada di sakunya, ternyata hanya tinggal seribu. Ia sangat tahu peraturan perpustakaan di sekolahnya, apabila memilih denda dan tidak memiliki uang atau uang yang dibawa kurang, maka dilarang untuk beranjak dari perpustakaan dan diwajibkan untuk menjalani hukuman.
"Yaudah, Pak. Hukuman aja."
"Baik, tapi istirahatnya kurang lima menit. Nggak papa kan kalo kamu saya hukum setelah pulang sekolah saja? Ah ya, yang nunggu bukan saya, sepulang sekolah nanti saya masih ada urusan penting sama beberapa guru. Jadi nanti saya akan menyuruh anak OSIS untuk mengawasi kamu. Jika kamu tidak datang, besok kamu harus menjalani hukuman dan denda secara bersamaan."
Clarisa mengangguk lalu berpamitan menuju kelasnya. Ia sangat paham dengan maksud dari hukuman yang dimaksud oleh Pak Ridwan. Ia sudah membaca peraturan yang berada di perpustakaan, jika yang dimaksud dengan hukuman adalah membersihkan ruangan penuh buku itu dengan pengawasan. Untuk denda sendiri, denda dihitung perhari yaitu seribu, jadi Clarisa yang terlambat sudah lebih dari seminggu, tentu uang seribu yang ia punya sangatlah tidak cukup untuk ia gunakan untuk membayar denda.
Setibanya di kelas, Clarisa mengambil tempat duduk di bangkunya sendiri dan menatap Cika yang tampak tengah memainkan game di ponsel gadis itu sendiri. "Gue dihukum pulang sekolah Cik sama Pak Ridwan."
***
Aku pengin kasih nomor WhatsApp aku di biodata aku lagi. Tapi ini cuman buat beberapa hari aja. Kalian boleh kok save nomor aku. Nanti kalo aku taruh di sana, penginnya kalian follow akun Instagram sama akun Wattpad aku terus ss dan kirim ke nomor aku, nanti aku bakalan follback akun kalian, inget, itu masih dalam wacana aku. Yang setuju boleh aja kok komen.
Dan buat yang masih mau baca cerita ini, aku tunggu partisipasi kalian buat cerita ini dengan cara vote dan komen.
Makasih😊
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARIO✔️
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! TAMAT Dulu pernah berjudul: • Playboy Vs Playgirl • QUANDO *** Dia Rio. Laki-laki dengan wajah yang tampan. Perempuan mana yang tidak mau menjadi pacar seorang Rio Mahesa? Pria yang memiliki wajah yang sangat sempurna...