Menyebalkan

37.7K 956 20
                                    

Kasih tau kalo ada typo!

***

Clarisa mengusap rambutnya yang basah karena baru saja keramas menggunakan handuk, ia baru mandi setelah magrib karena ia tertidur pulas setelah pulang sekolah, salahkan saja pada rasa kantuknya yang tidak bisa ia tahan. Ia lalu duduk di pinggir kasur dan mengambil ponselnya yang berada di tengah kasur. Bukannya fokus pada kegiatannya saat ini, Clarisa malah memikirkan kejadian tadi saat di sekolah. Tentang Rio yang berucap nylekit kepadanya, ia mendengus mengingatnya.

Tadi saat ia akan pulang, ia tidak banyak berkomentar. Jika Rio mengajaknya berdebat, ia bahkan membiarkan cowok itu mengoceh. Jangan tanya lagi seberapa sakit hati seorang Clarisa Deviani terhadap Rio. Saking kesalnya tadi saat di perjalanan pulang, ia sampai ingin memukul kepala Rio dengan tasnya, hanya saja ia sadar jika ia tengah berada di atas motor Rio yang tengah berjalan.

"Clarisa, makan dulu, Nak."

Mendengar panggilan dari depan kamar, Clarisa segera bangkit kemudian menyisir rambutnya dengan gerakan kilat lalu keluar dari kamar. Ia melihat mama Rio yang tersenyum setelah ia keluar dari kamar. Keduanya kemudian berjalan beriringan dengan wanita itu menuju dapur. Setibanya di sana sudah ada Rio dan Om Adam, papa Rio.

"Loh, Clarisa baru mandi? Itu rambut kamu basah begitu, jangan mandi jam segini, takut kamu nanti malah masuk angin."

Clarisa tersenyum canggung kemudian mengangguk kaku. Ia lalu mengambil tempat di hadapan Rio dan mengikuti keluarga itu untuk mengambil makan. Ia memakan makanan miliknya dengan tenang. Kedua telinganya terpasang siaga mendengar percakapan dari kedua orang tua Rio yang tampak tengah berbincang-bincang santai ala suami istri, sesekali terdengar Rio yang menimpali obrolan dari mereka.

Clarisa memilih untuk diam. Dia tidak ingin membuat masalah di meja makan, apalagi ini bukan rumahnya, kalau ia diusir dari rumah ini, ia akan tinggal di mana? Rumahnya dengan rumah Rio sebenarnya bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam, hanya saja ia takut jika harus keluar malam. Lagipula ia juga sangatlah jarang keluar dari rumah, mungkin baru keluar jika bersama dengan keluarga atau saat bersama Cika, dengan orang lain? Mungkin saat akan kerja kelompok.

Clarisa sesekali menjawab jika ada sebuah pertanyaan. Selama beberapa hari tinggal di rumah ini, Clarisa mulai bisa memahami sifat-sifat dari para penghuninya. Mama Rio terkesan sangat kalem. Berbeda dengan mamanya yang terkesan lebih garang dan suka rumpi sana-sini. Begitu juga dengan papa Rio, pria paruh baya itu sangat berwibawa. Dan dari yang Clarisa dapat simpulkan, sifat Rio berbanding terbalik dengan kedua orang tuanya.

"Oh ya Rio, hari ini Mama sama Papa pergi sebentar buat jenguk teman lama. Kamu nggak papa, kan?"

***

Clarisa menutup buku paket, ia baru saja menyelesaikan tugas fisika. Ia menguap lebar, tangannya meraih ponsel yang sedari tadi berada di dekatnya, masih pukul setengah delapan. Ia memilih untuk bangkit dan berjalan menuju ranjang dengan membawa ponsel di tangannya. Sebelum tidur, Clarisa memilih untuk memainkan ponsel dengan rebahan. Suatu hal yang sulit ia hilangkan, meskipun kakaknya yang sering memergokinya melakukan hal ini dan selalu mengomel dengan alasan "kasihan mata kalo gitu caranya".

Tok-tok

"Clarisa, Tante sama Om berangkat, ya? Kamu di rumah sama Rio."

Clarisa segera bangkit dan melangkah untuk membuka pintu kamarnya. Tampak mama Rio yang sudah anggun mengenakan gaun panjang yang sesuai dengan usianya. Ia sempat terpana sebentar melihat kecantikan seorang Rahma semakin terlihat meskipun hanya menggunakan gaun berwarna hitam bergambar bunga di beberapa bagian serta dengan make up tipis yang dikenakannya.

"Tante Rahma cantik."

Terlihat bibir Rahma mengembang hingga membuat senyum lembut yang diperlihatkannya. "Kamu bisa aja. Tante sama Om berangkat, ya? Nanti nggak sampe tengah malem pasti Tante pulang."

Clarisa mengangguk dan menyalami tangan mama Rio, setelahnya ia lebih memilih untuk masuk kembali ke kamar. Ia kembali memainkan ponsel. Ia baru menghentikan aktivitasnya saat ia rasa membutuhkan camilan supaya tidak mengantuk. Segera ia bangkit dan melangkah keluar kamar. Namun, saat berada di tangga, ia berlari, niatnya memang agar cepat sampai ke dapur, akan tetapi malah tragedi yang ia dapat. Ia terjatuh, beruntungnya sudah berada di anak tangga terakhir dan tidak membuatnya drama jatuh terguling.

Lutut Clarisa cukup sakit. Ia yang kini mengenakan celana pendek selutut langsung menyibaknya untuk melihat luka miliknya dalam atau tidak. Ia bernapas lega saat melihat lukanya tidak berdarah-darah. Hanya ada memar sedikit, ia segera bangkit dengan perlahan, hampir saja ia terjatuh, akan tetapi seseorang tiba-tiba datang dan memegang kedua bahunya. Ia mendongak dan menatap Rio yang tengah mengernyit. Segera ia menegakkan tubuhnya dan menatap Rio kembali.

"Bisa jalan apa, nggak?"

Clarisa mengangguk dan melangkah pergi menuju meja makan. Ia duduk di sana dan menuangkan segelas air ke dalam gelas. Terdengar langkah kaki mendekat, Clarisa melihat Rio yang datang dan mengambil tempat di hadapannya.

"Tuh luka punya lo parah, nggak?"

"Kenapa nanya gitu? Suka banget gitu kalo gue menderita?"

Rio berdecak dan menghampirinya. Pria itu lalu berjongkok untuk bisa melihat luka di lulutnya. Dengan kejamnya jari telunjuk milik Rio memencet luka Clarisa hingga membuat gadis itu berteriak. Ingin sekali Clarisa menendang tubuh Rio hingga membuat cowok itu jatuh. Namun, mengingat jika cowok itu yang menolongnya saat akan terjatuh membuatnya ia tarik keinginan itu.

"Lo gila apa gimana, sih?"

Rio hanya tertawa kemudian bangkit. Ia mengacak rambut milik Clarisa kemudian duduk di samping gadis itu. "Maaf, yang tadi itu khilaf."

Clarisa melotot. Masa iya cowok itu khilaf? Mata Clarisa menyipit seolah mengintimidasi Rio. Bukannya takut, Rio hanya tertawa kecil dan meraup wajah Clarisa hingga membuat mata yang tadinya menyipit langsung melotot. Karena kesal dengan ulah Rio, Clarisa langsung memukul lengan cowok itu hingga terdengar ringisan dari sang empu.

"Lo kalo ngamuk emang nyeremin, Ris."

"Enak aja."

***

Aku tau kalo cerita ini garing banget. Nggak ada humornya, terlalu datar. Aku berusaha buat cerita ini punya humor, cuman mungkin malah jadinya garing dan ngebosenin. Moga aja kalian masih mau bertahan sama cerita ini. Terlalu datar dan membosankan, betul, bukan? Yang masih mau baca, coba vote sama komennya dong, aku tunggu, ya?

Jangan lupa buat follow Instagram aku @dicosuuu. Sama buat kalian yang belum ikut acara follback, cus aja ikutan. Aku nggak bohong kok. Udah ada yang ikutan loh, masa kalian nggak mau ikut? Biar nambah temen, kan? Sebelum aku tutup, jadi mampir aja ke bio, syaratnya masih sama kayak dulu. Jangan sampe pas udah aku tutup malah kalian minta lagi. Hidup tidak semudah itu, haha.

Makasih😊

CLARIO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang