Malu

40.1K 1K 16
                                    

Kasih tahu kalo ada typo!

***

Clarisa menutup pintu kamar. Ia dan seluruh keluarga Rio baru saja melaksanakan makan malam. Perlahan ia melangkah menuju meja yang ia jadikan meja belajar. Tangannya terulur untuk mengambil tas dan mengeluarkan seluruh isinya. Ia menggantinya dengan pelajaran hari senin. Kebetulan ada satu pelajaran yang terdapat tugas dan belum sempat ia selesaikan.

Hanya ada lima soal. Namun, setiap soalnya bisa membuat satu halaman buku penuh. Pelajarannya adalah pelajaran matematika. Clarisa menatap pertanyaan di buku paket yang ia cekal dengan malas. Ia tidak bisa menjawab soal semua yang ada di hadapannya. Kepalanya kembali terasa pening setelah menatap deretan angka di buku paket.

Ceklek

Clarisa menatap pintu kamar yang terbuka. Tampak Rio yang datang dengan membawa segelas susu hangat. Cowok itu menaruh susu yang ia bawa di meja belajar Clarisa. Setelahnya cowok itu mengambil tempat di atas ranjang. Clarisa masih menatap cowok itu dengan raut wajah bingung, ia heran, kenapa Rio memberikannya segelas susu?

"Jangan terlalu percaya diri, Mama yang buat susu buat lo, bukan gue yang buat." Rio berucap dengan tidak peduli, lebih tepatnya cowok tampak tengah memperhatikan isi kamar Clarisa tanpa mau menatap lawan bicaranya.

Clarisa hanya menatap Rio tanpa berniat membalas ucapan dari cowok itu. Sekarang sepertinya Rio sudah kembali pada mode sebelumnya. Semenjak ia merasa benar-benar sembuh, Rio juga mulai berubah. Mulut cowok itu kembali beraksi seperti mulut perempuan jika berhadapan dengannya. Akan kembali cerewet, suka memerintah, suka mengajaknya berdebat, dan lain sebagainya yang sering cowok itu lakukan.

Kini segelas susu sudah berada di genggaman tangan Clarisa. Gadis itu mulai meneguknya hingga habis lalu menatap Rio. "Lo yang bawa ke sini, kan? Sekarang lo bawa nih gelas ke dapur lagi, gue mau ngerjain tugas," ujarnya kemudian bangkit dan melangkah mendekati Rio.

"Dasar pemalas," cibir Rio dan mengambil gelas yang diserahkan Clarisa.

Clarisa hanya tertawa sebagai tanggapan. Gadis itu kembali ke meja belajarnya setelah Rio pergi dari kamarnya. Ia kembali seperti tadi, berpikir keras supaya bisa mengerjakan tugas. Ia cukup terkejut saat secara tiba-tiba ponselnya berbunyi dengan nyaring. Segera ia mengambil benda pipih itu untuk mengetahui siapa yang meneleponnya. Baru setelah ia mengetahui siapa yang menelepon, ia baru mengangkatnya.

"Halo, Cik. Kenapa?"

"Clarisa, gue ke rumah lo, ya? Buku gue kayaknya lo bawa, deh. Buku PPKN, besok mau gue kumpulin, kan waktu itu gue nggak ngerjain gara-gara lupa."

Clarisa berpikir sejenak. "Jangan ke rumah gue."

"Loh, kenapa? Gue udah siap-siap, nih. Tinggal berangkat aja. Lo nggak suka gue dateng ke rumah lo, ya? Takut gue buat rusuh gitu?"

Clarisa mulai panik. Ia berpikir cepat untuk mencari alasan yang menurutnya paling logis. "Bu-bukan gitu, cuman gue ada di rumah sepupu, iya, di rumah sepupu. Lo baru boleh ke rumah gue kalo gue udah ada di rumah sendiri, gue yakin kalo lo pasti nggak akan tahu lokasi rumahnya sepupu gue, soalnya masuk gang terus."

"Oh gitu, ya? Yaudah, kalo gitu gue matiin. Besok jangan lupa lo bawa ya, Ris?"

"Iya."

Clarisa mematikan ponselnya. Ia lalu menaruh benda itu di atas meja. Kedua tangannya menyangga kepala. Beruntung sekali tadi Cika mau saja percaya dengan apa yang ia ucapkan. Bagaimana jika gadis itu tidak percaya? Sudah dapat dipastikan olehnya jika ia akan kebingungan dan saat itulah ia akan mengungkapkan semuanya kepada sahabatnya itu.

CLARIO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang