Kasih tahu kalo ada typo!
***
Hari senin. Sudah dapat dipastikan jika ini adalah saatnya untuk melaksanakan upacara. Sama seperti saat ini, semua murid dibariskan di lapangan. Upacara hari ini tidak ada yang spesial. Kebanyakan murid berjalan dengan gontai untuk mengambil tempat sesuai kelasnya masing-masing. Begitupun dengan Rio. Cowok itu berjalan dengan beberapa teman laki-laki di kelasnya, termasuk ada Bima juga di sana.
Suasana lapangan begitu ramai dengan suara ratusan anak yang berbincang-bincang dengan teman-temannya. Tampak juga petugas upacara serta beberapa anak OSIS yang mempersiapkan upacara dengan sepenuh tenaga. Rio hanya memperhatikannya dari kejauhan hingga manik matanya tak sengaja melihat kehadiran dari Clarisa.
Berbicara soal Clarisa, ia jadi teringat akan kejadian malam minggu. Sebenarnya, ia sangat malas pergi ke sana. Namun, mamanya terus membujuknya dengan banyak cara hingga membuatnya mau tak mau ikut. Bahkan selama di perjalanan, mamanya seolah tak ada henti-hentinya mengomelinya yang sulit diajak ke rumah Clarisa. Saat tiba di sana, ia juga cukup terkejut saat mengetahui jika yang membuka pintu adalah gadis itu. Apalagi, Clarisa tampak tidak mengetahui kehadirannya dan asal main menutup pintu.
"Lo nggak suka sama dia, tapi demen ngelihatin sampe ngelamun. Masih belum move on, Bang?"
Rio menoleh. Ia mendapati Bima yang kini tampak menggodanya. Entah bagaimana bisa cowok itu sudah berada di sampingnya. Padahal tadi Bima berada di barisan depan, sedangkan dirinya berada di barisan belakang. Jika boleh jujur, Rio merasa jika Bima seolah mendukung Clarisa, dan bukan berada di pihaknya. Sudah dua hari terakhir ini, cowok itu selalu memintanya untuk bertanya baik-baik kepada Clarisa, baik melalui chat maupun secara langsung.
"Lo nggak ada bosen-bosennya nanya begituan?"
Bima menggeleng pelan kemudian tersenyum kecil. Cowok itu lalu mengarahkan tatapannya pada Clarisa. Dari gerak-gerinya saja, Rio dapat memastikan jika pemuda itu tengah menilai. Tanpa sadar, ia juga mengikuti apa yang dilakukan oleh Bima. Gadis itu tengah berbincang-bincang ringan dengan Cika dan sesekali tersenyum kemudian tertawa kecil.
"Kayak begitu ngelihatnya, tapi ngaku kalo udah nggak suka."
Rio seketika menoleh. Ia menatap tajam ke arah cowok itu. Memilih untuk mengabaikan Bima mungkin hal yang tepat. Upacara berlangsung dengan tenang. Namun, tidak dengan pikiran Rio. Matanya sesekali melihat ke arah Bima yang tampak berbincang dengan salah seorang teman laki-laki di kelasnya. Ucapan Bima sebenarnya sudah ia pikirkan, akan tetapi menurutnya hasil tetap sama. Clarisa yang bersalah, dan ia tetaplah menjadi tokoh protagonis pada ceritanya ini.
Upacara berakhir. Rio bersama gerombolan teman-temannya meninggalkan area lapangan. Namun, Rio harus berpisah karena pergi ke kamar mandi. Biasanya, setelah upacara hari senin seperti hari ini akan diberi waktu selama 10 menit untuk istirahat. Kamar mandi cukup ramai, beberapa anak laki-laki tampak ada yang malah memilih untuk berdiam di kamar mandi usai urusannya selesai dan tampak juga beberapa anak yang langsung keluar usai selesai.
Rio keluar dari bilik kamar mandi dan mencuci tangannya di wastafel. Matanya melirik saat mendapati seorang datang dan mengambil tempat di sampingnya. Ia kenal siapa cowok itu. Dia adalah Abraham, teman sekelas Clarisa. Memilih untuk mengabaikannya, Rio memutuskan untuk pergi begitu saja.
Langkah Rio terkesan santai untuk kembali ke kelas. Namun, ia terhenti saat merasakan lengannya dicekal. Ia menoleh dan mendapati seorang gadis yang tampak menatapnya dengan serius. Dengan cepat Rio melepaskan genggaman erat di lengannya dan menatap gadis itu sekilas lalu kembali melanjutkan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARIO✔️
TienerfictieFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! TAMAT Dulu pernah berjudul: • Playboy Vs Playgirl • QUANDO *** Dia Rio. Laki-laki dengan wajah yang tampan. Perempuan mana yang tidak mau menjadi pacar seorang Rio Mahesa? Pria yang memiliki wajah yang sangat sempurna...