Kasih tahu kalo ada typo!
***
Sama seperti yang diucapkan oleh mama Clarisa kemarin, jika kaki Clarisa lebih parah, maka putrinya itu dilarang untuk pergi ke sekolah. Dan seperti sekarang ini, Clarisa tengah duduk di ranjang dengan kaki yang diluruskan. Pagi tadi saat ia bangun, ia cukup kesulitan untuk menggerakkan kakinya. Beruntungnya, tadi malam Clarisa tidur dengan sang mama, sehingga ia bisa membangunkan wanita paruh baya itu untuk membantunya menggeser kakinya.
Sekarang waktu menunjukkan pukul sepuluh. Ia tersenyum saat mengingat jika waktu seperti ini adalah waktu sekolahnya untuk istirahat. Segera ia meraih ponselnya lalu menekan aplikasi WhatsApp. Ia akan mengajak video call Cika. Ia bosan, dan ia membutuhkan hiburan. Mamanya sedang pergi entah kemana, dan papanya harus bekerja seperti biasa. Satu-satunya orang yang bisa ia andalkan hanyalah Cika.
"Cika, ih. Nggak adil banget, gue pengin sekolah, kangen sama lo tau," ujar Clarisa setelah melihat wajah sahabatnya itu melalui ponselnya.
"Alay, deh. Biasanya juga b aja kalo gue sakit atau lo sakit. Palingan juga lo pengin ketemu sama Rio, kan? Ngaku, deh lo. Eh, itu Rio, dia manggil anak kelas kita."
Clarisa mencebik. Namun, ia tidak bisa membantah ucapan dari Cika. Karena yang diucapkan oleh Cika memang benar adanya. Padahal dulu saat ia sakit, ia bersikap biasa saja. Bahkan ia pernah menolak sekolah dengan alasan masih sakit, padahal ia sudah sehat baik jasmani maupun rohani, tapi ada alasan ia bersikap seperti itu. Ia melakukannya karena memang hari itu ada salah satu guru yang cukup ditakuti olehnya dan murid-murid lain ada jadwal mengajar di kelasnya. Namun, sekarang berbeda, ia ingin pergi ke sekolah meskipun Rio kini tengah marah terhadapnya.
"Cik, nanti lo ke sini, ya? Mau, ya?"
Tampak Cika mengangguk di sana. Gadis itu tampak menatap ponselnya dengan bertopang dagu. "Gampang kalo itu, mah. Eh, Ris. Tante Ais tau soal lo disekolah?"
"Nggak mau ngomonglah, Cik. Kan dari dulu gue nggak nggak pernah dapet kayak begitu, dan sekarang baru ngerasain, gue juga nggak mau Mama sama Papa, apalagi Kak Ciko khawatir."
Cika yang berada di sana tampak menegakkan tubuhnya lalu berbicara pada seseorang. Clarisa hanya berdecak saat kamera Cika bergerak dengan cepat dan berakhir menunjukkan warna putih. Ia tau jika kamera Cika mengarah ke atas, Cika sering seperti ini jika ia ajak video call, ponselnya dibiarkan dengan keadaan masih menyala dan mengarahkannya ke langit-langit.
Kini ponsel Cika bergerak dengan cepat dan menunjukkan seorang pemuda. Ia tau siapa dia. Abraham, cowok itulah yang kini mengambil alih ponsel Cika. "Gimana, Ris. Lo udah lebih mendingan? Maaf nggak bisa jenguk." Tampak di sana Abraham tersenyum dengan lebar.
Clarisa juga ikut tersenyum kemudian mengangguk. "Eh, Cika tadi mana?"
"Dipanggil sama guru, katanya ada apa gitu. Palingan sekarang lagi di ruang guru, terus dia minta gue buat nemenin lo."
Clarisa hanya mengangguk, bingung harus menjawab seperti apa. Ya meskipun ia cukup dekat dengan Abraham dibanding dengan teman laki-laki sekelas lainnya, ia kadang merasa cukup canggung jika mereka disatukan. Berbeda saat dengan Rio, ia pasti sering mengoceh, entah saling menghujat atau berbicara ringan yang pada akhirnya kembali menghujat dan pada akhirnya tak ada yang mau mengalah.
"Oh iya, Ris, tadi ada ulangan biologi, materinya sistem gerak, kata gurunya sih biar minggu depan ganti bab sistem sirkulasi. Tadi aja ngasih taunya aja mendadak, mana cuman dikasih satu jam pelajaran buat belajar lagi. Dan gue yakin kalo nilai gue itu anjlok banget, tapi lo harus belajar, biar besok bisa ujian susulan, soalnya tinggal lo doang yang belum ujian." Mendengar ucapan dari Abraham, Clarisa mengangguk sebagai jawaban.
"Yaudah ya, Ris. Baterai hapenya Cika udah mau abis. Lo jangan lupa buat istirahat, cepet sembuh."
Clarisa mengangguk lalu mematikan sambungan video call-nya. Ia lalu mematikan ponselnya dan menaruhnya di atas guling yang berada tepat di sampingnya. Bertepatan dengan pintu kamarnya yang menampilkan mamanya yang membawa sepasang baju dan sebuah botol berisikan air panas. Wanita paruh baya itu mengusap rambut putrinya dengan lembut lalu menaruh barang yang ia bawa di atas pangkuan Clarisa. Wanita itu tampak berkeringat, Clarisa yakin jika mamanya itu baru selesai beres-beres. Biasanya jam setengah delapan baru saja menyelesaikan masaknya dengan berbagai menu, dilanjut membereskan dapur. Lalu mencuci baju kemudian membereskan rumah. Selalu seperti itu untuk menghabiskan waktunya selama yang lain tidak ada di rumah.
"Ganti baju kamu. Pulang sekolah kamu nggak mandi, mana masih pake seragam. Bau tau. Badan kamu pasti lengket, Mama lap, ya?"
Clarisa mengangguk. Mamanya kemudian pergi. Clarisa menaruh bajunya di atas ranjang dan mengambil botol kaca. Dengan perlahan ia mulai mengompres kakinya dengan botol yang dilapisi dengan pembungkus botol supaya panas dari dari air tidak langsung mengenai kulitnya.
***
"Clarisa, yang cantik jelita, kakak iparmu datang."
Clarisa membuka matanya secara perlahan. Ia mengucek mata kanannya dan menoleh ke kiri saat merasakan ada pergerakan pada kasurnya. Ia melihat Cika yang tampak merebahkan tubuhnya setelah melepas sepatu yang dikenakan gadis itu. Lihatlah sahabatnya itu, dia tampak begitu santai merebahkan tubuhnya di kasur dan mengabaikan dirinya yang tengah sakit. Ia segera menegakkan tubuhnya. Ia baru saja tidur dengan durasi yang cukup lama. Jam setengah sebelas makan siangnya diantar oleh sang mama dan setelahnya ia tidur karena sudah tidak bisa menahan rasa kantuk. Tidurnya cukup nyenyak, bahkan ia baru terbangun setelah kedatangan dari Cika.
"Tadi ulangan biologi, Ris. Bab sistem gerak," ujar Cika.
"Udah tau, Abraham tadi yang bilang. Oh iya, lo kok main nyerahin hape lo ke Abraham, sih? Kan gue pengin ngomongnya cuman mau sama lo, bukan sama tuh orang."
Cika menggeleng. "Bukan gue, ya. Masa tadi gue dibohongin sama dia, dia bilang ada guru yang manggil. Gila aja, gue udah sampe sana. Eh, sama gurunya bilang kalo gue nglindur, jadi bahan ketawaan gue di ruang guru. Malu woy malu. Dan soal yang hape, dia sendiri yang maksa gue. Dan pas gue sampe di kelas, gue udah mencak-mencak mau jambak rambut dia. Eh, malah kabur. Kan ngeselin banget, udah nggak punya temen, dikerjain, dijadiin bahan ketawaan guru, hari sial banget dah hari ini," jawab Cika.
Clarisa tertawa. "Berarti ada yang lebih parah dari gue. Masih mending gue bosen hampir seharian, tapi lo yang lebih parah, diketawain sama guru."
Clarisa menoleh ke arah pintu saat mendengar suara decitan. Di sana mamanya yang berdiri di ambang pintu. Wanita berjalan menghampirinya, di sampingnya, Cika segera bangkit dari tidur telentangnya saat mengetahui kedatangan mertua masa depannya.
"Ris, mandi, ya? Di bawah ada tamu, orang tuanya Rio ke sini. Katanya Tante Rahma, dia udah kangen sama kamu. Mandi, baru nyamperin mereka." Mama Clarisa membuka suara setelah duduk di pinggir kasur dengan tangan yang terulur untuk mengelus rambut putrinya.
Clarisa mengangguk. "Ma, bisa ambilin baju gantinya? Susah soalnya kalo aku sendiri yang nyari," ujarnya yang mendapat anggukan dari mamanya.
"Baju ganti kamu udah ada di kamar mandi. Cik, bantu Tante ya bawa anak bawel ini ke kamar mandi, maaf ya ngrepotin kamu lagi," ujar mama Clarisa.
Cika tertawa saat mendengar dua kata yang membuatnya merasa cukup geli, "anak bawel", yang benar saja. Ia bahkan bisa melihat wajah Clarisa yang tampak masam. Ia hanya bisa mengangguk dan menuntun sahabatnya itu untuk pergi ke kamar mandi. Setelah tiba di kamar mandi, Cika berjalan keluar dan meninggalkan Clarisa serta mama sahabatnya itu berada di kamar mandi.
***
Pendek, emang. Yang penting lanjut, aku bingung harus nulis gimana. Pengin banget aku tuh nulis bagiannya Rio sama Clarisa yang perang, yang masih belum demen-demenan. Tapi ya gitu, nggak kesampean tuh. Soalnya kan cerita harus terus lanjut, bukan malah jalan di tempat. Makasih banyak buat yang masih mau nunggu cerita ini walaupun nggak mau ninggalin jejak. Dan makasih yang selalu vote dan komen, aku cinta kalian semuanya.
Jangan lupa buat follow Instagram aku @dicosuuu!
Makasih😊
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARIO✔️
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! TAMAT Dulu pernah berjudul: • Playboy Vs Playgirl • QUANDO *** Dia Rio. Laki-laki dengan wajah yang tampan. Perempuan mana yang tidak mau menjadi pacar seorang Rio Mahesa? Pria yang memiliki wajah yang sangat sempurna...