Kasih tau kalo ada typo!
***
Rio melepas helm yang ia kenakan dan melangkah pergi dari area parkir sekolah. Beberapa anak menatapnya secara terang-terangan. Ia bahkan mendengar dengan jelas jika ada anak yang berbisik di mana keberadaan Clarisa sekarang. Ia hanya diam dan memilih untuk terus melanjutkan langkahnya menuju kelas. Begitu sampai di kelas, lagi dan lagi bisik-bisik dari anak-anak masih dapat ia dengar.
"Kenapa Clarisa nggak bareng lo? Lo buang ke rawa-rawa?"
Rio menoleh dan melihat Bima yang datang dengan raut wajah yang terang. Ia melirik ke bangku milik Linda, tampak di sana ada seorang gadis yang kini tengah memakai jaket, ia sekarang tau kenapa wajah pria itu seolah bersinar dengan terangnya. Seolah wajah pria itu terlalu membuatnya silau melebihi cahaya matahari.
"Udah pulang kemarin. Kenapa? Mau lo gebet sekalian?"
"Boleh juga."
Rio mendengus mendengar itu. Ia lalu duduk di bangku miliknya kemudian mengeluarkan ponsel. Namun, belum sempat ia memainkannya, seseorang sudah mengambil tempat di bangku sebelahnya. Ia menoleh, ternyata Bima. Cowok itu duduk lurus menghadapnya dengan ekspresi wajah yang terlihat serius. Rio mengernyit melihat itu.
"Yang gue omongin kemarin berarti belum lo bisa lakuin karena keburu Clarisa pulang?"
Rio mengangguk kemudian menggeleng. "Antara iya dan tidak pokoknya. Kemarin gue ngomong kalo suka sama dia."
"Lah, setan emang lo."
Rio mendengus mendengar umpatan dari Bima. Memangnya ia harus bagaimana? Ia juga sudah tidak punya pacar, semalam ia memutuskan semua pacarnya dan memblokir nomor semua mantannya yang keberadaannya saja berada entah di mana. Kini yang jelas ia sudah tidak memiliki pacar, nomor beberapa gadis di ponselnya juga sudah banyak yang ia hapus, hanya beberapa saja yang tersisa.
"Udah terlanjur juga, mau gimana emang?"
Bima mengangkat kedua bahunya. Rio hanya bisa menghela napas panjang. Cowok itu mengambil ponselnya dari dalam saku seragamnya, kurang dua menit lagi bel masuk akan berbunyi. Ia menaruh benda pipih itu tanpa minat. Pikirannya terus saja tertuju pada Clarisa. Bagaimana gadis itu sekarang? Apakah juga tengah memikirkannya seperti dirinya kini? Sepertinya tidak, ia mungkin terlalu berlebihan.
Bel masuk berbunyi, Rio masih dengan pikirannya tentang Clarisa. Bahkan saat pembelajaran berlangsung, ia jadi kurang fokus. Bukan kurang, lebih tepatnya tidak fokus. Guru yang sedari tadi berjalan mondar-mandir di depan kelas seolah tidak ada wujudnya. Sekarang memang wujudnya berada di kelas, akan tetapi pikirannya kini tengah melayang-layang entah ke mana.
Bima secara tiba-tiba menepuk pundaknya. Ia menoleh dengan raut wajah bengong. "Kenapa?"
"Dipanggil ke depan tuh sama gurunya."
Seketika mata Rio melotot, ia menatap ke depan, tampak di sana seorang perempuan tengah menatapnya garang. "Pintar banget ya ternyata, kapan-kapan nggak usah ikut pembelajaran saya. Sekarang kamu lari keliling lapangan upacara dua kali, nggak boleh jalan kaki. Kalo sampe ketahuan, lari lagi dua kali lipat, mengerti? Sekarang pergi ke sana. Bara, tolong awasi dia."
Rio hanya mengangguk kaku, ia berjalan bersama dengan Bara. Seorang ketua OSIS yang juga menjabat sebagai ketua kelas di kelasnya. Keduanya berjalan dengan diam. Setibanya di lapangan, Rio melaksanakan tugasnya dengan benar. Sesekali ia melirik Bara yang tampak dengan tenang memperhatikannya. Bara bisa dikatakan tipe good boy, dia bukan orang yang selalu mencari perhatian guru atau lawan jenis. Hanya dengan sikap santainya saja sudah banyak yang menyukainya. Tidak seperti kebanyakan orang, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARIO✔️
Ficção AdolescenteFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! TAMAT Dulu pernah berjudul: • Playboy Vs Playgirl • QUANDO *** Dia Rio. Laki-laki dengan wajah yang tampan. Perempuan mana yang tidak mau menjadi pacar seorang Rio Mahesa? Pria yang memiliki wajah yang sangat sempurna...