Kasih tahu kalo ada typo!
***
Rio bangkit dari duduknya kemudian berjalan keluar dari kelas. Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi. Namun, ia masih berada di kelas karena menunggu Bima. Hanya saja yang ditunggu malah semakin asyik berbincang bersama Linda. Tentu saja ia menjadi obat nyamuk di antara mereka, dan baru kali ini ia merasakannya. Karena biasanya hanya Bima yang menjadi obat nyamuk antara dirinya dengan salah satu pacar segudangnya.
Di parkiran, Rio segera mengenakan helm kemudian menaiki motornya dan segera menyalakannya. Selama di perjalanan, ia menjalankan motornya dengan kecepatan rata-rata. Sangat jarang baginya untuk melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi. Ia baru melakukannya saat di jalanan yang tidak ramai atau dalam kondisi mendesak.
Setibanya di rumah, Rio segera turun dari motornya dan berjalan masuk ke rumah. Langkahnya terhenti saat secara tiba-tiba mamanya muncul dan berhenti tepat di depannya. Ia yang cukup terkejut hanya bisa mengelus dadanya sembari menatap sang mama.
"Yaampun, Ma. Kenapa tiba-tiba muncul gitu?"
Mama Rio tampak tertawa kemudian memeluk lengan putranya. "Nanti ada tamu, jadi jangan kaget. Oh ya, dia nanti bakalan nginep di sini selama beberapa hari karena dia di rumah sendirian. Kamu nggak keberatan, kan?"
"Kalo udah terlanjur nggak bisa ditolak dong, Ma. Tapi asalkan jangan anak kecil, kalo anak kecil aku nggak bisa urus, Ma. Apalagi kalo anak perempuan, aku angkat tangan, jangan sampe aku dikuncir lagi." Rio bergidik setelahnya. Ia membayangkan salah satu adik keponakannya yang jika bersamanya selalu suka menguncir rambutnya dan selalu mengajaknya bermain hal-hal yang menurutnya sangat tidak cocok baginya.
"Dia nggak seumuran sama Adel, dia malah udah SMA."
"SMA? Alhamdulillah kalo gitu. Yaudah, Ma. Aku mau ke atas, mau mandi. Kalo tamunya dateng, kasih tahu, ya?"
Mendapatkan anggukan dari sang mama, Rio segera melangkah menuju kamarnya. Ia menaruh tasnya di meja belajar dan mengambil ponselnya yang ia taruh di dalam saku celananya saat merasakan sebuah getaran dan mendengar dering telepon secara bersamaan. Ia mengernyit, saat melihat nama papanya tertera.
"Kenapa, Pa?"
"Khawatir sama Mama kamu. Tadi Papa coba telpon, tapi nggak bisa. Coba kasih hape kamu ke Mama, mau nanya-nanya sama dia."
"Jangan lama ya, Pa? Baterai udah mau habis." Selalu kalimat itu yang diucapkan Rio jika papanya sedang menelpon.
"Iya, yang penting kamu kasih aja ke Mama kamu."
Rio mengiyakan ucapan dari papanya. Ia segera melangkah keluar dari kamar dan melangkah menuju kamar mamanya. Sebelum masuk, ia selalu mengetuk pintu terlebih dulu kemudian membukanya. Ia menatap sang mama yang tampak sedang bersisir dengan posisi membelakanginya.
"Ma, Papa telpon."
Tampak mama Rio yang menatap bayangan Rio melalui cermin kemudian membalikkan tubuhnya. Ia segera bangkit dan melangkah mendekati anaknya. Tidak seperti biasanya, wanita itu malah mendorong tubuhnya hingga keluar dari kamarnya lalu menutup pintu kamar, bahkan juga mengunci pintu supaya Rio tidak bisa masuk ke kamar.
"Loh, tumben banget ditutup pintu kamarnya?"
Rio mengembuskan napasnya kemudian pergi ke kamarnya sembari menggaruk-garuk kepalanya. Sungguh tidak seperti biasanya sang mama melakukan hal itu. Daripada memusingkan ponselnya yang entah kapan dikembalikan, ia memilih untuk masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
***
Rio menerima ponselnya. Ia menatap sang mama yang sudah pergi meninggalkannya. Dapat dirasakan olehnya jika benda pipih yang ia bawa sampai terasa panas. Jarinya tergerak untuk menyalakan ponsel di tangannya, matanya tertuju pada bagian atas layar, ternyata baterainya bersisa 35% saja. Ia heran, dari yang awal ia menyerahkan benda itu dari 58% dan sekarang hanya bersisa itu saja? Sebenarnya apa yang dilakukan mamanya hingga benda yang ia bawa ini?
Cowok dengan tubuh jangkung itu memilih untuk mengisi daya ponselnya. Setelah mengetahui jika ponselnya mulai mengisi, Rio memilih untuk melangkah menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana. Namun, baru beberapa detik ia mengistirahatkan tubuhnya, terdengar ketukan pintu yang membuatnya memilih untuk bangkit dan melangkah dengan malas menuju pintu.
Perlahan pintu terbuka menampilkan sang mama yang tampak datang dengan memasang senyum sumringahnya. Ia mengernyit, sebenarnya yang salah saat ini ia atau malah mamanya? Ia rasa di wajahnya tidak ada yang salah, kenapa mamanya harus tersenyum dengan ekspresi seperti itu?
"Mama kenapa?"
Rahma, mama Rio, tidak menjawab. Wanita itu kemudian merapikan pakaian yang dikenakan oleh Rio dan beralih merapikan rambut putranya itu yang tampak berantakan. "Tamunya udah dateng, kamu salim sana sama mereka, yang sopan, ya?"
Rio hanya mengangguk. Ia mengikuti langkah kaki dari mamanya untuk menuju ruang tamu. Saat berada di anak tangga terakhir, ia sudah bisa mendengar suara orang yang tengah bercakap-cakap. Terdengar jelas jika mereka adalah perempuan.
"Ini loh anak aku. Namanya Rio."
Rio menatap wanita yang tampak seumuran dengan mamanya itu. Kemudian beralih pada gadis di sampingnya, ia terdiam sesaat. Secara tiba-tiba mamanya menyenggol lengannya hingga membuatnya sadar. Ia tersenyum kaku lalu bergerak menyalami mereka.
"Jadi Rio, katanya Clarisa juga satu sekolah sama kamu. Kalo begini kayaknya enak, deh. Kalian bisa berangkat dan pulang sekolah bareng. Aisyah, kamu nggak usah khawatir kalo ada apa-apa sama anak gadismu ini. Aku jamin kalo Rio pasti jaga dia, kamu tenang aja."
Rio hanya diam. Pandangannya menuju kepada gadis berjaket di hadapannya yang tampak menunduk itu. Ia menghela napas berat. Kenapa harus Clarisa yang menginap di rumahnya selama beberapa hari? Ia pikir yang akan menginap di rumahnya adalah gadis manis yang akan malu-malu jika ia tatap. Lah, Clarisa? Jangankan menatap malu-malu, gadis itu dapat dipastikan olehnya akan memasang tampang sombong jika berhadapan dengannya.
"Clarisa, nanti kamu tidur di kamar tamu. Kalo ada apa-apa cukup bilang ke Rio. Kebetulan kamarnya ada di sebelah kamar tamu. Maaf banget ya, nanti kalo kamu mau ke kamar mandi, kamu ke kamar Rio atau kamar Tante. Soalnya di sana kamar mandinya belum diperbaiki, masih lupa-lupa aja. Oh ya, kamar Tante ada di lantai satu. Yang pintunya putih itu kamar Tante."
Rio menatap Clarisa yang tampak mengangguk kemudian tersenyum. Seketika juga kedua sudut bibirnya tertarik hingga membuat sebuah senyum. Entah kenapa ia merasa senyuman milik Clarisa cukup manis dan membuatnya merasa seolah tenang. Baru kali ini ia merasakan hal itu, mungkin karena jarang sekali ia melihat Clarisa yang tersenyum tulus.
"Maaf ya jadi ngerepotin kalian harus nitipin Clarisa di sini. Aku nggak tega soalnya ninggalin anak gadisku ini tinggal sendirian di rumah. Yaudah ya, aku berangkat aja. Takut ketinggalan pesawat. Titip Clarisa, Ma. Kalo bandel tinggal jewer aja telinganya."
Mama Rio tertawa kemudian bangkit. Ia menatap putranya lalu berucap, "Rio, itu tolong koper Clarisa diangkat terus dibawa ke kamar tamu. Mama mau nganterin Tante Aisyah ke depan."
Rio bangkit dan mengambil koper yang berada di samping Clarisa. Ia melangkah lebih dulu dan disusul oleh Clarisa yang mengekor di belakang. Selama perjalanan menuju kamar tamu, mata Clarisa berusaha melihat-lihat sekitar yang dapat dijangkau oleh matanya.
Saat keduanya masuk ke dalam kamar, Clarisa segera duduk di atas ranjang dan menatap Rio yang tampak menaruh koper di sudut ruangan. "Makasih udah bawa kopernya." Untuk pertama kalinya Clarisa mengucapkan terima kasih ke Rio.
Rio yang cukup terkejut memilih untuk diam sebentar kemudian mendekat ke Clarisa. "Wow, gue tersanjung sama ucapan lo," ucapnya kemudian menepuk kepala Clarisa secara perlahan.
***
Nggak nyangka, udah sampe sini aja. Aku tunggu partisipasi kalian buat cerita ini dengan cara vote dan komen. Minta juga buat kalian follow akun Instagram aku @dicosuuu, jangan lupa buat like dan komen semenarik mungkin setiap postingannya.
Kasih rekomendasi cerita Wattpad yang teenfiction dong! Yang belum diterbitin, oke?
Makasih😊
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARIO✔️
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! TAMAT Dulu pernah berjudul: • Playboy Vs Playgirl • QUANDO *** Dia Rio. Laki-laki dengan wajah yang tampan. Perempuan mana yang tidak mau menjadi pacar seorang Rio Mahesa? Pria yang memiliki wajah yang sangat sempurna...