Dimulai

34.7K 898 18
                                    

Kasih tahu kalo ada typo!

***

Rio turun dari motornya. Ia berjalan menghampiri Clarisa lalu menuntunnya masuk ke rumah dibantu oleh mama gadis itu. Clarisa duduk di sofa keluarga diikuti oleh Rio. Sedangkan mama Clarisa tampak pergi, entah pergi ke mana, Rio tidak tau. Kini Clarisa dan Rio sama-sama diam. Rio yang memilih fokus pada ponsel dan Clarisa yang malah sibuk melepas sepatunya karena merasa kakinya cukup sakit untuk dipaksa memakai sepatu.

"Rio."

Merasa dipanggil, Rio segera menoleh dengan salah satu alis yang terangkat. "Kenapa?"

"Bisa lepasin sepatu gue, nggak? Susah banget mau nglepasin, sekalian lo bisa minggir? Gue mau ngelurusin kaki, sakit kalo kakinya nggak dilurusin."

Rio mendengus. Ia berjongkok di hadapan Clarisa lalu melepas sepatu Clarisa dengan perlahan. Ia bahkan melepaskan kaus kaki gadis itu tanpa merasa jijik. Selesai dengan itu, Rio perlahan mengangkat kaki Clarisa untuk diluruskan di sofa. Kini Rio memilih untuk duduk di karpet dekat dengan kaki Clarisa.

"Loh, kok Rio duduk di bawah begitu? Ini juga Clarisa, nggak nyuruh Rio buat duduk di atas."

Yuri Aisyah, mama Clarisa, datang dengan membawa dua gelas es teh lalu menaruhnya di meja. Wanita itu mengambil tempat di samping Rio. "Gimana Rio kabar orang tua kamu?"

Rio menoleh. "Kabar mereka baik. Kalo Mama sering banget cerita kalo mau ke sini, katanya kangen sama Clarisa. Tapi nggak tau tuh kenapa nggak ke sini."

"Kayaknya Clarisa itu mantu idaman Mama kamu," canda mama Clarisa.

Clarisa melongo mendengar ucapan dari mamanya. Yang benar saja. Tapi kalau itu memang benar-benar terjadi, bagaimana harusnya ia bertindak? Senang atau malah kesal? Membayangkannya saja membuat kedua pipi Clarisa memanas. Ia sempat melirik ke Rio yang tampak hanya tertawa tampan.

"Bercanda kok, Rio. Jangan dimasukin hati, ya? Oh ya, Rio. Bisa kamu bantu Tante beres-beres dulu? Kamu tolong bawa buku-buku Clarisa, ya? Yang ada di meja belajar aja, soalnya Clarisa mau Tante pindahin ke kamar yang di bawah. Maaf ngerepotin lagi, Tante masih mau beres-beres di kamar bawah. Nggak papa ya, Nak?"

Rio mengangguk kemudian tersenyum kecil. "Nggak papa kok, Tante. Kalau boleh tau, kamarnya Clarisa yang mana, ya?"

"Itu, yang pintunya putih. Mamu ke sana aja, nggak dikunci, kok."

Rio mengangguk lalu bangkit. Sebelum melangkah pergi, ia menyempatkan diri untuk melihat Clarisa. Tampak gadis itu yang seolah tidak peduli dengan apa yang akan ia lakukan. Bukankah kamar gadis biasanya penuh dengan privasi? Atau itu hanya menurutnya saja? Entahlah, ia tidak tau, jika mungkin ia memiliki saudara perempuan, ia pasti akan memiliki jawabannya.

"Tenang, Rio. Di kamar Clarisa nggak ada aapa-apanya, kok."

Jawaban Rio hanya tertawa pelan. Cowok itu memutuskan untuk pergi ke kamar Clarisa. Sesuai dengan arahan mama Clarisa, ia membuka pintu berwarna putih. Yang pertama kali ia lihat adalah ranjang gadis itu yang cukup berantakan. Selimutnya saja tidak ditata dengan rapi, ia hanya geleng-geleng. Kakinya melangkah lebih masuk, memang benar apa ucapan dari mama Clarisa, tidak ada apa-apa dari kamar gadis itu. Tapi ada satu hal yang menarik, sebuah foto yang berada di meja belajar.

Perlahan cowok itu berjalan mendekat. Masih ingatkah kalian tentang foto yang mampu membuat Rio cemburu saat kepulangan Clarisa dari rumahnya? Ya, foto itu. Tanpa Rio sadari, tangannya mengepal. Ia seolah tidak terima ada seorang cowok yang berani mencium Clarisa, meskipun itu hanya berada di pipi. Tangannya bergerak mengambilnya lalu mengamati foto itu dengan saksama. Ia rasa melihat pria itu seolah sedang melihat seseorang. Tapi ia tidak tau itu siapa.

CLARIO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang