Rio

47.5K 1.2K 36
                                    

Kasih tahu kalo ada typo!

***

Langkah kaki milik Rio terus melangkah menuju kelasnya. Tangan kanannya ia gunakan untuk memegangi tasnya yang hanya ia gunakan sebelah saja. Sedangkan tangan kirinya ia masukkan ke saku celananya. Terlalu bergaya? Memang itu yang disukai oleh Rio Mahesa. Cowok itu pasti akan bergaya sesuka hatinya dan tentu akan berbuat sesuka hatinya juga.

Cowok jangkung itu masuk ke kelas dan mengambil tempat di samping Bima. Ia menatap temannya itu yang tampak sedang berbincang-bincang dengan seorang gadis bernama Linda. Ia sangat paham dengan maksud dari Bima, cowok itu tampak menyimpan perasaan lebih pada gadis itu. Berbeda dengannya yang suka memainkan perasaan, Bima malah berbeda. Cowok itu akan menjaga perasaan dan selalu setia dengan pasangannya.

Rio mengambil ponselnya dari dalam saku celana untuk melihat waktu menunjukkan pukul berapa. Ternyata lima belas menit lagi bel masuk berbunyi. Ia bangkit dan mendekati Bima lalu berucap, "Bim, kantin bareng gue. Belum sarapan," ucapnya.

Bima menoleh kemudian bangkit. "Gangguin gue mulu lo," kesalnya dan berjalan lebih dulu.

Rio hanya tertawa dan berjalan mengikuti langkah kaki Bima. Saat ia sudah bisa berjalan beriringan, Rio lalu merangkul pundak kawannya itu. Tak ada yang susah karena Bima yang tingginya berada di bawahnya. Ia sendiri di kelasnya sudah paling tinggi, bahkan bisa dikatakan ia cukup besar daripada teman-temannya.

"Geli gue lo rangkul."

Rio tertawa pelan lalu melepaskan rangkulannya pada Bima. Matanya tak sengaja menatap seorang gadis yang tampak kesusahan membawa buku yang dibawa. Ia kemudian menyuruh Bima untuk menghentikan langkahnya. Dengan perlahan ia mendekat ke gadis yang tampak menjadi bahan tertawaan oleh banyak orang di sekitarnya.

Rio mengambil buku-buku yang berjatuhan di lantai lalu menyerahkannya ke gadis di hadapannya. Ia memasang senyum hangatnya saat iris mata gadis itu menatapnya dengan raut wajah cukup terkejut. Namun, bukannya mendapatkan ucapan terima kasih, gadis itu malah pergi begitu saja sembari memasang wajah sombong.

"Clarisa emang ngajak gelut."

Rio mengejar Clarisa kemudian mengambil beberapa tumpuk buku yang dibawa oleh gadis itu. Hal itu tentu membuat Clarisa dan beberapa orang yang ada di sekitar mereka cukup terkejut dengan kebaikan yang dilakukan oleh seorang Rio. Clarisa menatap Rio lalu menghentikan langkahnya. Rio juga ikut berhenti, keduanya lalu saling berhadapan dengan Clarisa yang tampak kebingungan dengan ulah dari Rio saat ini.

"Lo lagi panas, ya? Tumben banget lo baik sama gue, ada yang salah sekarang kayaknya sama lo."

Alis kiri Rio terangkat. Pria itu lalu tertawa, bahkan dapat dilihat dengan jelas oleh Clarisa jika dari sudut matanya keluar air mata. "Gue baik, lo heran. Gue juga masih punya hati mulia kali, tapi kalo lo nggak suka yaudah, nih. Bawa sendiri aja tuh buku," ucapnya lalu mengangkat tangannya seolah ingin menaruh tumpukan buku yang ia bawa ke tumpukan buku Clarisa.

"Nggak, bantuin gue dong bawa buku ini. Cika tadi belum dateng, anak-anak lain pas gue minta bantuan pada nolak, bantuin gue. Susah bawanya, jatuh-jatuh mulu. Karena lo dalam mode baik, bantuin gue dong!" Clarisa kemudian memasang senyum paling lebar hingga membuat matanya menyipit.

Rio menyipitkan matanya. "Lo tadi kayaknya nggak suka gue bantuin, tapi karena hati gue lagi mode baik sama lo, yaudah, gue bantuin lo." Setelah mengucapkan kalimat itu, Rio segera melangkah lebih dulu dan disusul oleh Clarisa di belakangnya.

Saat melewati Bima, Rio menghentikan langkahnya lalu berucap, "Bim, pesenin gue makanan, ya? Gue masih mau bantuin dinosaurus ini. Pesenin nasi goreng sama air mineral aja, bayarin dulu, nanti kalo inget, bakalan gue gantiin duit lo," ucapnya kemudian meneruskan jalannya kembali.

"Rio! Woy! Lo udah gangguin gue, sekarang lo malah nyuruh-nyuruh gue? Rio, balik nggak lo? Tau gini gue selesaiin ngapel gue ke Linda tadi."

Rio hanya tertawa kecil saat mendengar teriakan dari Bima yang memanggil-manggil namanya. Sudut matanya kemudian melirik ke Clarisa yang juga tengah menatapnya. Sudut bibirnya kemudian tertarik ke atas lalu pandangannya beralih menatap ke depan kembali. Baru hari ini ia dan Clarisa bisa berdamai, dan itu hanya karena ia merasa cukup kasihan kepada Clarisa yang menjadi bahan tertawaan bagi banyak orang.

***

"Kalian jangan ngremehin pelajaran bahasa Indonesia."

Rio menatap guru pria yang tampak sudah beruban itu dengan raut wajah mengantuk. Ia lalu menatap jam dinding di kelasnya. Tinggal dalam hitungan detik, maka bel istirahat akan berbunyi dengan nyaring di seluruh penjuru sekolahnya.

Setelah bel istirahat berbunyi, ia kemudian menutup buku-bukunya dan menaruhnya ke dalam tas. Ia kemudian bangkit dan mengajak Bima untuk segera pergi ke kantin daripada harus kesulitan untuk mencari tempat duduk. Keduanya berjalan beriringan dengan langkah Rio sendiri yang seperti biasa. Cowok itu akan menebar pesona dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku dan sesekali ia bergaya menata jambulnya.

Kedua cowok itu mengambil tempat di dekat pintu masuk kantin yang kebetulan masih kosong. Tak ada dalam list keduanya untuk memesan makanan dan harus berdiri mengantre lama. Keduanya hanya perlu menyuruh seorang gadis, tentu dengan mendapatkan gratisan kedipan mata dari Rio, maka para gadis akan luluh dan mengikuti ucapan dari mereka. Mereka tidak mau ikut mengantre karena terlalu malas untuk berdiri cukup lama.

"Beliin gue sama Rio bakso, minumnya air mineral," ucap Bima kemudian menyerahkan uang ke seorang gadis berkepang di sampingnya.

Gadis itu mengangguk dan menerima uang yang diserahkan Bima. Ia lalu menatap malu-malu pada Rio yang tampak sedang menatap mereka. Wajahnya lalu memanas saat secara tiba-tiba Rio mengedipkan mata kanannya yang sudah menjadi kebiasaan dari Rio saat ada seorang gadis yang menjadi babunya dan Bima untuk memesankan makanan.

Setelah gadis berkepang itu pergi bersama dengan temannya, Rio kemudian menghela napas panjang lalu menatap Bima. "Kapan lo nembak Linda? Gue rasa kalo ada dia, gue nggak perlu kedipin mata ke cewek-cewek, cuman nyuruh dia, bakalan makan sampe kenyang."

Bima menatap Rio kemudian melempari cowok itu dengan kuaci yang kebetulan berada di meja mereka yang tentunya tidak tahu itu milik siapa. "Lo ngomong gitu lagi gue cangkul mulut lo."

Rio hanya tertawa kecil kemudian mengangguk. "Terserah lo aja," ujarnya.

Cukup lama menunggu makanan datang membuat perut Rio keroncongan. Cowok itu mengusap perutnya yang terlapisi oleh kaos dan seragam sekolah itu dengan gerakan yang perlahan. Ia kemudian menatap ke sekelilingnya dan menemukan seorang gadis yang tampak berbincang-bincang dengan seseorang. Ia mengernyit, setaunya cowok itu bernama Abraham, dan merupakan teman sekelas Clarisa, hanya itu saja yang ia ketahui.

"Ini Kak pesanannya, maaf lama, tadi ngantrenya lama."

Rio menoleh dan mengambil salah satu mangkuk yang dibawa oleh gadis tadi. Tak lupa ia juga mengambil botol air mineral. Sebelum memakan makanannya, Rio memutuskan untuk meminum terlebih dahulu hingga beberapa tegukan.

"Lo tadi tumben banget baik sama Clarisa? Kesambet setan lo?"

Rio menoleh kemudian berpikir sejenak. "Mungkin kali. Gue aja yang ngelakuin juga heran, tapi emang kasihan kali, Bim."

"Bisa jadi sih, lo udah lama juga musuhan sama Clarisa. Dan selalu tuh cewek yang biasanya lo buat malu atau malah buat dia marah-marah."

***

Aku mau kalian vote dan komen sebanyak-banyaknya buat cerita ini. Jangan jadi pembaca gelap, dong. Paling nggak pas bab awal vote. Jangan cuman baca aja tanpa kasih semangat ke aku. Atau jangan-jangan kalian malah emang jadi pembaca gelap ke semua penulis? Udahlah, mungkin tulisan ini banyak yang nggak baca, kan jadi percuma juga nulisnya.

Jangan lupa buat follow akun Instagram aku @dicosuuu, like semua postingannya, juga jangan lupa buat komen semenarik mungkin. Mau tanya lagi, kalo aku open follback gimana? Nggak ada yang jawab nggak papa, udah terbiasa diginiin sama kalian.

Makasih😊

CLARIO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang