Tingkah

33.1K 791 28
                                    

Kasih tau kalo ada typo!

***

"Ini semua tuh gara-gara lo."

Gadis dengan seragam sekolah itu menatap tajam pada seorang pemuda yang tampak lebih tinggi darinya. Dari sorot wajah dan matanya saja sudah tampak jelas jika terdapat kemarahan yang saat ini berada dalam diri gadis itu. Tangannya terangkat, dan jari telunjuknya dengan cepat menunjuk wajah lawan berbicaranya.

"Harusnya gue nggak percaya sama lo." Sang gadis berujar dengan nada emosi yang masih sama seperti tadi.

Dengan cepat pemuda itu menepis tangan gadis di hadapannya dan balas menatap balik gadis itu dengan tajam. "Kenapa lo jadi salahin gue? Emangnya gue salah apa?"

Gadis dengan rambut yang dikepang itu terdiam. Ia benar-benar seolah tak berdaya. Berusaha menyalahkan orang lain yang tidak bersalah. Ucapan dari pemuda itu kembali menyadarkan dirinya kembali. Ia tahu jika orang di hadapannya ini tidak salah. Hanya saja, entah kenapa, ia ingin menyalahkannya.

"Baru sekarang lo diam? Dari tadi lo cuman ngomong nggak jelas. Udahlah, gue selalu salah kalo ngomong apa-apa ke lo."

Baru saja gadis itu akan menjawab ucapannya, pemuda itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Niat menyusulnya gagal kala suara seseorang berhasil menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menatap seorang pemuda yang memanggilnya tadi kini tampak berjalan menghampiri. Ia diam dan menunggu cowok itu mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"Siapa cowok tadi? Kayaknya dia marah sama lo."

Sejujurnya, ia paling menghindari pertanyaan ini. Ia tidak suka, dan tentunya tidak akan membahas atau bahkan menjawabnya. "Bukan urusan lo," jawabnya dengan sedikit ketus.

Pemuda dengan wajah imut itu menatap gadis di hadapannya dengan tatapan tidak suka. Tatapan angkuh dan cara bicaranya yang sering ketus, membuatnya seringkali membandingkan dengan Clarisa. Meskipun sering bermasalah dengan kawannya, tapi gadis itu tidak pernah berbuat demikian kepadanya.

Setelah kepergian gadis ketus itu, Bima memutuskan untuk pergi ke kelasnya. Meskipun dalam hati ia penasaran setengah mati dengan siapa gadis itu bertengkar. Yang ia ingat ciri dari pemuda hanyalah tubuh yang lebih darinya. Jangan lupakan rambutnya yang tampak klimis rapi. Berbicara soal rambut, ia jadi iri dengan rambut hitam legam milik cowok tadi. Ia teringat tentang ucapan Linda yang seringkali mengeluhkan rambutnya yang tidak pernah rapi dan warna rambutnya yang berwarna kemerah-merahan seperti diwarnai, padahal rambutnya belum pernah ia warnai.

Langkah kaki Bima terhenti tepat di kelas 11 IPA 4. Kelas milik Clarisa tampak sedikit sepi, ia menoleh sekeliling. Ini masih pagi, pantas saja para siswa kebanyakan belum datang. Hari ini ia berangkat terlalu pagi, niatnya memang menjemput Linda, akan tetapi gadis itu tidak masuk sekolah karena sakit. Niat menjemputnya gagal, beruntung ia sempat melihat pesan yang dikirim olehnya saat ia masih berada di garasi rumahnya.

"Ada apa, Bim?"

Bima menoleh, mendapati Clarisa yang tampak baru saja datang. "Oh, nggak pa-pa. Lo baru dateng?"

Clarisa mengangguk. Ia kemudian berpamitan kepada Bima untuk pergi ke kelasnya. Namun, dengan cepat Bima menahan tangan Clarisa hingga membuat gadis itu berbalik menatapnya. Niat Bima menghentikan langkah Clarisa adalah menceritakan kejadian pagi yang ia lihat. Entah karena pemikirannya yang suka terlalu jauh atau bagaimana, ia berpikir apakah mungkin jikalau permasalahan Jessy dengan seorang pemuda yang belum ia tau identitasnya tadi ada sangkut pautnya pada permasalahan Rio dan Clarisa.

Ucapan dari Bima tertahan kala seseorang berdeham membuatnya langsung melepaskan cekalan tangannya pada Clarisa. Ia menoleh dan mendapati Rio yang tampak datang. Pemuda itu sepertinya baru saja tiba, itu terlihat dari tasnya yang masih menempel di punggungnya. Ia kemudian melirik ke arah Clarisa yang tampak menampilkan wajah keterkejutannya dengan kehadiran dari Rio.

CLARIO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang