Ungkapan

32.7K 759 17
                                    

Kasih tahu kalo ada typo!

***

Clarisa berpamitan kepada mamanya kemudian melangkah memasuki area sekolah. Ia melihat sekeliling, ia kira Cika akan menunggunya di gerbang sekolah dan menanyainya bak seorang wartawan. Bahkan kemarin dengan sengaja ia memilih untuk mematikan ponselnya karena ia butuh waktu untuk sendiri. Apa yang ia lakukan beberapa hari yang lalu cukup berdampak besar baginya. Ia akui jika apa yang ia lakukan cukup cepat tanpa memikirkan memikirkan bagaimana ia ke depannya.

Cukup Clarisa akui jika kemarin ia merasa galau dengan keputusan yang diperbuat olehnya. Entah keberuntungan yang ia dapat entah dari mana, kemarin sang mama mengajak Clarisa untuk pergi ke rumah omnya karena memiliki urusan. Berkat itu semua, selama beberapa jam, ia mampu melupakan walaupun hanya sejenak. Bermain dengan bocah berumur 3 tahun walaupun cukup melelahkan dan harus cukup banyak-banyak bersabar ternyata cukup ampuh menghilangkan pemikiran tentang masalah yang ia perbuat. Sekaligus cara ampuh untuk melupakan seorang Rio.

Langkah Clarisa telah membawanya menuju kelas yang sudah terisi oleh beberapa siswa, termasuk di antaranya Cika yang tampak berbinar mengetahui kedatangannya. Ditatap seperti itu oleh Cika membuat Clarisa sedikit canggung. Jujur, jika ditanyai banyak hal, ia sedikit bingung harus menjawab seperti apa.

"Gila emang lo, ngilang gitu aja." Begitulah respon yang Clarisa terima dari Cika setelah ia mendaratkan bokongnya.

Clarisa menggaruk pipinya, bingung harus menjawab seperti apa. "Gue butuh sendiri, Cik." Pada akhirnya jawaban singkat itulah yang keluar dari mulutnya.

Tampak Cika menghela napas pelan. Ia tidak menjawab apa-apa. Melihat itu tentu membuat Clarisa merasa sedikit bersalah. Pasti Cika menghawatirkannya karena telah menghilang begitu saja, tapi daripada ia terlalu berlarut-larut dengan ini semua, lebih baik ia menghindar barang sejenak.

"Bukan cuman gue kali yang khawatir sama lo, Rio juga."

Ucapan dari Cika membuat Clarisa sempat membeku selama beberapa saat. "Kok dia bisa ikutan khawatir?" tanyanya

"Ya lo pikirlah, Ris. Gila aja lo tiba-tiba ngomong gitu kayak nggak dipikir, dia ya jelas aja kaget. Tambahan lagi, gue sempet kemarin nggak sengaja ketemu dia, dan buktinya dia nanyain keadaan lo gimana."

"Terus lo jawab gimana?"

Seketika Cika langsung memukul lengan Clarisa karena merasa gemas dengan pertanyaan yang diajukan oleh sahabatnya itu. "Gue jujurlah kalo lo ngilang. Lo sama Rio sama, galau semua. Kemarin aja Bima bilang kalo Rio itu udah kayak anak prawan, di kamar mulu, kalo aja kemarin nggak diajak keluar sama Bima, pasti bakalan di kamar dan ngegalau kayak lo."

Mendengar penjelasan dari Cika membuat Clarisa memutar bola mata malas. Enak saja, ia tidak terus-menerus menggalau, selama beberapa jam, ia sempat lupa. Namun, ada sesuatu yang membuat jiwa ingin taunya berkobar setelah mendengar penjelasan dari Cika. Bagaimana ya tingkah dari Rio kemarin, ia yakin itu cukup lucu mengingat Rio yang tak diselimuti gairah bertingkah seolah gadis prawan yang terus mengurung diri di kamar.

"Lagian, lo kemarin kemana aja sih Ris pake alasan pengin sendiri segala, lo sempet bikin gue khawatir tau. Untungnya gue sempet mikir kalo lo emang lagi butuh sendiri, kalo aja enggak, lo udah gue samperin ke rumah." Cika tampak berbicara dengan menggebu-gebu, tapi dari pandangan Clarisa saat ini, gadis itu tampak sedikit lucu mengomelinya. "Dibilangin malah mesem-mesem."

Clarisa tertawa mendengar Cika berkata demikian. "Iya-iya, maaf," jawabnya.

Cika sudah tidak kembali marah-marah, ia sudah bersikap normal kembali. Bahkan ia seolah sudah melupakan kejadian tadi, terbukti ia malah dengan santainya mengajak Clarisa untuk pergi ke kantin dengan alasan belum sarapan.

CLARIO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang